Selasa, 19 Agustus 2008

63 Tahun Merdeka

"Jangan mengira bahwa dengan berdirinya Negara Indonesia Merdeka perjuangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saya katakan, di dalam Indonesia Merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjuangan sekarang, lain coraknya. Nanti kita bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu-padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Pancasila." (Bung Karno 1 Juni 1945) .

Dalam bukunya Di bawah Bedera Revolusi, jilid.1, Bung Karno menyatakan bahwa kaum penjajah, siapa pun mereka, adalah yang zalim terhadap orang-orang yang terjajah; berlaku tidak adil, melanggar hak asasi manusia, dan menghina rasa kemanusian. Penjajahan terkait erat dengan ekonomi atau mencari nafkah. Negeri-negeri terjajah dijadikan sapi perah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi negara pejajah. Karena itu, kaum penjajah akan lebih mementingkan kemakmuran mereka sendiri daripada kemakmuran kaum pribumi.

Untuk itu, secara tegas beliau menyatakan bahwa tujuan dari kemerdekaan bukan hanya untuk menjadi tuan atas diri sendiri tetapi menginginkan terwujudnya kemakmuran segenap jiwa di tanah pertiwi. Kemerdekaan merupakan suatu jembatan untuk menuju suatu masyarakat yang adil dan sempurna, tidak ada penindasan dan penghisapan atas rakyat, juga tidak ada kapitalisme dan imperialisme.

Pernyataan senada juga diungkapkan Bung Hatta dalam Rapat Umum di Medan November 1950. Menurutnya, meskipun bangsa ini telah merdeka dan berdaulat, namun bangsa ini belum mencapai tujuan kemerdekaan, yaitu Indonesia yang adil dan makmur. Kemerdekaan dari kaum penjajah hanyalah salah satu cara agar Indonesia yang adil dan makmur bisa tercapai. Untuk itu, dalam mencapai Indonesia yang adil dan makmur lebih berat perjuangannya daripada mengusir penajajah dari negeri ini.

Kini telah 63 tahun bangsa ini merdeka. Itu artinya selama itu pula bangsa ini menggapai cita-cita dalam mensejahterakan rakyat. Namun, cita-cita yang dicanangkan para Founding Fathers bangsa tersebut untuk saat ini sepertinya belum sepenuhnya tercapai. Hal ini jika kita melihat pada kenyataan bahwa jumlah rakyat miskin masih cukup tinggi. Masalah kemiskinan masih menjadi persoalan bersama yang harus diselesaikan dengn peran aktif seluruh pemangku kepentingan.

Kondisi kemiskinan di negeri ini jika dilihat dari jumlah dan persentase selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 masih sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 2,21 juta jiwa jika dibandingkan pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta (16,58 persen).

Jika kita lihat dari jumlah penduduk miskin tersebut, sebagian orang kadang bertanya bagaimana kerangka kebijakan dan implementasi program pro kemiskinan yang dijalankan pemerintah dengan kondisi masyarakat miskin yang masih banyak ?

Kemiskinan selalu menjadi kebijakan prioritas yang dijalankan pemerintah Indonesia. Pada awal kemerdekaan bangsa ini telah menempatkan rakyat sebagai subjek terhormat dalam sistem ekonomi Indonesia. Rakyatlah yang dibangun, bukan sekedar ekonominya saja, sesuai dengan dasar dan ideologi kerakyatan. Walaupun pada kenyataannya pada periode tahun 1945 – 1965, kebijakan penanggulangan kemiskinan yang ada relatif belum efektif karena situasi politik dalam negeri.

Kondisi serupa juga terjadi pada periode tahun 1965 – 1969. Kondisi politik yang masih kacau yang diwarnai dengan adanya pemberontakan G-30-S mengakibatkan perekonomian bangsa ini terganggu. Saat itu inflasi sangat tinggi hingga mencapai 600% per tahun. Kondisi kehidupan sehari-hari sangat sulit sehingga kebijaksanaan pembangunan saat itu diarahkan pada stabilisasi ekonomi makro.

Memasuki awal pemerintahan orde baru (1969 – 1974) Indonesia termasuk negara miskin di dunia dengan pendapatan per kapita di bawah USD 150 per tahun. Angka kemiskinan saat itu mencapai 60% jumlah seluruh penduduk Indonesia. Kebijakan pemerintahan saat itu adalah stabilisasi bidang ekonomi makro disertai dengan kebijakan pengendalian jumlah penduduk.

Kemudian pada tahun 1974 – 1988, berbagai program sektoral mewarnai program pembangunan di Indonesia. Di bidang pertanian, pemerintah mengenalkan program BIMAS dan INMAS untuk penyuluhan pada petani, perluasan lahan pertanian dan transmigrasi. Kemudian BULOG didirikan untuk menjaga stabilisasi harga beras, gula dan barang kebutuhan pokok lainnya.

Di sektor keuangan pemerintah mulai memperhatikan usaha kecil menengah dengan memperkenalkan berbagai program kredit untuk pengusaha kecil. Program tersebut antara lain berupa Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Candak Kulak, dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Pemerintah juga menciptakan berbagai program INPRES. Kebijakan itu semua dalam rangka memberi peluang pada rakyat kecil untuk memulai usaha.

Program khusus pengurangan kemiskinan mulai dilaksanakan pemerintah sejak 1988 dengan adanya program Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT) yang berupa transfer langsung kepada masyarakat. Dalam program ini pemerintah memberikan bibit pertanian dan peternakan kepada rakyat miskin di perdesaan.

Pada tahun 1993 PKT berkembang dari sekedar pemenuhan kebutuhan akan bibit menjadi pemenuhan kebutuhan akan prasarana dan sarana dasar, seperti jalan, jembatan, saluran irigasi dan sebagainya, terutama bagi daerah tertinggal. Kegiatan tersebut berkembang menjadi program INPRES Desa Tertinggal (IDT).

Tahun 1993-1996 Program IDT menarik minat berbagai lembaga keuangan internasional untuk ikut membiayai program seperti ini. Pada tahab selanjutnya program IDT berkembang menjadi Program Pengembangan Prasarana Desa Tertinggal (P3DT) yang pembiayaannya oleh pinjaman dari Bank Dunia dan JBIC. Di samping itu, pemerintah melalui Departemen Sosial meluncurkan Kredit Usaha Bersama (KUBE) yang diberikan pada kelompok di desa.

Memasuki masa krisis multidimensi pada tahun 1997-1998, pemerintah dalam menjalankan program penanggulangan kemiskinan mulai memperkenalkan Padat Karya I (Oktober – Desember 1997) yang disertai dengan padat karya II (Desember 1997 – Februari 1998).

Akan tetapi, program tersebut belum sepenuhnya berjalan secara efektif dan mulai dirubah dengan program yang menganut pendekatan pelibatan dan pemberdayaan masyarakat. Karenanya, sejak tahun 1998-1999 program penanggulangan kemiskinan berbasis masyarakat mulai diperkenalkan ke berbagai daerah di Indonesia. Di antaranya Program Pengembangan Kecamatan (PPK) di daerah perdesaan dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) serta Program Pendukung Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD).

Meski demikian desain program tersebut tidak sepenuhnya berjalan dengan baik. Pemahaman lembaga keuangan tentang pemberdayaan masyarakat pun berbeda sehingga yang terjadi di masyarakat ternyata para ‘elit’ lebih berkuasa terhadap forum-forum pemberdayaan masyarakat yang mengakibatkan peran masyarakat dalam pelaksanaan program belum berjalan maksimal.

Tahap Pemberdayaan

Dengan latar belakang kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada pendekatan pemberdayaan masyarakat justru memberikan hasil yang lebih efektif dan tingkat keberlanjutannya jauh lebih baik. Maka agar program penanggulangan kemiskinan dapat berjalan lebih efektif, pemerintah sejak tahun 2007 telah melakukan langkah-langkah harmonisasi program penanggulangan kemiskinan dengan tiga jenis paket program.

Paket bantuan pertama berupa program bantuan dan perlindungan sosial. Untuk paket bantuan ini, pemerintah mengeluarkan anggaran puluhan triliun untuk membebaskan masyarakat miskin dalam berobat, biaya pendidikan, dan beras untuk rakyat miskin (Raskin). Di samping itu, pemerintah juga memberikan bantuan langsung tunai bersyarat, membantu mereka yang kena musibah bencana, serta golongan lanjut usia.

Paket bantuan kedua berupa program pemberdayaan masyarakat. Program ini dikenal dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Dalam pelaksanaannya, pada tahun pertama telah terealisasi di 3.000 kecamatan. Ke depan, pada tahun 2009 diharapkan seluruh kecamatan mendapatkan program PNPM Mandiri.

Paket bantuan ketiga berupa program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program ini telah dilaksanakan sejak Nopember 2007 dengan persyaratan yang mudah karena jaminannya diberikan oleh pemerintah. Diharapkan dengan program ini, keluhan para pengusaha kecil yang kesulitan mendapatkan modal untuk mengembangkan usahanya akan terpenuhi.

Penutup

Sudah 63 tahun bangsa ini merdeka dari penjajahan kaum imperialis. Dengan kekuasaan itu bangsa ini bisa mengerahkan segenap daya dan upaya untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran negeri ini. Untuk saat ini bangsa Indonesia masih memiliki tantangan yang berarti dalam membebaskan negeri ini dari jeratan kemiskinan dan kebodohan serta kesenjangan ekonomi. Tugas tersebut tentunya bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi segenap masyarakat juga berkewajiban mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Untuk itu, melalui berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah dicanangkan tersebut diharapkan kemiskinan, kebodohan, dan kesenjangan ekonomi dan sioal dalam masyarakat dapat dihapuskan. Sehingga tujuan awal pendirian negeri ini seperti yang diamanatkan dalam UUD 45 dapat terwujud. Semoga!

Di muat di Majalah KOMITE Edisi 2 Agustus 2008

Kamis, 14 Agustus 2008

Mewujudkan Kemandirian Masyarakat

“Pengalaman mengajarkan kepada kita bahwa yang harus menjadi aktor utama untuk mengeluarkan masyarakat miskin dari lingkaran kemiskinan adalah masyarakat miskin itu sendiri, bukan pemerintah ataupun pihak lain,” (Menkokesra, Aburizal Bakrie).

Prioritas utama pembangunan yang dijalankan pemerintah Indonesia adalah penanggulangan kemiskinan, pengurangan pengangguran, keterbelakangan dan ketertinggalan. Kebijakan semacam ini telah dijalankan sejak pemerintah terdahulu hingga sekarang meskipun dengan pola kebijakan yang berbeda sesuai dengan tantangan yang dihadapi pada masanya.

Sejarah pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan memberikan pengalaman berharga bahwa upaya penanggulangan kemiskinan memerlukan strategi yang komperhensif, terpadu dan berkelanjutan dengan partisipasi seluruh unsur masyarakat.

Kenyataan dilapangan juga menggambarkan bahwa program penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada pendekatan pemberdayaan masyarakat lebih banyak memberikan hasil yang lebih efektif dan memiliki tingkat keberlanjutan yang lebih baik.

Selain itu, pengalaman lain yang tidak kalah pentingnya adalah jika masyarakat miskin diberikan peluang yang sebesar-besarnya dalam menentukan arah yang mereka sukai untuk keluar dari lingkaran kemiskinan maka partisipasinya sangat besar dalam memberikan berbagai kontribusi. Rasa kepemilikan terhadap program juga semakin kuat dan timbulnya perasaan bahwa mereka lebih dihargai.

Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan, pemerintah telah melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melaui PNPM Mandiri telah dirumuskan mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.

Pelaksanaan program PNPM Mandiri juga didasari pada kenyataan bahwa berbagai program pembangunan berbasis masyarakat (Community Driven Development – CDD) dan aktivitas padat karya (Labor Intensive Activities – LIA) yang sebelumnya dijalankan pemerintah melalui departemen sektoral belum mencapai hasil yang maksimal dalam meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran, dan kemandirian masyarakat.

Program PNPM Mandiri diharapkan mampu meningkatkan proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan tumbuhnya kemandirian masyarakat, sehingga mampu menjadi subyek dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Pendanaan

Komitmen kuat pemerintah dalan program penanggulangan kemiskinan tercermin dari semakin meningkatnya anggaran yang disediakan. Pada 2004, total anggaran untuk mengurangi kemiskinan mencapai Rp 19 triliun. Tahun 2005, dinaikkan menjadi Rp 24 triliun. Tahun 2006, ditingkatkan lagi menjadi Rp 41 triliun. Kemudian, tahun 2007 meningkat lagi menjadi Rp 51 triliun dan di tahun ini juga meningkat menjadi Rp 58 triliun.

Dari segi cakupan wilayah program PNPM Mandiri juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 mencakup 2.993 kecamatan (28.000 desa) dengan alokasi dana tiap kecamatan Rp 750 juta – Rp 1,5 miliar. Pada 2008, mencakup 3.999 kecamatan (36.417 desa) dengan alokasi dana per kecamatan Rp 1,5 miliar – Rp 3 miliar. Pemerintah di tahun 2009 merencakan seluruh kecamatan di Indonesia dapat ditangani melalui PNPM Mandiri dengan anggaran kurang lebih tiga miliar untuk tiap pertahun.

Pengalokasian anggaran bagi Program PNPM Mandiri tersebut tentunya tidak harus terus menerus dilakukan. Pada suatu saat pola pendanaan semacam itu harus diubah. Masyarakat didukung oleh Pemerintah Daerah diharapkan dapat secara mandiri melanjutkan dan mengembangkannya. Karenanya, target mandiri dengan tidak menggantungkan anggaran dari pemerintah harus menjadi komitmen bersama.

Pemerintah sangat sadar bahwa sumber dana PNPM Mandiri adalah APBN yang jumlahnya sangat terbatas. Untuk itu, ke depannya sumber pendanaan tidak lagi bergantung pada anggaran yang disediakan pemerintah. Pendanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan bisa digali dari sumber pendanaan lainnya semisal pengembangan dana bergulir (BLM) yang sudah ada di masyarakat, dana Trust Fund, maupun dana CSR.

Untuk itu sebagai modal awal, desa atau masyarakat harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan serta memiliki skema pendanaan yang efektif. Semisal dengan dikembangkan skema pengembangan Lembaga pengemban Dana Amanah/LPDAM (Community Trust Fund). LPDA dibentuk sebagai model penyaluran dana dalam mendukung skema pendanaan yang berkelanjutan bagi program penanggulangan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja berdasar pada kebutuhan masyarakat/kelompok pemanfaat.

Pelaksanaan lembaga dana amanah masyarakat sebenarnya sudah banyak dijalankan di berbagai daerah. Di Kota Palu misalnya, masyarakat di sana sangat antusias mengembangkan program ini dan menjalankannya dengan baik. LPDA yang ada tersebut pada awalnya dimulai dengan memberikan dana stimulan dari Pemerintah Pusat sebesar 50 juta rupiah dan mampu menghimpun dana dari Pemerintah Daerah dan masyarakat hingga mencapai 600 juta rupiah.

Selain yang bersumber dari dana trust fund, pendanaan yang bersumber dari program Corporate Social Responsibility (CSR) juga diharapkan dapat memperkuat pelaksanaan PNPM Mandiri di daerah. Untuk itu, perusahaan-perusahaan baik nasional, swasta maupun multinasional seharusnya berperan dalam mendukung program-program PNPM Mandiri melalui dana CSR.

Sumber lain yang sangat penting untuk dikembangkan adalah dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang telah disalurkan ke Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Pada prinsipnya BLM adalah dana stimulan bagi pemberdayaan masyarakat. Karenya dana tersebut harus lebih diarahkan untuk dana bergulir bagi ekonomi produktif masyarakat. Sehingga fungsinya dapat terus berkesinambungan bagi pemberdayaan masyarakat di daerah.

Penutup

Permasalahan kemiskinan yang kompleks memang membutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Penanggulangan kemiskinan dan pengangguran harus dilaksanakan secara sistimatis dan berkesinabungan serta mendorong masyarakat miskin menjadi produktif dan bermartabat bukan berdasarkan rasa belas kasihan.

Oleh karena itu upaya pemberdayaan masyarakat yang dijalankan harus mampu mendongkrak kemampuan masyarakat sehingga menjadi modal sosial (social capital), mapu mengembangkan kewirausahaan sosial (social entrepreneurships) serta dapat meningkatkan akses terhadap modal ekonomi.

Dengan terciptanya tiga aspek tersebut masyarakat akan semakin mandiri dalam mengelolah program pemberdayaan tanpa harus bergantung pada program yang bersifat Charity. Dengan demikian diharapkan akan tercipta masyarakat Indonesia yang mampu mengatasi masalah kemiskinan secara swadaya dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi 1 agustus 2008

Kemiskinan Terus Menurun

Pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Maret 2008 menyatakan penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen) atau mengalami penurunan sebesar 2,21 juta jika dibandingkan dengan kondisi pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta (16,58 persen).

Selama kurang lebih dua dasawarsa (1996-2007), jumlah dan prosentase enduduk miskin mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Di periode 1996-1999 misalnya, akibat krisis ekonomi jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan sebesar 13, 96 juta yaitu dari 34,01 juta di tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999.

Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara prosentase terjadi penurunan penduduk miskin dari 19,14 persen pada tahun 2000 menjadi 15,97 persen pada tahun 2005.

Akan tetapi pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah pendudukan miskin yang cukup drastis, yaitu dari 35,10 juta orang (15,97 persen) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75 persen) pada bulan Maret 2006. Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin terjadi karena adanya kenaikan harga BBM yang menyebabkan naiknya harga berbagai barang sehngga inflasi mencapai 17,95 persen selama periode Februari 2005-Maret 2006.

Pertambahan angka kemiskinan tersebut terjadi karena penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin.

Jumlah penduduk miskin kembali mengalami penurunan pada tahun 2007 dan 2008. pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta (16,58 persen), turun 2,13 juta dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2006. Hal serupa juga dialami pada bulan Maret 2008 yang sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen).

Adanya tren penurunan angka kemiskinan dalam dua tahun terakhir tentu patut disyukuri. Keberhasilan ini tidak terlepas dari pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran yang telah dijalankan pemerintah.

Dari hasil evaluasi yang dilakukan selama 20 tahun terakhir ini, pemerintah berkeyakinan bahwa untuk mengurangi kemiskinan harus dilakukan dengan program-program yang konkret, nyata, dan terpadu. Keterpaduan ini harus terjalin antara pemerintah pusat dan daerah serta antarsektor.

Untuk itu, sejak tahun 2007 pemerintah pun telah melakukan langkah-langkah pengurangan kemiskinan terpadu dengan tiga jenis paket bantuan program. Paket pertama, ibarat memberi ikan kepada rakyat miskin. Misalnya, pemerintah mengeluarkan anggaran puluhan triliun untuk membebaskan masyarakat miskin dalam berobat, biaya pendidikan, dan beras untuk rakyat miskin (Raskin). Pemerintah juga memberikan bantuan langsung tunai bersyarat, membantu mereka yang kena musibah bencana, membantu golongan lanjut usia.

Kebijakan melaksanakan program paket bantuan pertama ini didasari kondisi mereka yang belum berdaya. Untuk itu, semetara diberi ikannya dulu sampai betul-betul berdaya dan mampu bangkit dari kemiskinan.

Paket kedua, memberdayakan kecamatan dan desa dengan memberi “kail”. Program ini dikenal dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2007, telah mencakup hampir 3.000 kecamatan, tahun 2008 hampir 4.000 kecamatan, dan tahun 2009 diharapkan seluruh kecamatan yang berjumlah 6.326 kecamatan mendapat PNPM Mandiri.

Paket ketiga, ibarat memberikan “perahu” yang berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sejak Nopember 2007 program KUR telah diluncurkan dengan persyaratan yang mudah karena jaminannya diberikan oleh pemerintah. Diharapkan dengan program ini, keluhan para pengusaha kecil yang kesulitan mendapatkan modal untuk mengembangkan usahanya akan terpenuhi.

Sinergi Pusat dan Daerah

Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan angka kemiskinan terus menjadi komitmen pemerintah untuk mensejahterahkan seluruh rakyat. Berbagai rangkaian strategi penanggulangan kemiskinan terus dijalankan. PNPM Mandiri misalnya, tahun ini pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp13,289 triliun. Dana itu tersebar di berbagai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

Untuk sasaran program, PNPM Mandiri ditujukan untuk memberdayakan kelompok masyarakat miskin yang rentan. Di samping itu, perluasan program-program penguatan pada PNPM Mandiri lebih banyak ditujukan kepada kelompok perempuan, petani dan buruh, nelayan miskin, penyandang cacat, penderita penyakit menahun, korban bencana alam/konflik sosial, dan lain sebagainya.

Melalui program ini, masyarakat mendata sendiri kebutuhannya dan merealisasikan program dalam wilayahnya itu. Sehingga pada akhirnya mampu berpikir sendiri, karena semua dukungan pemberdayaan diwadahi dan dikelola oleh suatu lembaga masyarakat partisipatif yang dibentuk oleh masyarakat di setiap desa/kelurahan.

Dari segi pendanaan, komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk program pemberdayaan sangat tinggi. Tahun ini, pemerintah telah menyiapkan beberapa program PNPM Mandiri beserta dana pendukungnya. Diantaranya PNPM Mandiri Nasional, PNPM Mandiri Pedesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, PNPM Mandiri-Daerah Tertinggal dan Khusus.

PNPM Mandiri Nasional telah terlaksana di 33 provinsi pada 16.417 desa dan kelurahan, dengan total anggaran Rp6.893 miliar yang berasal dari dana APBN Rp5.330 miliar dan dana APBD Rp1.589 miliar. Sedangkan untuk PNPM Mandiri Pedesaan dilaksanakan pada 32 provinsi di 365 kabupaten/kota pada 12.045 desa/kelurahan dengan total dana Rp4.241 miliar yang merupakan sharing dana dana APBN sebesar Rp3.275 miliar dan dana APBD Rp965 milyar.

Untuk program PNPM Mandiri Perkotaan dilaksanakan di 33 provinsi, dengan cakupan 246 kabupaten/kota dan 8.764 desa/kelurahan se-Indonesia. Anggaran yang dialokasikan sebesar Rp1.984 miliar dengan dana dari APBN sebesar Rp1.373 miliar dan dana APBD sebesar Rp611 miliar.

Program lainnya adalah PNPM Mandiri-Daerah Tertinggal dan Khusus dengan total anggaran Rp261 miliar. Dana itu seluruhnya berasal dari APBN karena pemerintah daerah belum terlibat langsung. Program ini dilaksanakan di 8 provinsi dan 32 kabupaten se-Indonesia dengan cakupan pada 2.499 desa dan kelurahan.

Di samping itu masih ada program PNPM Mandiri-Infrastruktur Pedesaan (PPIP), yang mendapatkan anggaran sebanyak Rp450 miliar yang seluruhnya merupakan dana APBN. Program ini terlaksana pada 17 provinsi di 177 kabupaten/kota se-Indonesia dan telah melingkupi 2.060 desa dan kelurahan.

Pelaksanaan program PNPM Mandiri di masa yang akan datang diharapakan semakin baik. Pemerintah pusat dan daerah dapat terus bersinergi untuk melaksanakannya. Sehingga pada akhirnya, semua program selalu mengedepankan aspek pemberdayaan. Program yang awalnya memberi “ikan” dapat bergeser ke kail dan perahu. Jika hal yang demikian terwujud, tentunya masyarakat akan dinamis dan diharapkan pengangguran berkurang tajam serta kesejahteraan akan tercapai.

Penutup

Beberapa kalangan memang masih meragukan angka kemiskinan yang dirilis BPS tersebut. Mereka beranggapan bahwa angka kemiskinan akan kembali meningkat pascakenaikan harga BBM pada akhir Mei lalu.

Namun, kita juga tak boleh menafikkan berbagai upaya pemerintah dalam meredam meningkatnya angka kemiskinan. Kenaikan BBM telah diantisipasi pemerintah dengan program bantuan lanngsung tunai. Di samping itu, tiga program paket bantuan (tiga kluster) yang terus dilaksanakan diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan sesuai dengan target yang dicanangkan.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi 2 Juli 2008

Rabu, 13 Agustus 2008

Harmonisasi CSR dan PNPM Mandiri

Asian Forum for Corporate Social Responsibility (AFCSR) yang dilaksanakan pada akhir September 2007 di Vietnam menetapkan agenda pengurangan kemiskinan sebagai fokus CSR 2007. Keputusan tersebut dilatarbelakangi laporan PBB yang menyatakan 550 juta orang miskin dunia tinggal di Asia dan 190 juta di Afrika.

Pemerintah Indonesia menetapkan target pengurangan kemiskinan sebesar 12,5-13 % pada tahun 2009. Target ini tentu cukup berat mengingat angka kemiskinan pada tahun 2007 menurut BPS masih sebesar 16,58 %. Ditambah lagi adanya berbagai gejolak dan kondisi sosial yang terjadi, semisal, naiknya harga komoditas pangan dan harga minyak dunia.

Oleh karena itu, pemerintah selalu mengajak seluruh komponen bangsa untuk bersatu dan bangkit menanggulangi kemiskinan. Adanya momentum 100 tahun kebangkitan nasional seharusnya dijadikan landasan spirit bersama untuk membangun bangsa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Karena permasalahan yang terjadi selama ini adalah kepedulian yang ditunjukkan oleh seluruh komponen masyarakat, termasuk dunia usaha, belum terkoordinasi dan terharmonisasi dengan baik sehingga terkesan berjalan sendiri-sendiri.

Padahal dengan adanya kebijakan pemerintah dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan mempercepat pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs), maka program Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi salah satu komponen penting untuk mengakselerasi tercapainya tujuan di atas. Program CSR diharapkan dapat memperkuat pelaksanaan PNPM Mandiri sebagai salah satu instrumen strategis dalam menanggulangi kemiskinan dan menciptakan kesempatan kerja di Indonesia.

Untuk itu, perusahaan-perusahaan baik nasional, swasta maupun multinasional seharusnya berperan dalam mendukung program-program pemerintah yang salah satunya adalah PNPM Mandiri dengan memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) maupun Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

Pengalaman telah mengajarkan bahwa suatu usaha yang tidak terorganisir dengan baik tidak akan mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan. Untuk itu hendaknya berbagai upaya yang sekarang telah dilakukan baik melalui dana PKBL maupun CSR dapat disinkronkan dan diharmonisasikan untuk mendukung mendukung PNPM Mandiri sehingga hasilnya dapat lebih efektif dan terukur.

Di samping itu, yang tidak kalah penting adalah dukungan masyarakat dunia usaha untuk semakin melibatkan diri dalam menanggulangi kemiskinan dan pengangguran sehingga dapat dilakukan kemitraan secara total. Semua orang tentu tahu bahwa orang miskin juga punya kemampuan dan kemauan sehingga perlu diberdayakan. Untuk itu perlu kiranya dibangun suatu platform dan konsensus bersama agar kemitraan dapat berjalan lebih optimal.

Berkaitan dengan itu, PNPM Mandiri menjadi program unggulan dengan diharmonisasikannya berbagai program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Beberapa keunggulan yang dimiliki program PNPM Madiri antara lain;

Pertama, dapat menjadi upaya belajar bersama antar departemen untuk berkoordinasi, dengan merubah mind set pembangunan yang terfokus kepada agenda bersama. PNPM Mandiri secara bertahap akan mencakup 51 program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan yang ada di kementerian dan lembaga.

Kedua, masyarakat sebagai penerima manfaat, dengan didampingi fasiltator mendesain sendiri kegiatan yang mereka inginkan untuk membangun infrastruktur, perbaikan lingkungan dan pemberdayaan ekonomi.

Ketiga, dalam PNPM Mandiri dialokasikan dana khusus pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui dana bergulir minimal 30% dari total Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang diberikan dengan ketentuan disalurkan ke masyarakat dengan tingkat bunga di bawah pasar dan diberikan pendampingan kepada kelompok pemanfaat.

Keempat, dengan adanya PNPM Mandiri diharapkan semakin memperluas kesempatan kerja dengan terciptanya lapangan kerja baru.

Di sinilah peran dunia usaha, melalui program CSR, menjadi sangat penting dalam akselerasi pelaksanaan program PNPM Mandiri. Pemerintah dan dunia usaha seharusnya mampu mewujudkan jalinan kemitraan dengan prinsip harus dapat mengkonsolidasikan diri untuk satu tujuan menanggulangi kemiskinan. Sehingga cost, benefits dan profit bagi bangsa menjadi tanggung jawab bersama.

Nah, jika berbagai daya, potensi dan kemampuan dari semua pihak baik masyarakat, dunia usaha, perbankan, pemerintah, dan organisasi masyarakat madani dipersatukan maka upaya penanggulangan kemiskinan dapat segera tercapai.

Investasi Sosial

Konstitusi memang telah mengamanatkan pemerintah termasuk pemerintah daerah terkait penanggulangan kemiskinan, akan tetapi penanggulangan kemiskinan juga menjadi tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsbility).

Peran aktif dunia usaha sangat diharapkan dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Penerapan program Corporate Social Responsibility (CSR), pada dasarnya menguntungkan bagi bisnis, masyarakat,dan juga bagi negara. Selain itu, program ini sangat berperan dalam upaya membantu mengurangi kemiskinan.

CSR bukan sekedar bagian kecil dari praktik good governance, namun lebih dari itu, merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan untuk menjawab semua kebutuhan atau permasalahan masyarakat. Karenanya pemerintah dan dunia usaha harus bisa berkolaborasi membuat program dalam mengatasi percepatan penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.

Untuk menunjang itu semua, pemerintah tetap terus mendorong mendorong berbagai upaya antara lain penyediaan data statistik rutin secara berkala sampai data mikro di tingkat keluarga, peningkatan kapasitas masyarakat serta dukungan kepada upaya swasta yang mau melaksanakan CSR dengan complementary government invesment, termasuk kemudahan administrasi dan taxes untuk memasukkan barang demi kepentingan program yang pro-poor, serta dukungan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.

Fakta telah membuktikan bahwa investasi sosial akan memberikan hasil yang lebih baik bagi keberlanjutan usaha. Masyarakat punya peran besar, namun harus punya impian yang jelas, sehingga dapat dibantu untuk mengembangkan kapasitasnya dan didukung dengan fasilitas. Di sanalah pendekatan proyek diubah ke pendekatan kemitraan.

Hal yang tak kalah penting, dalam program tersebut dunia usaha hendaknya tidak diposisikan sebagai sinterklas yang membagi-bagiakan hadiah karena upaya tersebut tidak mendidik masyarakat miskin dan tidak berkesinambungan. Realisasi kemitraan hendaknya diwujudkan dalam program pemberdayaan masyarakat (empowerment) karena memiliki manfaat jangka panjang.

Di samping itu, dunia usaha seharusnya menerapkan CSR secara profesional bukan sekedar lips service. Dunia usaha juga semestinya menganggap bahwa CSR bukan kewajiban yang memaksa melainkan sebagai kebutuhan.

Penutup

Oleh karena karena itu, paradigma yang harus dibangun dan dimiliki oleh kalangan dunia usaha seharusnya pemahaman bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu investasi jangka panjang. Hal itu disebabkan bahwa yang membuat perusahaan menjadi besar adalah customer, yang juga merupakan bagian dari masyarakat. Jadi tentunya sangat wajar kalau sebuah perusahaan melakukan CSR sebagai bentuk dari customer maintenance.

Nah, Jika komitmen tersebut bisa terwujud maka program-program Corporate Social Responsibility (
CSR) menjadi komponen penting bagi akselerasi tercapainya tujuan kebijakan Pemerintah dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran sesuai target yang telah ditetapkan. Semoga.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi 1 Juli 2008

PKK dan PNPM Mandiri

Pemerintah memberikan perhatian yang sangat serius dalam usaha peningkatan kesejahteraan rakyat melalui berbagai upaya penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Hal itu tercermin dari semakin meningkatnya alokasi anggaran yang disediakan dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2006, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk penanggulangan kemiskinan sebesesar 41 trilyun dan menglami kenaikan pada tahun 2007 menjadi Rp 51 trilyun. Di tahun ini anggarannya mengalami kenaikan kembali menjadi Rp 58 trilyun untuk 51 program yang tersebar di berbagai kementerian dan departemen.

Perhatian pemerintah tersebut telah memberikan hasil yang sangat baik dalam capaian pembangunan yang dilaksanakan. Tingkat pendidikan, kesehatan, pendidikan, kesehatan dan taraf hidup masyarakat semakin meningkat. Indikasi tersebut dapat dilihat dari semakin menigkatnya Indeks Pembanguan Manusia (IPM) Indonesia yang terus meningkat. Dalam Human Development Report (HDI) 2007-2008, Indonesia berada pada rangking 107 yang artinya mengalami perbaikan karena tahun sebelumnya berada di peringkat 108.

Di sisi lain, kemiskinan yang diderita penduduk juga mengalami penurunan. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) sejak krisis ekonomi 1998 yang mengakibatkan lonjakan penduduk miskin sebesar 24,23 % atau 47,97 juta jiwa, jumlah penduduk miskin Indonesia terus mengalami penurunan. Ini terbulti dengan capaian jumlah penduduk miskin menjadi 16,58% atau 37,17 juta jiwa pada Maret 2007.

Tren penurunan juga terjadi pada jumlah pengangguran walaupun dari segi jumlah masih cukup banyak. Hal ini tentunya menjadi tantangan bersama bagi seluruh pemangku kepentingan untuk terus menekan angka pengangguran yang pada tahun 2007 sebesar 10,6 juta dengan perkiraan turun menjadi 9 juta penganggur pada tahun 2008.

Di samping itu, peluang bertambahnya kemiskinan baru akibat berbagai bencana yang disebabkan pengaruh pemanasan global dan perubahan iklim perlu mendapat perhatian dari semua elemen bangsa.

Meskipun demikian, usaha untuk terus meningkatkan kesejahteraan rakyat mendapatkan tantangan yang fundamental di saat kondisi nasional dan global yang kurang menguntungkan. Melambungnya harga komoditas pangan dan harga minyak dunia mengharuskan pemerintah mengambil kebijakan yang berpihak pada rakyat. Pemerintah memilih mengurangi subsidi BBM untuk menyelamatkan APBN dan lebih menekankan subsidi untuk masyarakat di tingkat bawah.

Dengan kondisi demikian, pemerintah tetap konsisten untuk menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus pembangunan nasional melalui berbagai program penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran, pengembangan dan investasi sumberdaya manusia termasuk perempuan, serta tanggap cepat masalah kesejahteraan rakyat.

Oleh karena itu, untuk lebih mengefektifkan berbagai program penanggulangan kemiskinan pemerintah telah mengkonsolidasikannya dalam 3 kluster program yaitu kluster program bantuan dan perlindungan sosial, kluster program pemberdayaan masyarakat, dan kluster pemberdayaan usaha mikro dan kecil.

Pengelompokan program ini juga dimaksudkan untuk lebih mempertajam sasaran program yang menurut data BPS dibagi menjadi 3 kelompok Rumah Tangga Sasaran (RTS), yaitu Rumah Tangga Sangat Miskin, Miskin dan Hampir Miskin. Masyarakat yang sangat miskin diberikan program bantuan dan perlindungan sosial berupa Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Keluarga Harapan (Bantuan Langsung Tunai Bersyarat), dan Bantuan Langsung Tunai sebagai upaya afirmatif pemerintah dalam merespon kenaikan harga BBM tahun 2008.

Realisasi program bagi masyarakat miskin dan hampir miskin yang mempunyai potensi untuk diberdayakan diwujudkan dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dengan wujud pemberian Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) pada setiap kecamatan rata-rata sebesar Rp 2-3 miliar per kecamatan.

Sedangkan kepada masyarakat yang telah menginisiasi dan mampu menjalankan usaha mikro, kecil dan menengah serta ingin mengembangkan usahanya, diberikan akses ke Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan pola penjaminan pemerintah sehingga mereka dapat memperoleh pinjaman modal tanpa agunan.

PMPM Dan Peran Perempuan

PNPM Mandiri merupakan harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan program pemberdayaan masyarakat. Secara karakteristik, PNPM Mandiri akan menjadi instrumen penting untuk meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender dan keberhasilan dalam penanggulangan kemiskinan.

Dalam program ini partisipasi aktif perempuan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan program mulai dari tahap perencanaan hingga pemantauan dan evaluasi program mendapatkan porsi peluang yang sama. Dengan begitu, seluruh aspirasi perempuan dapat tersalurkan dan terwujudkan dalam program-program yang dilaksanakan.

Program PNPM Mandiri juga mengalokasi dana khusus dalam bentuk Simpan Pinjam untuk Perempuan (SPP) yang dikhususkan untuk pemberdayaan perempuan. Dari hasil pemantauan di lapangan, SPP telah dimanfaatkan secara penuh oleh perempuan dan yang paling membanggakan adalah tingkat pengembalian pinjaman mencapai 99%. Ini memberikan arti bahwa sebenarnya kalau perempuan diberikan kesempatan maka hasilnya akan jauh lebih baik.

Untuk itu, berbagai upaya harus terus dilakukan dalam mempersiapkan perempuan agar mampu mengakses dan memperoleh manfaat yang sama dan setara dengan laki-laki dalam PNPM mandiri sehingga perempuan terlibat aktif dalam proses perencanaan dan realisasi program. Dengan demikian, perempuan tidak hanya terposisi sebagai objek melainkan mampu menjadi bagian subyek utama pembangunan.

Melihat begitu pentingnya peran serta kaum perempuan dalam proses pembangunan dibutuhkan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan seperti organisasi dan lembaga masyarakat dalam menunjang pemberdayaannya.

Program Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), misalnya, yang memiliki akar hingga ke dasa wisma memiliki peran yang strategis dalam mendorong perang aktif kaum perempuan untuk mengisi proses pembangunan. Hal ini karena gerakan PKK merupakan Gerakan Nasional yang tumbuh dari bawah (keluarga) yang dikelola dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Untuk mewujudkan hal tersebut memang tidaklah semudah di ucapan. Terlebih lagi persoalan penyebab terjadinya masalah sosial, kemiskinan dan pengangguran semakin komplek. Inilah yang menjadi tantangan bagi jajaran tim penggerak PKK dengan segenap unsurnya untuk meningkatkan pemberdayaan kesejahteraan keluarga.

Kiprah Tim Penggerak PKK sebenarnya sudah tercermin pada upaya mengarahkan 10 program Pokok PKK kepada upaya percepatan penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran. Di bidang ekonomi, TP PKK dapat lebih mendorong upaya peningkatan pendapatan keluarga, melalui program murni kreasi TP PKK maupun program kemitraan dengan berbagai program pemerintah atau pemerintah daerah di bidang ekonomi, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), program pembinaan usaha mikro, pemanfaatan pekarangan usaha produktif, dan berbagai basis variasi program yang ada.

Di dalam program PNPM mandiri PKK tentunya dapat berperan dalam membantu fasilitator PNPM Mandiri atau mendampingi masyarakat sebagai pemanfaat program terutama kaum perempuan agar mampu menetapkan program sesuai dengan kebutuhan mereka. Organisasi PKK juga dapat berperan dalam mensosialisasikan setiap program pemerintah khususnya dalam rangka menanggulangi kemiskinan dan membantu memantau pelaksanaan program agar sesuai dan tepat sasaran.

Di bidang sosial budaya, TP PKK diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya keluarga, melalui peningkatan pelayanan kesehatan seperti posyandu. Selain itu, juga dapat mendorong meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia melalui upaya pendidikan masyarakat, pelatihan keterampilan perempuan, dan pengembangan wawasan yang dibutuhkan.

Penutup

Gerakan PKK sebagai salah satu lembaga kemasyarakatan yang telah diakui manfaatnya bagi masyarakat terutama dalam upaya meningkatkan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga tentu perannya harus terus ditingkatkan. Peran PKK harus lebih rasional, realistis dan responsif sesuai kapasitas, kemampuan dan kompetensi yang dimiliki sehingga hasil kerja dan diakui serta berdampak bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya.

Untuk itu pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat memfasilitasi peningkatan kapasitas PKK sampai kepada kader-kader dasa wisma sehingga PKK mempunyai kader-kader yang handal. Pada akhirnya, kader-kader PKK mampu berperan aktif mendorong masyarakat untuk bangkit secara intelektual, sosial dan ekonomi sehingga mampu meraih kesejahteraannya. Nah, jika hal itu bisa diwujudkan maka dengan sendirinya kemiskinan dan pengangguran akan dapat ditanggulangi.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi 2 Juni 2008

Selasa, 12 Agustus 2008

BLT dan Pengurangan Subsidi BBM

“Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak akan menambah jumlah orang miskin baru, tetapi hanya mengurangi kenikmatan orang mampu.” (Wakil Presiden M. Jusuf Kalla)

Pilihan menaikan harga BBM merupakan opsi terakhir yang ditempuh pemerintah mengingat semakin melambungnya harga minyak yang menembus angka di atas 130 dollar AS per barel. Harga minyak tersebut memang telah jauh melebihi asumsi di APBN Perubahan 2008 sebesar 95 dollar AS per barel.

Dengan asumsi harga 95 dollar per barel maka besaran subsidi BBM mencapai Rp.126 triliun atau melonjak tiga kali lipat dari nilai yang ditetapkan dalam APBN 2008, yaitu Rp.45 triliun dengan asumsi harga minyak 60 dolar AS/barel. Besaran subsidi BBM dalam APBN-P tersebut sudah setara dengan 12,7 persen dari total belanja negara atau melonjak dari 5,3 persen dari yang ditetapkan dalam APBN.

Kenaikan harga minyak dunia memang tidak hanya berpengaruh pada sisi belanja negara tapi juga pada sisi pendapatan. Akan tetapi dengan semakin tingginya subsidi BBM tentunya akan mempengaruhi postur APBN. Padahal sesuai dengan desain awal, APBN akan memberikan porsi lebih besar untuk alokasi program kemiskinan dibandingkan dengan subsidi BBM yang selaras dengan visi pemerintah untuk menekan angka kemiskinan.

Kondisi harga minyak dunia yang bergerak naik tentunya berimbas pada keseimbangan tersebut karena nilai subsidi BBM membubung mengikuti gerak kenaikan harga minyak dunia. walaupun pada kenyataannya sebagian besar dari susbsidi BBM lebih dinikmati golongan masyarakat mampu dibandingkan golongan masyarakat miskin.

Hal ini jika dilihat dari laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang mengungkapkan bahwa kecenderungan penggunaan BBM bersubsidi oleh kelompok masyarakat mampu mencapai Rp107,84 triliun dalam APBN Perubahan 2008. Angka ini didasarkan hasil perhitungan Bappenas yang diolah dari Data Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (Susenas BPS) 2007.

Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan exercise Bappenas berdasar survei pola konsumsi BBM Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2002 sebelumnya yang menyebutkan konsumsi BBM Rp103 triliun dinikmati orang mampu. Akibatnya terjadi penurunan jumlah konsumsi BBM bersubsidi masyarakat tidak mampu yaitu Rp.5,15 triliun. Survei ini makin menegaskan bahwa distribusi penggunaan subsidi BBM jauh lebih banyak dinikmati golongan masyarakat mampu.

Pemerintah menyadari bahwa kebijakan pengurangan subsidi BBM bukan berarti tanpa resiko. Hal itu tentu berpengaruh pada naiknya angka inflasi dan semakin besar beban masyarakat miskin. Untuk itu, pengurangan subsidi diimbangi dengan program pengurangan beban masyarakat miskin melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT). Bappenas memproyeksikan jumlah penduduk miskin akan melonjak menjadi 42 juta jiwa pada 2009 atau sekitar 19% dari total populasi jika kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 30% tidak dibarengi dengan program kompensasi Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Dengan adanya pembagian BLT tentu diharapkan dapat menahan lonjakan kemiskinan di masyarakat, sehingga bisa mendekati sasaran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2009 yaitu sekitar 10,0-11,0%. Pemberian BLT yang besarnya Rp100 ribu per bulan untuk masing-masing rumah tangga miskin (RTM) diharapkan mampu menahan anjloknya daya beli masyarakat, sehingga angka kemiskinan tidak melonjak seperti tahun 2006.

Mengutip penyataan Menko Kesra Aburizal Bakrie, BLT yang sedang dikerjakan merupakan salah satu jalan yang terbaik. Bila suatu negara mengalami krisis tentunya rakyat diberi bantuan. Jadi BLT ini merupakan hak, bukan kewajiban, itu artinya kalau dia mau, diambil, tapi kalau tidak mau, tidak diambil tidak apa-apa. Akan tetapi, tidak ada siapapun yang bisa memaksa untuk mengambil atau memaksa untuk tidak mengambil.

Sebagian kalangan dan beberapa kepala daerah menyatakan keberatan dan menganggap program BLT tidak efektif membantu masyarakat menghadapi dampak kenaikan bahan bakar minyak. Hal ini tentu harus dimaklumi karena mungkin mereka belum sepaham bahwa program ini hanya ditujukan untuk meningkatkan daya beli yang turun akibat kenaikan harga BBM.

Pemerintah tetap menjalankan program bantuan langsung tunai (BLT) sebagai kompensasi kepada masyarakat atas keputusan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan mengevaluasi pelaksanaan BLT sebelumnya supaya kelemahan-kelemahan program tersebut tidak lagi terulang dalam pelaksanaan BLT tahun ini.

Program untuk mengatasi kemiskinan dan menekan dampak buruk kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) melalui BLT tentunya bukan satu-satunya program pemerintah untuk mengatasi kemiskinan. Pemerintah tetap akan melaksanakan program pengentasan kemiskinan pada 2008 dan 2009 seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Program beras untuk masyarakat miskin (raskin), Jaminan kesehatan untuk masyarakat (Jamkesmas), Bantuan Operasional Sekolah untuk siwa miskin (BOS), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, Kerdit Usaha Rakyat (KUR) serta program subsidi-subsidi lainnya.

Seluruh program yang ada dikelompokkan menjadi tiga Kluster yaitu, pertama, “di beri ikan” berupa program bantuan dan perlindungan sosial seperti BLT, Raskin senilai Rp.4,2 triliun, BOS untuk siswa miskin, Jamkesmas, dan bantuan sosial korban bencana, penyandang cacat dan lansia yang memang diberikan karena ada masyarakat atau golongan sangat miskin yang membutuhkan. Kluster kedua bersifat “diajari memancing atau kail” yang diwujudkan dalam bentuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di mana setiap kecamatan akan diberi dana bagi pemberdayaan masyarakat.

Program ini dalam realisasinya, mengambil peran aktif masyarakat untuk menentukan program apa yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Kelompok masyarakat dapat menentukan sendiri kegiatan pembangunan yang dipilih sesuai rambu-rambu program yang telah ditentukan, manajemen, dan pengambilan keputusan ditentukan di tingkat lokal. Program PNPM Mandiri mencakup 3.999 kecamatan, 36.417 desa pada tahun 2008 dengan anggaran sebesar Rp 3 miliar perkecamatan dengan disediakan anggaran Rp 13,2 triliun. Pada tahun 2009 akan ditingkatkan menjadi 5.720 kecamatan dan 73.000 desa.

Kluster ketiga, “diajari untuk punya pancing dan perahu sendiri” yang diwujudkan dengan pemberdayaan usaha mikro dan kecil melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program ini untuk membantu usaha mikro dan kecil yang selama ini merasa kesulitan dalam mengakses modal. Dengan kemudahan memperoleh kredit ditambah tanpa prasyarat agunan membuat program KUR sangat prospektif bagi kalangan usaha mikro dan kecil yang kesulitan mengembangkan usahanya akibat keterbatasan modal. Saat ini Kredit Usaha Rakyat (KUR) diarahkan untuk kredit di bawah 5 juta tanpa agunan dan telah tersalurkan Rp.5 triliun kepada 400 ribu nasabah. Tahun 2009 nanti alokasi dana KUR akan ditambah Rp.1 triliun.

Penutup

Pro dan kontra terhadap program BLT hendaknya tetap dikerangkai semangat untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Untuk itu, sangatlah dibutuhkan pikiran yang jernih bahwa usaha pemerintah dalam membantu rakyat miskin membutuhkan dukungan dari semua pemangku kepentingan dan harus disukseskan.

Bukankah kemiskinan hanya bisa dipecahkan jika terjadi kekompakan dan kesadaran bersama dari semua stakeholder baik pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk menanggulanginya secara terarah dan efektif.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi I Juni 2008

Memberikan Ikan dan Kail

Filosofi penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat diibaratkan seperti analogi ikan dan kail. Banyak yang bilang bahwa dengan memberikan ikan kepada orang miskin tidak akan menyelesaikan masalah tapi justru membuat ia akan bergantung. Pilihan yang dinilai tepat adalah memberi kail pada mereka.

Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan tentu tidak selesai begitu saja dengan pilihan seperti analogi di atas. Secara lebih lanjut analogi tersebut sangat perlu diperluas. Pilihan memberi kail saja ternyata tidak cukup karena walaupun orang punya kail jika tidak memiliki cara mengail tentunya tidak akan memperoleh ikan. Di sinilah pentingnya pemberian ketrampilan bagi proses pemberdayaan masyarakat.

Untuk itu, upaya pemerintah dalam mengurangi pengangguraan dan kemiskinan ditempuh melalui tiga langkah, yaitu pertama, dengan menyediakan "ikan" atau bantuan langsung bagi masyarakat yang benar-benar sudah tidakberdaya. Kedua, menyediakan "kail" bagi masyarakat agar mereka bisa memberdayakan diri sendiri dan ketiga, pemberian Kredit Untuk Rakyat (KUR).

Dalam acara silahturahmi peserta Temunas PNPM Mandiri dengan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, di Istana Negara pada 30 April yang lalu, presiden mengungkapkan bahwa program memberi ikan juga masih dibutuhkan bagi sebagian masyarakat.

Hal ini menginggat masih ada sebagian masyarakat yang kondisinya memang sangat memprihatinkan, sangat miskin, the poorest of the poor walaupun jumlahnya sedikit. Kelompok ini memang masih memerlukan ikan karena belum mampu untuk menangkap ikan meskipun dikasih kailnya.

Untuk itu, dalam implementasi program yang memberikan ikan ini dilakukan dalam berbagai bentuk program seperti pengobatan gratis atau Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), pemberian beras untuk mereka yang sungguh miskin (Raskin), menggratiskan pendidikan melalui Program BOS dan program-program yang lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH). Selain itu kebijakan bantuan sosial juga diberikan kepada para korban bencana, kelompok sosial yang rentan, golongan lanjut usia, dan lain-lain.

Di sisi lain, untuk sebagian masyarakat yang sudah mampu diberdayakan, implementasi program yang dilaksanakan berwujud pemberdayaan masyarakat melalui wadah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Realisasi PNPM Mandiri yang dicanangkan sejak sejak setahun yang lalu itu pada tahun 2008 telah menjangkau 36.000 desa dengan rincian 20.000 merupakan desa tertinggal dan 16.000 bukan desa tertinggal. Cakupan program ini ditargetkan meningkat hingga menjangkau 73.000 desa pada tahun 2009 dengan peningkatan dana Rp30 triliun. Sehingga, jika pendanaan untuk PNPM di satu kecamatan yang saat ini mencapai Rp1,5 miliar per tahun, diharapkan pada 2009 jumlahnya meningkat menjadi Rp3 miliar per kecamatan per tahun.

Pemberdayaan masyarakat selain melalui PNPM Mandiri, masih ada satu kail yang yaitu program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tujuan program ini memberikan kemudahan kepada para pengusaha kecil memperoleh tambahan modal usaha sehingga mampu tumbuh dan berkembang dengan baik.

Kebijakan dan program ini memberikan solusi bagi usaha kecil yang merasa kesulitan mendapatkan modal dari perbankkan karena agunannya atau persyaratannya yang banyak dan tidak bisa dipenuhi masyarakat miskin. Dalam program ini permasalahan agunan dapat teratasi karena pemerintah telah memberikan agunannya. Berbagai kemudahan tersebut diharapkan menjadi tumpuan bagi kebangkitan UMKM. Alhasil, dari sejak diresmikan bulan November tahun lalu jumlah kredit telah mencapai Rp 3,5 triliun. Kondisi ini tentunya akan memberikan efek positif bagi pengurangan kemiskinan dan pengangguran.

Peran Pemda

Sejak 2004 dana yang dialokasikan untuk pengurangan kemiskinan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat terus bertambah. Pada tahun 2004 dana yang dialokasikan sejumlah Rp19 triliun, kemudian pada 2005 menjadi Rp24 triliun, pada 2006 sebesar Rp 41 triliun, 2007 sebesar Rp 51 triliun dan pada 2008 sebesar Rp58 triliun. Alokasi dana yang cukup besar bagi pemberdayaan masyarakat miskin tentunya harus mampu dikelolah secara optimal dan tepat sasaran.

Di sinilah, peran pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan sangat strategis dalam identifikasi dan memahami permasalahan, dan menemukan alternatif pemecahan masalah sesuai dengan ciri-ciri dan karakteristik sosial budaya yang berkembang di masyarakat. Sesuai dengan yang dikemukan Hans H. Munker dan Izzedin Bakhit dalam Attacking The Roots of Poverty, bahwa pembangunan berkarakter pemberdayaan rakyat harus bisa memobilisasi dan bertumpu pada potensi-potensi lokal.

Pemerintah daerah juga bertanggungjawab dalam mengawal kesuksesan setiap program yang dilaksanakan. Untuk itu, pemimpin di daerah harus turun langsung ke masyarakat agar benar-benar mengetahui permasalahan. Sehingga program pemberdayaan masyarakat tidak hanya bersifat top down namun juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Penutup

Pelaksanaan penanggulangan kemiskinan melalui PNPM Mandiri ini dilakukan dengan cara yang berbeda antara desa tertinggal dan desa bukan tertinggal. Untuk desa tertinggal Pemerintah Pusat akan membantu untuk perencanaan, sedangkan desa bukan tertinggal perencanaan dilakukan secara mandiri mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan.

Oleh karena itu, komitmen yang kuat dari para pemangku kepentingan (stakeholders) baik dari kalangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dunia usaha, lembaga masyarakat sipil, dan masyarakat sendiri sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan PNPM Mandiri sesuai harapan rakyat Indonesia.

Salah satu langkah yang ditempuh adalah memberikan pembinaan, pelatihan, dan berbagai fasilitasi dalam upaya pengurangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Di samping itu juga memberikan motivasi, fasilitasi, dan advokasi terhadap masyarakat penerima program untuk menjalankan PNPM Mandiri dengan sungguh-sungguh sehingga masyarakat dapat bangkit dari kemiskinan dan menjadi mandiri.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi II Mei 2008

Hari Pemberdayaan Masyarakat

”Saya akan tetapkan tahun depan, tanggal 30 April sebagai hari pemberdayaan masyarakat yang akan kita peringati setiap tahunnya. Asalkan programnya berjalan dengan baik. Saya ingin lihat dalam satu tahun ini. Kalau dalam satu tahun ini baik, seluruh Indonesia semua bersemangat, pimpinannya bersemangat, rakyat merasakan hasilnya.” (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 30 April 2007)

Ungkapan presiden ini disampaikan saat peluncuran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di Palu Sulawesi Tengah (Sulteng), 30 April tahun lalu. Jika program yang dicanangkan saat itu yaitu PNPM dapat berjalan dengan baik maka setiap tanggal 30 April akan ditetapkan sebagai Hari Pemberdayaan Masyarakat.

Pencanangan program PNPM Mandiri didasari pada kenyataan bahwa berbagai program pembangunan berbasis masyarakat (Community Driven Development – CDD) dan aktivitas padat karya (Labor Intensive Activities – LIA) yang selama bertahun–tahun dijalankan pemerintah melalui departemen sektoral belum mencapai hasil yang maksimal dalam meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran, dan kemandirian masyarakat. Berbagai program tersebut masih terdapat kelemahan karena adanya perbedaan pendekatan, model, kriteria, indikator, kelembagan dan manajemen pengelolaan dana. perbedaan ini tentu menyulitkan pemerintah untuk membuat perbandingan antarprogram yang dijalankan. Di samping itu, program yang ada masih mengalami kelemahan dalam koordinasi dan menelan biaya operasional yang cukup besar.

Memang kita tidak bisa memungkiri bahwa berbagai program pemberdayaan yang bersifat parsial, sektoral dan charity yang pernah dilakukan sering berhadapan dengan berbagai kendala seperti salah sasaran, menumbuhkan ketergantungan masyarakat pada bantuan luar, terciptanya benih-benih fragmentasi sosial, dan melemahkan kapital sosial yang ada di masyarakat (gotong royong, musyawarah, keswadayaan, dll). Akibatnya timbul perubahan dan pergeseran perilaku masyarakat yang semakin jauh dari semangat kemandirian, kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama.

Hasil semua itu dapat kita lihat dengan masih tingginya prosentase penduduk miskin dan pengangguran. Dengan dasar ini, Presiden mengumumkan kebijakan baru tentang Percepatan Pengentasan Kemiskinan dan Penciptaan Lapangan Kerja sesuai dengan Sasaran Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals-MDGs) pada tanggal 7 September 2006. Targetnya adalah mengentaskan kemiskinan dan pengangguran dengan laju kemiskinan menjadi 8,2 % dan laju pengangguran 5,1 % pada tahun 2009. Oleh karena itu, sangat penting digunakan pendekatan yang terintegrasi dengan target pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja yang lebih efektif.

Inilah cikal bakal lahirnya program yang mengkoordinasikan seluruh program-program penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Untuk menindak lanjuti kebijakan presiden tersebut, maka pada tanggal 12 September 2006, Menko Kesra dan Menteri-Menteri terkait meluncurkan sebuah program nasional berjudul “Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat” disingkat PNPM yang kemudian oleh Presiden diberi nama PNPM Mandiri. Harapannya program ini akan dapat menjadikan masyarakat sejahtera secara mandiri.

PNPM Mandiri merupakan suatu program nasional baru bagi pemberdayaan masyarakat dan merupakan suatu instrument utama guna mempercepat pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan. PNPM Mandiri secara konkrit berusaha dengan melibatkan individu-individu dan masyarakat untuk memecahkan kemiskinan di dalam peningkatan kondisi ekonomi dan sosial yang mempunyai sasaran membangun komunitas secara mandiri melalui metode - metode yang holistik dan terpadu.

PNPM Mandiri dibangun atas program-program yang ada tentang pembangunan berbasis masyarakat (CDD) dan kegiatan- kegiatan padat karya (LIA), khususnya Program Pembangunan Kecamatan (PPK) dan Program Pengentasan Kemiskinan Kota (PPKT). Di bawah PNPM Mandiri, program CDD dan LIA akan diintegrasikan dan diharmonisasikan dengan menggunakan pendekatan yang terintegrasi.

PNPM Mandiri dalam pelaksanaanya dikoordinasikan oleh TKPK di tingkat pusat dan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan daerah (TKPKD) untuk di tingkat Daerah (provinsi/kabupaten/kota). Untuk itu, semua sektor dan Pemda seharusnya mengadopsi pendekatan yang disatukan ini di bawah PNPM Mandiri.

Realisasi program ini dimulai pada tahun 2007 dengan cakupan 2.806 kecamatan miskin di semua propinsi di Indonesia dan diimplementasikan melalui Mendagri dan Menteri PU. Kemudian mulai tahun 2008 semua proyek pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja harus direncanakan bersama (kebijakan perencanaan satu pintuOne Door Policy) dan pada tahun 2009 seluruh kecamatan di seluruh Indonesia yang berjumlah 5.720 kecamatan tercakup dalam program ini.

Temu Nasional

Dengan latar belakang tersebut Temu Nasional PNPM Mandiri diselenggarakan sebagai wujud tindak lanjut dari diluncurkanya PNPM Mandiri. Temu Nasional PNPM diharapkan menjadi media evaluasi dan penguatan komitmen seluruh pemangku kepentingan dalam mensikronkan dan mengharmonisasikan berbagai program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat yang saat ini tersebar di 21 kementerian dan lembaga dengan dana lebih dari 13 triliun.

Tujuan dari penyelengaraan Temu Nasional PNPM Mandiri merupakan peringatan 1 (satu) tahun PNPM Mandiri. Di samping itu untuk menghargai usaha keras dari berbagai kelompok masyarakat dalam melakukan pemberdayaan melalui PNPM Mandiri maupun non PNPM secara berkelanjutan. Hingga saat ini sudah terbentuk 400.000 kelompok masyarakat dari berbagai organisasi pemerintah maupun non pemerintah yang melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang berasal dari akar rumput di lingkungan masyarakat.

Hal yang tak kalah penting juga bertujuan untuk menghargai upaya yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam mengembangkan usaha produktifnya melalui PNPM mandiri, membangun kerjasama dan kemitraan antar pemamngku kepentingan, serta mendapatkan umpan balik (feed back) terhadap program dan kebijakan penanggulangan kemiskinanyang telah dan sedang dilakukan untuk penyempurnaan program pada masa yang mendatang.

Penutup

Penyelenggaraan Temu Nasional PNPM mandiri tahun 2008 diharapkan mampu menghasilkan sebuah deklarasi pemberdayaan masyarakat sehingga berbagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan dapat terukur keberhasilannya serta mampu menjadi gerakan nasional yang perlu mendapat perhatian semua pihak. Dan, pada momen ini pula akan dicanangkan tanggal 30 April sebagai Hari Pemberdayaan Masyarakat oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi I Mei 2008

Harmonisasikan Program Penanggulangan Kemiskinan

”Kemiskinan tidak bisa diatasi hanya dengan memasang iklan, seminar, atau memasang poster." (Presiden Susilo Bambang Yudoyono)

Peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu prioritas pembangunan tahun 2008. Secara maknawi, berbagai program dan kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2008 tentu harus lebih disinergikan agar benar-benar optimal dan efektif dalam pelaksanaannya.

Untuk itu, sasaran program-program penanggulangan kemiskinan difokuskan pada program dan kegiatan yang mempunyai manfaat nyata kepada masyarakat miskin dan rumah tangga miskin. Selain itu, difokuskan pula pada program dan kegiatan yang menjangkau lokasi atau daerah miskin dengan kategori mempunyai jumlah masyarakat miskin dan rumah tangga miskin yang besar.

Pada RPJM 2005-2009, target penurunan penduduk miskin adalah menjadi 8,2 persen. Karenanya, pemerintah terus berusaha menjaga momentum penanggulangan kemiskinan dengan menerapkan prinsip-prinsip utama, yaitu mengusahakan pengurangan biaya hidup kelompok masyarakat miskin, mengusahakan peningkatan pendapatan kelompok masyarakat miskin, dan mengusahakan stabilitas ekonomi.

Pemerintah juga telah menyiapkan empat langkah antisipasi, yaitu stabilisasi harga kebutuhan pokok, mendorong perkembangan sektor riil, terutama UMKM dan pertanian, program penanggulangan kemiskinan, dan program diversifikasi energi

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta atau 16,58 persen, sedangkan penduduk miskin pada Maret 2006 berjumlah 39,30 juta atau 17,75 persen. Artinya, dalam satu tahun jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,13 juta. Jika dilihat dari aspek wilayah, selama periode Maret 2006- Maret 2007, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,20 juta, sedangkan di daerah perkotaan berkurang 0,93 juta orang.

Pada tahun ini, dalam RAPBN-P 2008, pemerintah menargetkan angka kemiskinan akan turun menjadi 14,2 persen sampai 15 persen, dari 16,58 persen atau 37,17 juta orang pada tahun 2007. Sedangkan angka pengangguran ditargetkan turun menjadi 8 persen sampai 9 persen dari 9,7 persen pada tahun 2007. Perubahan tersebut dipengaruhi kenaikan target inflasi yang menjadi 6,5 persen pada RAPBN-P 2008, dari 6 persen pada APBN 2008. Walaupun perubahannya masih dalam batas yang ditargetkan pemerintah akan tetapi hal itu akan mempengaruhi garis kemiskinan.

Atasi Kesenjangan Antardaerah

Masalah dalam penanggulangan kemiskinan dan pengangguran pada masa kini bukan terletak pada dana namun pada masih kurangnya koordinasi dalam penyelenggaraan program-program terkait. Seperti pada tahun 2006 misalnya, terdapat 53 program yang dijalankan oleh kementerian/lembaga tersebut dengan aturan dan pedoman teknis yang berbeda satu dengan yang lain. Padahal, jika dilihat dari aspek pendanaan, komitmen pemerintah terhadap upaya penanggulangan kemiskinan sangat besar. Hal ini tercermin dari selalu meningkatnya anggaran yang ada.

Pada tahun 2004 anggaran untuk penanggulangan kemiskinan mencapai 18 triliun rupiah, tahun 2005 mencapai 32 triliun rupiah, tahun 2007 mencapai 42,1 trilliun rupiah, dan tahun 2008 berdasarkan DIPA kementerian/lembaga mencapai 80 trilliun rupiah. Anggaran tersebut tersebar di 22 kementerian/lembaga.

Oleh karena itu, sejak tahun 2007 Pemerintah menetapkan adanya kebijakan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja dengan meningkatkan cakupan (scaling-up) dan konsolidasi program-program pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini sebagai wadah bagi seluruh program-program penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja yang berbasis pemberdayaan masyarakat di seluruh kementerian/lembaga.

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program yang diintegrasikan ke dalam PNPM Mandiri pada tahab awal dengan cakupan 2.992 kecamatan di perdesaan dan perkotaan, atau mencakup sekitar lebih 41.000 desa/kelurahan. Setiap kecamatan mendapatkan Bantuan Langsung Masyarakat rata-rata sekitar 0,5 – 1,5 milyar/tahun. Penduduk miskin yang dijangkau diharapkan sekitar 21, 92 juta orang atau 5,46 juta KK di perdesaan dan sekitar 10 juta orang atau 2,5 juta KK di perkotaan.

PNPM Mandiri pada kenyataan di lapangan juga mampu menciptakan lapangan kerja baru sekitar sedikitnya 250 lapangan kerja baru/desa/tahun, sehingga potensi lapangan kerja langsung yang diciptakan oleh program ini sangat besar yaitu sekitar 11 juta orang.

Dengan latar belakang tersebut, maka pada tahun 2008 program-program yang diintegrasikan ke dalam PNPM Mandiri pun bertambah. Tujuannya adalah agar konsolidasi dan sinergi program-program penanggulangan kemiskinan lebih berjalan dengan baik.

Selain PPK atau PNPM-Perdesaan yang dikelola oleh Departemen dalam Negeri dan P2KP atau PNPM-Perkotaan dari Departemen Pekerjaan Umum, maka ditambahkan pula Program Pengembangan Daerah Tertinggal dan Khusus/P2DTK dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan/PPIP dari Departemen P.U., Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan/PUAP dari Departemen Pertanian yang mencakup program ke 10.000 desa pertanian, dan program-program lainnya. Dengan program-program tersebut, maka terdapat anggaran sebesar 13 triliun rupiah atau tiga kali lipat dari anggaran tahun 2007.

Di samping itu, PNPM Mandiri difokuskan pula pada penyelesaian masalah kesenjangan antardaerah. Karenanya, sebagian besar anggaran PNPM Mandiri tahun 2008 diberikan keseluruh desa-desa tertinggal yang belum terlayani oleh program-program sektoral yang jumlahnya sekitar 16.417 desa. Desa-desa tertinggal ini diberikan dana dengan jumlah yang sama yaitu sebesar 250 juta rupiah/desa. Sedangkan sekitar 20.000 desa non tertinggal ditangani dengan pola PNPM Mandiri sebagaimana biasa. Cakupan langsung dari program ini diperkirakan sekitar 62 juta orang.

Selain itu, pada tahun ini juga akan dikembangkan konsolidasi program-program yang ada dalam PNPM Mandiri, seperti PNPM Perdesaan dan PNPM Infrastruktur Perdesaan untuk mendukung pengembangan 10.000 desa pertanian yang dilakukan Departemen Pertanian melalui PUAP.

Target dari konsolidasi program tersebut agar pemberdayaan masyarakat di perdesaan akan lebih cepat hasilnya. Hal ini mengingat Bantuan Langsung Masyarakat yang diberikan kepada satu desa pertanian dapat menjadi sekitar Rp 600 juta. Dana tersebut berasal dari PUAP sebesar Rp 100 juta yang dikhususkan untuk mengembangkan agribisnis perdesaan, kemudian dari PNPM Infrastruktur Perdesaan/PPIP sebesar Rp 250 juta untuk membangun prasarana perdesaan pendukung agribisnis, dan sekitar Rp 250 juta berasal dari PNPM Perdesaan/PPK untuk membangun sarana-sarana lain yang dibutuhkan melalui usulan masyarakat.

Pada desa-desa pertanian tersebut juga akan diperkuat oleh Departemen Komunikasi dan Informatika melalui program pengadaan jaringan telepon perdesaan yang pada tahun ini telah tersedia 38.471 sambungan telepon untuk perdesaan. Dengan keterpaduan perencanaan tersebut diharapkan agribisnis perdesaan berkembang dan menarik bagi tenaga-tenaga kerja perdesaan untuk tetap bekerja di perdesaan. Dan, pada akhirnya jumlah penduduk miskin yang mayoritas berada di perdesaan akan dapat dikurangi.

Penutup

Dengan adanya berbagai program di atas maka harmonisasi program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat tentu sangat penting untuk terus dilakukan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program.

Untuk itu, berbagai aspek perlu diperhatikan dalam kerangka harmonisasi program tersebut yaitu mencakup prinsip-prinsip dasar, pendekatan, strategi, mekanisme, serta prosedur dalam program penanggulangan kemiskinan. Selain itu, berbagai hal juga penting untuk dikonsolidasikan antara lain: pemilihan sasaran, kelembagaan masyarakat, pendanaan dan pelaksanaan seperti sosialisasi, pendamping, database, monitoring dan evaluasi serta pengaduan masyarakat.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi II April 2008

Peringatan Hari Air Dunia dan MDGs

International Year of Sanitation, itulah tema yang diusung pada Hari Air Dunia tahun ini. Setiap tanggal 22 Maret, masyarakat dunia diajak memusatkan perhatian terhadap pentingnya isu mengenai air. Melalui tema ini, masyarakat kembali diingatkan akan bahaya pencemaran air sebagai sumber kehidupan manusia. Sekaligus menegaskan kembali pentingnya tindak nyata semua pemangku kepentingan untuk meningkatkan kualitas air.

Hari Air Dunia yang jatuh pada tanggal 22 Maret ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sejak Sidang Umum PBB ke 47 tanggal 22 Desember 1992 melalui Resolusi Nomor 147/1993. Hari Air Sedunia pun mulai diperingati sejak tahun 1993 oleh negara-negara anggota PBB.

Permasalahan air yang dialami dunia telah mendorong dan meningkatkan kesadaran, kepedulian serta kerja nyata sebagai upaya bersama dari seluruh komponen bangsa dan bahkan dunia agar secara kebersamaan memanfaatkan dan melestarikan sumberdaya air secara berkelanjutan.

Momentum 2008 yang menjadi Tahun Sanitasi Internasional harus kita sikapi dan manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Persoalan sanitasi bagi Indonesia menjadi permasalahan yang penting karena sarana yang tidak layak dan buruknya perilaku higienis akan berdampak pada kematian bayi, angka kesakitan, dan malnutrisi pada anak yang menjadi ancaman besar bagi potensi sumber daya manusia Indonesia serta berdampak pada produktifitas perekonomian.

Sanitasi dapat diartikan bagaimana masyarakat tidak membuang air besar atau air kecil (limbah manusia) atau limbah lain secara sembarangan. Di samping itu, sanitasi juga berarti cara mengelola, memanfaatkan, dan mendaur ulang limbah-limbah tersebut sehingga tidak membahayakan kehidupan.

Begitu pentingnya sanitasi sehingga menjadi salah satu target dalam tujuan pembangunan milenium (MDGs) Indoneisa. Cakupan sanitasi juga menjadi salah satu indikator perkembangan di suatu negara.

Lalu bagaimana kondisi cakupan sanitasi di Indonesia. Dalam laporan perkembangan pencapaian MDGs Indonesia 2007, Indonesia dinilai mendapatkan hasil yang memuaskan dalam pencapaian target menurunkan proporsi penduduk tanpa akses terhadap fasilitas sanitasi dasar. Secara umum prestasi yang diraih sebagai hasil dari adanya berbagai kebijakan, program, dan proyek agar mampu berdampak pada perbaikan kualitas sanitasi telah melebih angka target.

Kita bisa melihat hal itu pada proporsi rumah tangga di perdesaan dan perkotaan dengan akses pada fasiltas sanitasi yang layak mengalami perkembangan yang senantiasa meningkat. Pada tahun 2002 proporsi rumah tangga di perdesaan dan perkotaan sebesar 30,9 persen meningkat drastis pada tahun 2006 menjadi 69,3 persen. Kondisi ini menunjukkan target penurunan proporsi penduduk tanpa akses fasilitas sanitasi dasar sebesar separuhnya pada tahun 2015 telah tercapai pada tahun 2006 karena target tentatifnya pada tahun 2015 adalah 65,5 persen.

Khusus untuk proporsi rumah tangga di perdesaan, akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak juga menunjukkan hasil perkembangan yang sangat baik. Pada tahun 2006, rumah tangga dengan akses sanitasi layak telah mencapai 60,0 persen. Hal itu menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan karena pada tahun 1992 proporsi ini hanya mencapai 19,1 persen sedangkan pada tahun 2000 sebesar 52,3 persen. Pencapaian tahun 2006 untuk kawasan perdesaan tersebut dinilai telah berhasil melapau target MGDs.

Pencapaian yang sama juga dialami rumah tanggga di perkotaan. Proporsi rumah tanggga di perkotaan dengan akses pada fasiltas sanitasi yang layak terus meningkat antara tahun 1992 sampai tahun 2004, yaitu 57,5 % pada tahun 1992 menjadi 80,5 % pada tahun 2004. bahkan, hasil yang lebih memuaskan dialami pada tahun 2006, di mana proporsi rumah tangga di perkotaan dengan akses pada fasilitas sanitasi yang layak telah mencapai 81,8 persen.

Keberhasilan ini tidak terlepas dari hasil berbagai program pembangunan fasilitas pembanguann prasarana dasar seperti Program Pembanguanan Prasarana Desa Tertinggal (1994-1998), Program Pembangunan Air Bersih dan Sanitasi Dasar bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (1996-2002), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan berbagai program yang bertujuan meningkatkan kualitas prasarana dasar yang terkait dengan pencapauian target MDGs serta berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah.

Akan tetapi, meskipun pada 2007 Indonesia dinyatakan berhasil mencapai target tahunan peningkatan akses sanitasi dasar dan air bersih MDGs akan tetapi dinilai masih termasuk negara yang pencapaiannya lambat. Jumlah penduduk Indonesia yang masih bersanitasi buruk dan tidak memiliki akses sanitasi yang layak masih cukup besar.

Ada beberapa faktor yang menjadi kendala sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas sanitasi dasar. Faktor tersebut antara lain cakupan pembangunan yang sangat besar ditambah sebaran penduduk yang tidak merata dan beragamnya wilayah Indonesia serta keterbatasan sumber pendanaan.

Jika dilihat dari aspek pendanaan, pemerintah selama ini belum menempatkan perbaikan fasilitas sanitasi sebagai prioritas dalam pembangunan. Sanitasi masih dianggap sebagai bagian kecil pembangunan infrastruktur. Hal itu antara lain dapat dilihat dari investasi dana pemerintah untuk peningkatan akses sanitasi saat ini yang hanya 27 juta dolar AS per tahun.

Padahal, pengelolaan sanitasi dan air bersih merupakan faktor kunci dalam upaya pemeliharaan kesehatan akan tetapi belum menjadi prioritas pembangunan nasional. Apalagi, sedikitnya 72,5 juta atau 30,7 persen masyarakat Indonesia masih bersanitasi buruk dan tidak memiliki akses sanitasi yang layak.

Faktor lain yang menjadi kendala adalah selain masih rendahnya kesadaran penduduk terhadap lingkungan dan rendahnya kualitas bangunan septic tank. Kondisi ini diperparah dengan masih buruknya sistem pembuangan limbah yang ada.

Oleh karenanya, berbagai langkah-langkah dalam rangka mempercepat pencapaian target Millenium Development Goal (MDGs) untuk mengurangi hingga separoh data penduduk tanpa akses sanitasi memadai tersebut hingga tahun 2015 harus tetap digalakkan.

Berbagai masalah yang masih ada seharusnya dihadapi dengan pendekatan holistik dan terpadu. Koordinasi yang baik antarpemangku kepentingan sangatlah diperlukan dalam upaya penyelenggaraan prasarana dan sarana sanitasi agar lebih sinergis dan saling mendukung serta saling melengkapi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Semua pemangku kepentingan harus terus berkoordinasi dan bekerja bersama untuk melakukan pemetaan kembali, mengurai permasalahan menurut wilayah dan mencari solusinya sehingga menghasilkan kebijakan komprehensif dan bersifat lintas sektoral.

Dan, hal yang tak kalah penting, adalah memberikan pemahaman mengenai masalah sanitasi dan air bersih bagi seluruh masyarakat. Jika ingin sasaran RPJMN 2005-2009 yang menyatakan bahwa pada akhir 2009, kita sudah bebas dari buang air besar di sembarang tempat (sungai atau ladang) dapat tercapai.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi I April 2008