Jumat, 06 Maret 2009

Pemberdayaan Masyarakat, Solusi Cerdas Bagi Kemajuan Bangsa

Persoalan kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang tidak hanya disebabkan karena faktor ekonomis namun berkaitan pula dengan kerentanan dan kerawanan seseorang atau kelompok masyarakat untuk menjadi miskin. Paradigma kemiskinan yang menyangkut sifat, kondisi dan konteks kemiskinan menjadi sangat penting dalam menerapkan langkah kebijakan yang tepat dalam mengatasinya.

Kemiskinan pada mulanya senantiasa dikaitkan dengan faktor ekonomis baik dalam takaran tingkat pendapatan ataupun tingkat konsumsi individu atau kelompok. Pandangan ini memberikan pengaruh terhadap pendekatan yang digunakan dalam menanggulangi kemiskinan. Bank Dunia dan Bank pembangunan Asia (ADB) pernah menggunakan ukuran garis kemiskinan dengan tingkat pendapatan $ 1 per hari. Begitu pula yang berlaku di negara-negara berkembang yang berpatokan pada tingkat pemenuhan kebutuhan dasar dengan ukuran kebutuhan hidup minimun atau kebutuhan kalori.

Paradigma ekonomi tersebut membuat banyak negara-negara berkembang yang menelorkan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada aspek pertumbuhan ekonomi. Para pengambil keputusan pun memiliki pandangan bahwa pertumbuhan ekonomi baik nasional maupun regional yang dapat dilihat dari pendapatan perkapita bisa mendorong kegiatan ekonomi lainnya (trickle down effect) sehingga dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan peluang berusaha. Dengan begitu, maka persoalan kemiskinan secara tidak langsung akan terentaskan.

Akan tetapi, asumsi tersebut tidak sepenuhnya terealisasi. Pengalaman banyak memberikan pelajaran berharga bahwa terdongkraknya produk domestik bruto (GNP) ternyata tidak berimbas langsung pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan laju pertumbuhan ekonomi yang ada masih lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduknya. Di tambah lagi, kerapkali terjadi ketidakadilan dan struktur ekonomi yang tidak berpihak kepada kaum miskin sehingga pertumbuhan yang terjadi belum terdistribusi secara merata terutama terhadap kaum miskin.

Harapan akan terjadinya tetesan kemakmuran sesuai dengan harapan kebijakan tersebut akhirnya tidak berlaku sepenuhnya. Kesejahteraan dan kemakmuran yang ada umumnya hanya dapat dinikmati kelompok masyarakat tertentu yang secara komparatif memiliki pengetahuan, ketrampilan, daya saing, yang lebih baik. Di sisi lain, bagi masyarakat miskin justru jarang mengecap manisnya hasil pembangunan tapi justru proses pembangunan yang dilakukan membuatnya termarginalisasi, baik fisik maupun sosial.

Ketidaksempurnaan pola pendekatan trickle down effect membawa perubahan pola pengentasan kemiskinan selanjutnya diwujudkan melalui pola bantuan langsung. Lagi-lagi pendekatan semacam ini menimbulkan implikasi baru dalam menanggulangi kemiskinan di masyarakat. Pola ini memang sangat efektif dalam mencapai sasaran yang ada namun di sisi lain tanpa adanya penguatan sosial (social strengthening) justru akan menimbulkan ketergantungan serta memperlemah daya kreasi dan inovasi masyarakat.

Dengan berlatar belakang pendekatan penanggulangan yang dilaksanakan terdahulu memang sudah seharusnya arah penanggulangan kemiskinan lebih diprioritaskan pada pemberdayaan dan pengembangan kapasitas serta potensi masyarakat miskin, sehingga mereka dapat terlepas dari kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan.

Konsep pemberdayaan masyarakat atau komunitas memang sudah mulai dikenal sejak tahun 60-an. Konsep Community Development (CD) merupakan sebuah proses pembangunan jejaring interaksi dalam rangka meningkatkan kapasitas dari sebuah komunitas, mendukung pembangunan berkelanjutan, dan pengembangan kualitas hidup masyarakat (United States Departement of Agriculture, 2005). Tujuan dari konsep ini bukan untuk mencari dan menetapkan solusi, struktur penyelesaian masalah atau menghadirkan pelayanan bagi masyarakat melainkan lebih pada usaha bersama masyarakat sehingga mereka dapat mendefinisikan dan menangani masalah, serta terbuka untuk menyatakan kepentingan-kepentingannya sendiri dalam proses pengambilan keputusan.

Partisipasi masyarakat menjadi sangat penting mengingat kompleksitasnya masalah kemiskinan yang ada. Penanggulangan kemiskinan tentu bukan monopoli pemerintah dengan berbagai departemen sektoralnya tapi penanggulangan tersebut merupakan permasalahan multidimensi yang menjadi tanggungjawab seluruh pihak-pihak terkait.

Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu pilar kebijakan penanggulangan kemiskinan terpenting. Kebijakan pemberdayaan masyarakat dianggap resep mujarab karena hasilnya dapat berlangsung lama. Isu-isu kemiskinan pun senantiasa cocok diselesaikan akar masalahnya melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat ini justru yang sangat diminati masyarakat karena mewujudkan impiannya dan bukan impian elit-elitnya karena itu masyarakat sangat antusias dalam melaksanakan upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat juga sangat mengedepankan terciptanya masyarakat yang lebih bermartabat. Karena, pemberdayaan masyarakat ini bukan sekedar program bagi-bagi duit namun ada proses pembangunan karakter masyarakat di dalamnya. Dengan demikian jika karakter masyarakat baik maka akan baiklah karakter bangsa ini. Hal ini sesuai dengan tujuan negara yang pada dasarnya membangun bangsa yang berbudi pekerti luhur atau akhlakul karima. Demikian juga tujuan semua agama.

Agenda pemberdayaan masyarakat sangat relevan dengan apa yang dimaksud oleh Allah Swt dalam Al-Quran Surat Ali Imran ayat 110 yang menyatakan, “Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan kebaikan, mencegah kemungkaran (kejahatan) dan beriman kepada Allah”.

Dari ayat tersebut dapat kita pelajari tiga kandungan nilai dari cita-cita perubahan antara lain nilai humanisasi/emansipasi (ta’muruna bil ma’ruf), liberasi (tanhauna ‘anil mungkar), dan transendensi (tu’minuuna billahi). Nilai humanisasi bertujuan memanusiakan manusia. Bila kita korelasikan dengan pemberdayaan masyarakat dalam penanggungan kemiskinan maka nilai tersebut sangat sesuai dengan ruh pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Di mana, individu atau masyarakat miskin lebih diangkat derajatnya melalui pandangan bahwa mereka bukan lagi obyek pembangunan melainkan subyeknya.

Nilai yang kedua adalah liberasi atau kemerdekaan masyarakat dari kurungan kemiskinan. Kita semua tentunya harus menyatukan rasa dengan mereka yang masuk kategori miskin melalui kerja bersama sehingga mereka mampu menangani masalah serta mengambil keputusan sesuai dengan kepentingan-kepentingannya.

Nilai ketiga adalah menambah dimensi transendensi. Kita semua menyadari bahwa dalam diri kita terkadang terlalu banyak terseret pada arus hedonisme, materialisme, dan budaya negatif moderen. Sehingga, terkadang pula kita lupa dimensi transendental yang menjadi bagian fitrah kemanusiaan bahwa Tuhan telah melimpahkan segala nikmat yang dapat dirasakan dan dinikmati di dunia ini sebagai rahmat Tuhan yang patut disyukuri.

Mengingat begitu pentingnya aspek pemberdayaan masyarakat dalam mengatasi kemiskinan maka pemerintah pun menjadikannya sebagai arus utama dalam menetapkan program-program penanggulangan kemiskinan yang ada. Salah satu program penanggulangan kemiskinan yang terbukti efektif,adalah melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). PNPM Mandiri ini merupakan upaya percepatan penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja yang difokuskan untuk kepentingan rakyat kecil melalui rural oriented, urban oriented dan pendekatan mengatasi kemiskinan dari si miskin.

Prinsip-prinsip PNPM Mandiri adalah pemberdayaan masyarakat yang memprioritaskan kelompok masyarakat miskin. Keterlibatan masyarakat miskin itu digalakkan dengan pendampingan yang dilakukan oleh pengawas dari berbagai level pemerintahan. Sedangkan pengambilan keputusan dilaksanakan secara sederhana di tingkat lokal, yaitu oleh masyarakat sendiri dan didanai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat luas.

PNPM Mandiri sesuai dengan rencana akan dilaksanakan minimal hingga 2015, sejalan dengan kesepakatan Indonesia pada tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGS). Dengan rentang waktu pelaksanaan tersebut, PNPM Mandiri dijalankan melalui beberapa fase antara lain tahap pembelajaran, tahap kemandirian dan tahap keberlanjutan. Penutup Penguatan paradigma pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan tentu sangat penting untuk terus dilakukan dan ditingkatkan. Bahkan paradigma tersebut selayaknya dipahami bukan sebagai upaya memberantas kemiskinan, tapi meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin. Pendekatan pemberdayaan tersebut berarti pemberdayaan terhadap kelompok rumah tangga miskin sehingga keikutsertaan warga yang tidak miskin dapat dibatasi.

Hal itu tentunya tidak mudah jika belum tercipta kemandirian lembaga masyarakat sebagai wadah perjuangan masyarakat miskin yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka. Sehingga mereka mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal agar lebih berorientasi ke masyarakat miskin (pro poor) dan mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good governance).

Kondisi semacam ini tentu hanya diwujud jika para pemangku kepentingan yang diberi amanah sebagai pemimpin masyarakat merupakan oarang-orang yang memiliki sikap peduli, berkomitmen kuat, ikhlas, relawan dan jujur serta mau berkorban untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk mengambil keuntungan bagi kepentingan pribadi ataupun golongannya.

Dimuat di Majalah Komite edisi 1 Maret 2009

Tidak ada komentar: