Jumat, 06 Maret 2009

LKM Dan percepatan Program KUR

Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu program pemerintah dalam program penanggulangan kemiskinan. Pemberdayaan usaha mikro dan kecil tersebut masuk dalam upaya yang diibaratkan membantu masyarakat agar punya ‘pancing’ dan ‘perahu’ sendiri. Dalam rangka mempercepat penyaluran KUR, LKM diharapkan mampu menjadi jembatan penghubung antara bank dengan masyarakat pegiat UMKM.

Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di negeri ini merupakan salah satu solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi para pegiat usaha mikro dan kecil terutama dalam bidang permodalan. Keberadaan keuangan mikro telah membantu program pemerintah dalam pembangunan karena lembaga ini dapat menjangkau masyarakat yang tidak terjangkau oleh perbankan.

Keberhasilan LKM dalam memberdayakan ekonomi masyarakat tidak terlepas dari keberadaannya yang memuat tiga elemen kunci. Menurut versi Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia, tiga elemen kunci tersebut antara lain, pertama, tersedianya beragam layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Kedua, memberikan pelayanan pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah atau miskin. Ketiga, dalam pemberian layanan menggunakan prosedur dam mekanisme yang sederhana, kontekstual dan fleksibel sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat yang membutuhkan pelayanan.

Pendekatan LKM tersebut pada hakekatnya lebih membumi yang dibandingkan pendekatan formal perbankan serta lebih mudah diakses bagi masyarakat kecil. Perlakuan yang demikian membuat masyarakat lebih ‘nyaman’ untuk mengakses pinjaman pada LKM yang ada. Selain itu, lembaga ini juga memiliki kelebihan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar sehingga dapat membangun kontrol sosial dan kepercayaan sehingga memberikan keuntungan pada rendahnya kredit yang macet.

Kepercayaan masyarakat juga tercipta karena masih ada keengganan dari pihak perbankan dalam menyalurkan kreditnya kepada usaha mikro dan kecil. Salah satu alasannya adalah anggapan bahwa kelompok atau individu yang masuk dalam predikat masyarakat miskin sangat tidak bankable.

Hal ini menyebabkan seolah-olah perbankan menilai bahwa pelayanan terhadap masyarakat miskin akan mendatangkan biaya transaksi dan resiko yang tinggi. Mereka lebih cenderung melayani golongan ekonomi atas, karena golongan ini dipandang lebih prospektif, lebih dekat, dan lebih mudah.

Kita semua tentu menyadari bahwa salah satu hambatan utama sulitnya sektor UMKM berkembang adalah karena terbatasnya sumberdaya finansial karena kebanyakan sifatnya yang mikro dengan modal kecil, tidak berbadan hukum dan manajemen yang sebagian masih tradisional sehingga sektor ini tidak tersentuh oleh pelayanan lembaga keuangan formal (bank) yang selalu menerapkan prinsip perbankan dalam memutus kreditnya.

Oleh karena itu, melalui program penanggulangan kemiskinan klaster ketiga yang berupa program Kredit Usaha Rakyat (KUR) pemerintah terus berusaha meningkatkan dan memberdayakan sektor UMKM melalui kemudahan dalam memperoleh kredit modal. KUR disalurkan oleh enam bank pelaksana yaitu BNI, BRI, Bank Mandiri, BTN, Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri.

Melalui program KUR, tidak ada alasan lagi bagi bank pelaksana untuk tidak menyalurkan kredit bagi usaha kecil karena risiko kemacetan sudah diantisipasi dengan adanya penjaminan yang dilakukan oleh Askrindo dan PT Sarana Pengembangan Usaha (SPU).

Kebijakan tersebut mendorong bank lebih aktif memberikan kredit karena sebagian atau semua risiko dijamin dengan demikian risk premium akan rendah. Selain itu, dengan adanya penjaminan kredit dapat mempercepat proses kredit sebab prosedur penilaian jaminan yang rumit dapat dipangkas sehingga dapat menurunkan biaya transaksi.

Hasilnya pun dapat kita rasakan dari realisasi KUR per tanggal 31 Desember 2008 sebesar Rp 12,456 triliun untuk 1.656.544 debitur dengan rata-rata kredit Rp 7,52 juta per debitur. Memang, jumlah itu belum sepenuhnya terserap keseluruhan dari total dana yang dianggarkan pemerintah sebesar Rp14,5 triliun pada 2008.

Pada tahun 2009, pemerintah memberikan dana penjaminan sebesar 2 triliun dan ada penambahan sebesar 1,4 triliun dengan gearing ratio 1:10, maka diharapkam KUR pada tahun ini dapat disalurkan ke masyarakat sebesar 34 triliun dengan jumlah sasaran 4 juta nasabah.

LKM dan KUR

Lalu bagaimana dengan posisi LKM dengan adanya program KUR yang penyalurannya dilakukan melalui perbankan? Para pelaku LKM selayaknya tidak perlu khawatir. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak akan merusak atau mengganggu dan menjadi pesaing dari LKM, karena LKM juga dilibatkan dalam penyaluran kredit. Lembaga ini diharapkan mampu menjadi jembatan penghubung antara bank dengan debitor kredit dalam program percepatan Program KUR yang dinilai belum memiliki kesiapan dalam standar pelayanan penyalurannya.

Sebagaimana yang sering diamanatkan Menkokesra, Aburizal Bakrie dalam berbagai kesempatan dengan meminta para kepala daerah untuk mendorong pengusaha mikro di daerah masing-masing untuk mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mengurangi masyarakat miskin. Di samping itu, guna menggenjot KUR yang berujung pada pengurangan masyarakat miskin, pemerintah juga akan membuat kerja sama dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dapat berfungsi sebagai jembatan antara bank dan debitur kredit untuk menyalurkan KUR.

Pemerintah juga sedang memproses kebijakan KUR ini, dimana untuk kredit dengan nilai 5 juta ke bawah akan ditangani oleh BRI karena sudah berpengalaman dan sudah mempunyai jaringan yang luas hingga ke pelosok. Sedangkan kredit 5-500 juta akan ditangani lima bank pelaksana lainnya. Apabila bank pelaksana belum mempunyai jaringan yang luas maka mereka didorong untuk bekerjasama dengan LKM dalam menyalurkan KUR kepada masyarakat melalui pola linkage.

Kebijakan tersebut menjadi peluang sekaligus tantangan bagi LKM untuk semakin besar perannya dalam memberdayakan usaha masyarakat kecil. Untuk itu, kalangan perbankan yang melakukan linkage dengan LKM-LKM harus melakukan fit and proper test serta harus memiliki standar prosedur yang jelas dalam hal penyaluran KUR.

Tantangan tersebut tentu tidak mudah, mengingat keberadaan LKM-LKM sekarang ini sangat sederhana. Karenanya, pembinaan terhadap LKM yang ada harus terus dilakukan agar memenuhi standar pelayanan dalam penyaluran KUR. Jika hal itu sudah terwujud maka percepatan program KUR semakin mudah tercapai dan masyarakat usaha kecil dapat lebih mudah mengakses dana untuk tambahan modal.

Penutup

Pemerintah telah mengagendakan empat langkah untuk mempercepat realisasi program KUR antara lain: pertama, meningkatkan penyertaan modal negara kepada perusahaan penjaminan sebesar Rp 2 triliun dan ditambah 1,4 triliun sehingga plafon KUR 2009 akan menjadi Rp34 triliun.

Kedua,
meminta komite kebijakan agar segera menyelesaikan standar operasional prosedur yang dapat dijadikan pedoman teknis oleh bank pelaksana dan perusahaan penjaminan. Ketentuan yang diatur didalamnya terutama terkait aspek status debitur baru dan "linkage program" untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kepada kredit mikro.

Ketiga, pemerintah akan lebih mengintesifkan sosialisasi program KUR ke seluruh pelosok tanah air. Dan keempat, pemerintah meminta bank pelaksana agar memperbaiki petugas lapangan yang melayani KUR. Pemerintah juga dalam proses merevitalisasi kembali Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) sebagai fasilitator yang membatu para pelaksana.

Koordinasi langkah-langkah pemberdayaan keuangan mikro untuk mempercepat akses pembiayaan usaha mikro yang ada memang harus terus dilakukan. Keikutsertaan LKM dalam penyaluran KUR diharapkan bisa membantu bank-bank yang belum memiliki jaringan penyaluran KUR di tingkat desa-desa. Upaya memperluas layanan merupakan langkah yang baik dan tepat agar mereka secepatnya berkembang, namun aspek kehati-hatian harus tetap terjaga. Sehingga upaya mempercepat penyaluran program KUR dapat berujung pada pengurangan kemiskinan dan pengangguran.

Dimuat di Majalah Komite edisi 15 Februari 2009

Tidak ada komentar: