Rabu, 16 Desember 2009

Mengoptimalkan Pemberdayaan Perempuan



Penduduk perempuan di Indonesia yang jumlahnya mencapai separoh lebih populasi penduduk merupakan potensi yang sangat besar untuk kemajuan pembangunan. Akan tetapi perempuan seringkali tidak mendapatkan akses yang optimal dalam proses pembangunan.


Kemiskinan masih menjadi salah satu persoalan utama di Indonesia. Jumlah penduduk penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Jumlah tersebut dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya mengalami penurunan yang cukup signifikan. Penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 berjumlah 34,96 juta (15,42 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.

Selain itu pada periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

Meski demikian pemerintah terus meningkatkan upaya pengurangan penduduk miskin melalui beragam program penanggulangan kemiskinan yang ada. Pemeritah bahkan mematok target penurunan angka kemiskinan pada tahun 2010 menjadi menjadi 12-13,5 persen.

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah tetap menerapkan tiga langkah utama yaitu pemberian bantuan kepada golongan sangat miskin, adanya pembelajaran untuk kerja mandiri untuk masyarakat dan infrastruktur, dan kredit usaha rakyat (KUR). Selain itu, penciptaan lapangan kerja juga menjadi fokus perhatian karena dengan tersedianya lapangan kerja maka kemiskinan akan dapat dikurangi.

Proses pelaksanaan ketiga kelompok program ini memang sudah dapat dikoordinasikan secara mantap dan sudah berjalan dengan baik di masing-masing institusi pelaksana program.

Penanggulangan kemiskinan memang sudah seharusnya menjadi prioritas program pemerintah. Hal ini karena pengaruh kemiskinan sangat berdampak besar terhadap keharmonisan tatanan sosial. Kemiskinan bahkan menyebabkan timbulnya kerawanan sosial bagi masyarakat.

Kemiskinan juga menjadi salah satu alasan masih rendahnya Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Berdasarkan Human Development Report 2009, angka Human Development Index (HDI) Indonesia memang mengalami kenaikan dari 0.729 menjadi 0.734, namun tetap berada pada peringkat ke 111 dan berada dalam kategori menengah seperti tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan secara menyeluruh kualitas manusia Indonesia relatif masih sangat rendah dibandingkan dengan kualitas manusia di negara-negara lain di dunia.


Kualitas Hidup Perempuan

Kemiskinan jelas memberi efek yang buruk bagi kehidupan seseorang. Ketika predikat miskin disandang seseorang atau keluarga maka sosok yang menerima dampak ‘terberat’ dari kemiskinan tersebut adalah perempuan. Kaum perempuan senantiasa selalu berada dan merasakan dampaknya mengingat setiap saat perempuan bergelut dan terus harus mencukupi kekurangan dalam rumah tangga dengan berbagai cara berusaha untuk menghemat demi terpenuhinya kebutuhan.

Kemiskinan juga berpengaruh besar terhadap kualitas hidup kaum perempuan. Karenanya fokus terbesar dari Millenium Development Goals (MDGs) juga memberi perhatian yang lebih pada perempuan. Kaum perempuan dinilai masih sangat rentan terhadap persoalan kemiskinan, kelaparan, dan ketidaksetaraan gender.

Kemiskinan pun kerapkali berimbas pada kualitas kehidupan mereka yang berakibat rendahnya pendidikan dan kesehatan. Indikasinya dapat dilihat pada masih tingginya angka kematian ibu (AKI). Di negara miskin, sekitar 25-50 persen kematian perempuan usia subur disebabkan oleh masalah terkait kehamilan, persalinan dan nifas.

Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa di seluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin yang artinya setiap menit ada satu perempuan yang meninggal.

Di Indonesia sendiri angka kematian ibu (AKI) juga masih tergolong tinggi. Angka Kematian Ibu (AKI) menurut survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) mutakhir masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Tahun ini pemerintah melalui Departemen Kesehatan menargetkan pengurangan angka kematian ibu dari 26,9 persen menjadi 26 persen per 1000 kelahiran hidup.

Kualitas hidup kaum perempuan sampai saat ini memang masih jauh tertinggal dibandingkan laki-laki. Masih sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan peluang untuk berpartisipasi secara optimal dalam proses pembangunan. Akibatnya, jumlah perempuan yang bisa menikmati hasil pembangunan pun masih terbatas. Kondisi yang demikian tentu cukup memprihatinkan mengingat lebih dari separuh penduduk Indonesia adalah perempuan.

Melihat realitas yang demikian, maka upaya mengentaskan perempuan dari jeratan kemiskinan menjadi keharusan yang harus menjadi komitmen seluruh pemangku kepentingan di negeri ini. Hal ini mengingat sesunggunya kemiskinan yang dialami kaum perempuan bukan hanya kemiskinan ekonomi. Namun mereka juga miskin atau dimiskinkan dari akses pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Sehingga mereka tidak memiliki ketrampilan yang memadahi untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang produktif secara ekonomi. Terlebih lagi kaum perempuan tetap dituntut tetap memenuhi kodratnya sebagai perempuan yaitu hamil, menyusui hingga mengurus keluarga.


Penutup

Kondisi kaum perempuan di Indonesia mayoritas masih hidup dalam belenggu kemiskinan. Untuk itu dibutuhkan upaya keras dari seluruh pemangku kepentingan agar mereka mampu bangkit dari kemiskinan. Untuk itu beragam program pemberdayaan masyarakat maupun penanggulangan kemiskinan harus tetap berbasis keadilan gender. Perempuan jangan dipahami sebagai makhluk lemah namun sebagai aset dalam proses pembangunan.

Dengan demikian upaya yang penting dilakukan adalah menciptakan mekanisme ekonomi yang menyediakan akses kepada perempuan miskin serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengangkat dirinya menjadi tenaga-tenaga produktif dalam proses pembangunan bangsa.

Harapan terhadap kaun perempuan miskin untuk bangkit tentu bukan hanya angan semata jika peluang dan akses tersedia. Kita tidak perlu segan berguru pada pada Muhammad Yunus yang rela mendirikan Grameen Bank yang memberikan akses modal bagi kaum perempuan miskin di Bangladesh.

Kesuksesan Grameen Bank dalam meningkatkan status sosial dan ekonomi kaum miskin tersebut dapat dijadikan inspirasi dari semua pemangku kepentingan untuk melakukan peran nyata dalam setiap usaha pengentasan kemiskinan. Dengan demikian, upaya pemberdayaan perempuan dan penanggulangan kemiskinan berbasis gender akan dapat secara nyata dialami kaum perempuan di Indonesia. (dimuat di Majalah Komite edisi 1-14 Des 2009)

Tidak ada komentar: