Rabu, 16 Desember 2009

Pemantapan Kelembagaan Penanggulangan Kemiskinan

Pada tanggal 03 Desember lalu telah diselenggarakan Rapat Koordinasi Nasional Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi yang merupakan agenda tahunan dari Sekretariat TKPK Nasional dan sekaligus sebagai forum koordinasi kebijakan dan program serta pengendalian pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah.

Tujuan pelaksanaan Rakornas TKPK Provinsi adalah memantapkan beberapa agenda sehubungan dengan adanya agenda percepatan program-program pemerintah baik dalam program seratus hari maupun program lima tahun ke depan. Hal ini selaras dengan kebijakan pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang akan semakin memantapkan penanggulangan kemiskinan melalui berbagai instrumennya, baik kebijakan maupun kelembagaan di tingkat pusat maupun daerah.

Perubahan tata pemerintahan dari Kabinet Indonesia Bersatu I menjadi Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, menyebabkan adanya perubahan kebijakan dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kabinet Indonesia Bersatu II telah diberi mandat untuk membuat program kerja seratus hari, satu tahun, dan lima tahun ke depan.

Kebijakan tersebut menimbulkan adanya beberapa perubahan atau pemantapan mendasar dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Sasaran penanggulangan kemiskinan telah ditetapkan di dalam RKP 2010 maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.

Pada tahun 2014, angka kemiskinan diturunkan pada angka 8-10 persen, pengangguran 5-6 % dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,3 %- 6,8 % serta inflasi rata-rata 4-6 %. Dengan target tersebut tentu akan membutuhkan berbagai penyesuaian, percepatan, pemantapan, dan penguatan kelembagaan agar sasaran tersebut bisa dicapai.

Upaya penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat bukanlah semata-mata tanggung jawab Pemerintah, tetapi tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan, baik Pemerintah Daerah, kalangan dunia usaha, dan kalangan masyarakat sipil, termasuk masyarakat miskin itu sendiri.

Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dan perwujudan pencapaian program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu II, kelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) yang terdiri dari para pemangku kepentingan perlu lebih diperkuat. Untuk itu, di tingkat pusat, kelembagaan TKPK Nasional akan lebih diperkuat dan ditingkatkan di bawah koordinasi dan pengendalian Wakil Presiden. Sedangkan kelembagaan penanggulangan kemiskinan di daerah tetap dilaksanakan oleh TKPK Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai wadah koordinasi dan pengendalian pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah.

Meski demikian pada prinsipnya upaya penanggulangan kemiskinan tetap mengacu pada tiga kluster program yang ada yaitu pertama, mengembangkan bantuan sosial. Kedua, meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri atau yang lebih dikenal dengan PNPM Mandiri. Ketiga, meningkatkan akses usaha mikro dan kecil terhadap sumber daya produktif.

Dengan demikian, guna menjamin koordinasi dan harmonisasi upaya penanggulangan kemiskinan dalam rangka program seratus hari, satu tahun dan lima tahun ke depan maka dibutuhkan beberapa langkah strategis antara lain; Pertama, penguatan kelembagaan TKPK daerah. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah teknis di daerah dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan. Bagi daerah yang belum terbentuk TKPK kab/kota diharapkan segera diwujudkan sedangkan bagi yang sudah terbentuk perlu dilakukan penguatan kapasitas kelembagaan yang ada.

Kedua, pentingnya integrasi atau pemantapan mengenai bantuan sosial terpadu bagi masyarakat miskin berbasis keluarga. Penyaluran bantuan yang berbasis rumah tangga perlu dipertajam dengan berbasis keluarga. Sesuai dengan hasil evaluasi yang dilakukan, program-program bantuan yang ada di kluster satu ini belum terintegrasi dengan baik. Antara program yang dijalankan dalam menggunakan data cakupan penerima program belum berbasis pada data yang sama. Dengan demikian, mekanisme pemberian bantuan sosial kepada keluarga miskin harus terus diperbaiki dan ditingkatkan.

Ketiga, meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri atau yang lebih dikenal dengan PNPM Mandiri. PNPM Mandiri memang telah dilaksanakan di seluruh kecamatan. Namun demikian, tantangan berikutnya adalah bagaimana meningkatkan kualitas pelaksanaan PNPM Mandiri termasuk meningkatkan peran Pemda agar partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat lebih ditingkatkan.

Oleh karena itu, sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan No 168/PMK 07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama (DDUB) untuk penanggulangan kemiskinan sangat penting dilakukan mengingat hal ini memuat tatacara dalam pendanaan program bersama. Keberadaan Peraturan Menteri Keuangan tersebut sekaligus menjadi payung hukum terhadap sharing pendanaan PNPM Mandiri antara pusat dan daerah. PMK ini hanya berlaku untuk PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan.

Dengan adanya PMK tersebut, pemerintah daerah diharapkan tidak ragu lagi untuk menyediakan dan mewujudkan sharing anggaran untuk PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan. Karena itu, jika memang masih ada daerah yang tidak sanggup atau tidak bisa menyediakan Dana Daerah Urusan Bersama (DDUB) untuk penanggulangan kemiskinan maka PNPM Mandiri yang ada di daerah tersebut akan dikurangi dan dialihkan kepada daerah lain yang lebih membutuhkan, kecuali bagi daerah yang tertimpa bencana.

Adanya perubahan kebijakan dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan tersebut tentu membutuhkan persiapan maksimal dari setiap daerah. Untuk itu, secara kelembagaan TKPK Provinsi harus memantapkan koordinasi dan sinerginya di tingkat provinsi masing-masing.


Penutup

Pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi 2009 kali ini memang tidak membahas semua permasalahan dalam penanggulangan kemiskinan yang ada namun lebih difokuskan pada penguatan kelembagaan di dalam upaya memantapkan kelembagaan TKPK Provinsi, meningkatkan koordinasi, sinkronisasi dan sinergi dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Oleh karena itu perlu dilakukan penguatan kapasitas kelembagaan bagi TKPK Provinsi sebagai forum dialog lintas pelaku yang efektif agar mempu menjalankan fungsi koordinasi kebijakan dan program serta pengendalian pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah.

TKPK Provinsi harus mampu menjadi lembaga yang professional, transparan, dan akuntabel serta memiliki sumberdaya manusia yang permanen dalam pengelolahan sekretariat TKPK di daerah.

Dengan demikian diharapkan TKPK Provinsi mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai upaya koordinasi penanggulangan kemiskinan dalam aspek integrasi pada tahap perencanaan, sinkronisasi pada tahap pelaksanaan dan sinergi antar pelaku. (dimuat di Majalah Komite edisi 15-31 Des 2009)

Mengoptimalkan Pemberdayaan Perempuan



Penduduk perempuan di Indonesia yang jumlahnya mencapai separoh lebih populasi penduduk merupakan potensi yang sangat besar untuk kemajuan pembangunan. Akan tetapi perempuan seringkali tidak mendapatkan akses yang optimal dalam proses pembangunan.


Kemiskinan masih menjadi salah satu persoalan utama di Indonesia. Jumlah penduduk penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Jumlah tersebut dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya mengalami penurunan yang cukup signifikan. Penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 berjumlah 34,96 juta (15,42 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.

Selain itu pada periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

Meski demikian pemerintah terus meningkatkan upaya pengurangan penduduk miskin melalui beragam program penanggulangan kemiskinan yang ada. Pemeritah bahkan mematok target penurunan angka kemiskinan pada tahun 2010 menjadi menjadi 12-13,5 persen.

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah tetap menerapkan tiga langkah utama yaitu pemberian bantuan kepada golongan sangat miskin, adanya pembelajaran untuk kerja mandiri untuk masyarakat dan infrastruktur, dan kredit usaha rakyat (KUR). Selain itu, penciptaan lapangan kerja juga menjadi fokus perhatian karena dengan tersedianya lapangan kerja maka kemiskinan akan dapat dikurangi.

Proses pelaksanaan ketiga kelompok program ini memang sudah dapat dikoordinasikan secara mantap dan sudah berjalan dengan baik di masing-masing institusi pelaksana program.

Penanggulangan kemiskinan memang sudah seharusnya menjadi prioritas program pemerintah. Hal ini karena pengaruh kemiskinan sangat berdampak besar terhadap keharmonisan tatanan sosial. Kemiskinan bahkan menyebabkan timbulnya kerawanan sosial bagi masyarakat.

Kemiskinan juga menjadi salah satu alasan masih rendahnya Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Berdasarkan Human Development Report 2009, angka Human Development Index (HDI) Indonesia memang mengalami kenaikan dari 0.729 menjadi 0.734, namun tetap berada pada peringkat ke 111 dan berada dalam kategori menengah seperti tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan secara menyeluruh kualitas manusia Indonesia relatif masih sangat rendah dibandingkan dengan kualitas manusia di negara-negara lain di dunia.


Kualitas Hidup Perempuan

Kemiskinan jelas memberi efek yang buruk bagi kehidupan seseorang. Ketika predikat miskin disandang seseorang atau keluarga maka sosok yang menerima dampak ‘terberat’ dari kemiskinan tersebut adalah perempuan. Kaum perempuan senantiasa selalu berada dan merasakan dampaknya mengingat setiap saat perempuan bergelut dan terus harus mencukupi kekurangan dalam rumah tangga dengan berbagai cara berusaha untuk menghemat demi terpenuhinya kebutuhan.

Kemiskinan juga berpengaruh besar terhadap kualitas hidup kaum perempuan. Karenanya fokus terbesar dari Millenium Development Goals (MDGs) juga memberi perhatian yang lebih pada perempuan. Kaum perempuan dinilai masih sangat rentan terhadap persoalan kemiskinan, kelaparan, dan ketidaksetaraan gender.

Kemiskinan pun kerapkali berimbas pada kualitas kehidupan mereka yang berakibat rendahnya pendidikan dan kesehatan. Indikasinya dapat dilihat pada masih tingginya angka kematian ibu (AKI). Di negara miskin, sekitar 25-50 persen kematian perempuan usia subur disebabkan oleh masalah terkait kehamilan, persalinan dan nifas.

Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa di seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin yang artinya setiap menit ada satu perempuan yang meninggal.

Di Indonesia sendiri angka kematian ibu (AKI) juga masih tergolong tinggi. Angka Kematian Ibu (AKI) menurut survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) mutakhir masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Tahun ini pemerintah melalui Departemen Kesehatan menargetkan pengurangan angka kematian ibu dari 26,9 persen menjadi 26 persen per 1000 kelahiran hidup.

Kualitas hidup kaum perempuan sampai saat ini memang masih jauh tertinggal dibandingkan laki-laki. Masih sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan peluang untuk berpartisipasi secara optimal dalam proses pembangunan. Akibatnya, jumlah perempuan yang bisa menikmati hasil pembangunan pun masih terbatas. Kondisi yang demikian tentu cukup memprihatinkan mengingat lebih dari separuh penduduk Indonesia adalah perempuan.

Melihat realitas yang demikian, maka upaya mengentaskan perempuan dari jeratan kemiskinan menjadi keharusan yang harus menjadi komitmen seluruh pemangku kepentingan di negeri ini. Hal ini mengingat sesunggunya kemiskinan yang dialami kaum perempuan bukan hanya kemiskinan ekonomi. Namun mereka juga miskin atau dimiskinkan dari akses pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Sehingga mereka tidak memiliki ketrampilan yang memadahi untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang produktif secara ekonomi. Terlebih lagi kaum perempuan tetap dituntut tetap memenuhi kodratnya sebagai perempuan yaitu hamil, menyusui hingga mengurus keluarga.


Penutup

Kondisi kaum perempuan di Indonesia mayoritas masih hidup dalam belenggu kemiskinan. Untuk itu dibutuhkan upaya keras dari seluruh pemangku kepentingan agar mereka mampu bangkit dari kemiskinan. Untuk itu beragam program pemberdayaan masyarakat maupun penanggulangan kemiskinan harus tetap berbasis keadilan gender. Perempuan jangan dipahami sebagai makhluk lemah namun sebagai aset dalam proses pembangunan.

Dengan demikian upaya yang penting dilakukan adalah menciptakan mekanisme ekonomi yang menyediakan akses kepada perempuan miskin serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengangkat dirinya menjadi tenaga-tenaga produktif dalam proses pembangunan bangsa.

Harapan terhadap kaun perempuan miskin untuk bangkit tentu bukan hanya angan semata jika peluang dan akses tersedia. Kita tidak perlu segan berguru pada pada Muhammad Yunus yang rela mendirikan Grameen Bank yang memberikan akses modal bagi kaum perempuan miskin di Bangladesh.

Kesuksesan Grameen Bank dalam meningkatkan status sosial dan ekonomi kaum miskin tersebut dapat dijadikan inspirasi dari semua pemangku kepentingan untuk melakukan peran nyata dalam setiap usaha pengentasan kemiskinan. Dengan demikian, upaya pemberdayaan perempuan dan penanggulangan kemiskinan berbasis gender akan dapat secara nyata dialami kaum perempuan di Indonesia. (dimuat di Majalah Komite edisi 1-14 Des 2009)

Optimalkan Kredit Bagi UKM

"Tiap tahun penyaluran dana KUR diharapkan mencapai Rp20 triliun, sehingga dalam 5 tahun ke depan mencapai Rp100 triliun, untuk membantu permodalan modal usaha masyarakat,” (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, National Summit, Jakarta, 29/10).


Pemerintah menetapkan target penurunan angka kemiskinan di Indonesia menjadi 8-10% dan angka pengangguran 5-6% dalam jangka lima tahun ke depan. Untuk mewujudkan target tersebut, pemerintah terus berkomitmen dan memastikan program penanggulangan kemiskinan yang ditetapkan melalui tiga kluster yaitu kluster satu, bantuan dan perlindungan sosial, kluster kedua pemberdayaan masyarakat, dan kluster ketiga penguatan usaha mikro dan kecil dapat berjalan dengan baik.

Harus diakui bahwa sejak pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dijalan melaui tiga kluster tersebut angka kemiskinan di negeri ini senantiasa menurun. Kenyataan tersebut dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2009, yang mengungkapkan jumlah penduduk miskin sebesar 32,53 juta (14,15 persen) atau mengalami penurunan sebesar 2,43 juta bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya berjumlah 34,96 juta (15,42 persen).

Dari tiga kluster penanggulangan kemiskinan yang ada, program kredit Usaha Rakyat yang masuk dalam kluster ketiga sempat menjadi sorotan dan dinilai kurang optimal. Pemerintah dan perbankan dinilai kurang optimal mendorong pertumbuhan KUR dengan alasan masih rendahnya realsiasi KUR pada semester pertama 2009. Dari enam bank penyalur, total dana yang tersalurkan dari program ini baru 2,26 triliun.

Akar permasalahan dari melambatnya pertumbuhan KUR pada tahun kedua adalah terletak pada aturan Bank Indonesia yang tidak membolehkan nasabah yang telah mengambil kredit apakah kredit konsumtif misalnya kredit pemilikan sepeda motor, rumah dan sebagainya maupun kredit usaha produktif untuk mengambil KUR, terlepas nasabah yang bersangkutan itu lancar atau tidak dalam mengembalikan pinjamannya.

Aturan ini juga mencakup calon nasabah KUR yang 5 juta ke bawah, padahal KUR. 5 juta ke bawah yang paling banyak diminati dan kreditnya dijamin oleh pemerintah. Karena itu, yang disasar oleh pemerintah adalah jenis nasabah KUR yang 5 juta ke bawah yang mampu mendorong pertumbuhan usaha mikro, memperluas lapangan kerja dan dapat menurunkan kemiskinan secara berkelanjutan.

Bilamana aturan BI ini khusus KUR untuk 5 juta ke bawah dilonggarkan karena sudah ada jaminan dari pemerintah, bukan tidak mungkin KUR yang 5 juta ke bawah akan 'booming' dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta menurunkan kemiskinan secara berarti.

Gejala melemahnya realisasi penyaluran KUR dibandingkan tahun sebelumnnya tentu harus disikapi dengan langkah yang tepat agar upaya menumbuhkembangkan usaha kecil dapat terwujud. Terlebih lagi, program KUR diyakini mampu mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui terbukanya lapangan kerja baru. Hal itu sesuai dengan tujuan KUR yaitu mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi dan penanggulangan kemiskinan serta perluasan kesempatan kerja.

Kondisi yang demikian langsung direspon dengan cepat oleh pemerintah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadikan KUR sebagai salah satu program pilihan yang menjadi prioritas dalam 100 hari pemerintahannya. Optimalisasi KUR diawali dengan perbaikan mekanisme dan regulasi dengan penataan lembaga-lembaga penyalur pinjaman serta sinergi antara bank milik negara dan swasta serta lembaga penjaminan yang lain.

Bahkan pada tahun 2010 akan ada sekitar Rp 2 triliun yang akan kita gunakan untuk mengalirkan kredit usaha rakyat dengan kelipatan sepuluh kali yakni sebanyak Rp 20 triliun setiap tahun. Dengan begitu dalam jangka waktu lima tahun, KUR akan mencapai Rp 100 triliun.

Penyaluran pinjaman ini sangat penting berkaitan dengan upaya lima tahun mendatang untuk meningkatkan kewirausahaan atau entrepreneurship. Dengan dukungan terhadap usaha diharapkan penghasilan rumah tangga makin baik sehingga kemiskinan dan pengangguran berkurang.


Diperluas

Sudah dua tahun program Kredit Usaha Rakyat diimplementasikan untuk mendorong sektor riil. Namun, program ini masih belum berjalan secara optimal. Realisasi pengucuran KUR terbukti semakin rendah dibandingkan saat digulirkan pertama kali pada awal November 2007.

Program KUR sebenarnya telah menjadi harapan masyarakat untuk bisa membuka usaha atau mengembangkan usahanya. Namun selama program KUR dijalankan masyarakat masih banyak yang masih mendapatkan kendala dalam memperolehnya. Selain bunga KUR yang tinggi, untuk memperoleh KUR juga sangat sulit karena bank masih meminta aset sebagai jaminan. Padahal, jenis kredit tersebut dijamin pemerintah melalui PT Jamkrindo dan PT Askrindo.

Kita semua tentu menyadari bahwa pemasalahan kolateral (penjaminan) memang kerapkali menjadi penghalang bagi pegiat UKM untuk mendapatkan kredit. Karena itu, pemerintah melalui Kenterian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menyiapkan lima program pembiayaan guna mengatasi hambatan kolateral UKM pada 2010 antara lain peningkatan akses kredit usaha rakyat (KUR), menghidupkan kembali lembaga penjaminan kredit daerah (LKPD), mengoptimalkan koperasi jasa keuangan, pengembangan perbankan syariah, dan tanggung renteng.

Khusus dalam upaya meningkatkan akses KUR, khususnya segi sisi suku bunga. Kementerian Negara Koperasi dan UKM dan enam bank penyalur sepakat mengevaluasi suku bunga yang diberlakukan. Seharusnya keberpihakan perbankan terhadap usaha rakyat bisa ditunjukkan dengan cara menekan kembali suku bunga kredit. Saat ini rata-rata tingkat suku bunga KUR yang ditawarkan oleh bank-bank pelaksana ditetapkan maksimal 16%. Padahal suku bunga acuan BI rate berada dalam kisaran 6,5%.

Selain itu, pemerintah akan memperluas jumlah bank penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada tahun depan. Selain bank-bank BUMN, perbankan swasta juga akan dilibatkan dalam realisasi penyaluran agar penyaluran KUR lebih efektif dan tepat sasaran. Selama ini, hanya BRI yang cukup besar mendominasi penyaluran kredit mikro dan KUR. Sebagaimana terungkap dalam data Kemenkop dan UKM, penyaluran KUR lewat BRI 74,74 persen terdiri dari KUR ritel 22,08 persen dan mikro 52,6 persen.

Kondisi tingkat kredit macet atau non performing loan (NPL) KUR yang mencapai 5%, average untuk semua bank seharusnya tidak disikapi perbankan dengan memperketat dan semakin selektif terhadap pemberian kredit. Sebab resiko yang harus ditanggung lebih ringan karena dijamin pemerintah yang mengucurkan penjaminan kepada asuransi sedangkan perbankan hanya menutup risiko sebesar 30%.

Di samping meningkatkan penyaluran KUR, langkah lain yang dilakukan agar UKM di perdesaan dapat mengakses kredit diwujudkan dengan membentuk LKPD pada tahun 2010. setiap provinsi diproyeksikan memiliki dua LKPD bermodal 100 miliar. Dengan gearing ratio 10 kali lipat maka diharapkan kredit yang disalurkan bisa mencapai RP 1 triliun.

Pemerintah juga akan semakin mengoptimalkan linkage program antara perbankan dan koperasi hingga mampu menciptakan pasar sendiri. Sejak 2006 hingga April 2009, upaya linkage program lewat koperasi, bank umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR Syariah secara realisasi berjumlah lebih Rpl 1,7 triliun. Dengan sebaran antara lain, lewat KUR Rp2,76 triliun, non KUR Rp8,9 triliun dan melalui bank umum dan koperasi mencapai Rp 1,9 triliun.


Penutup


Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dikucurkan sejak tahun 2007 lalu ini diharapkan mampu menjadi angina segar bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Namun perjalanan realisasi kredit memang belum sempurna. Masih cukup banyak kendala yang dihadapi seperti tingkat kredit macet atau non performing loan (NPL) yang terus meningkat, suku bunga yang masih tinggi, serta banyaknya pelaku usaha kecil yang terkendala mekanisme saat mengajukan kredit.

Di samping itu, aturan BI yang melarang nasabah yang masih punya kredit untuk mengambil kredit baru, terlepas dia lancar atau tidak dalam mengembalikan kreditnya harus dicabut dan dilonggarkan untuk mendorong pertumbuhan KUR terutama yang 5 juta ke bawah.

Jika hal itu dilakukan diharapkan realisasi program KUR dapat meningkat penyalurannya secara cepat dan benar. Dengan begitu, program tersebut dapat benar-benar efektif membantu perekonomian dan menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat dinikmati secara nyata masyarakat. (dimuat di Malah Komite edisi 15-30 Nov 2009)