Rabu, 17 Desember 2008

Catatan Akhir Tahun

Menangkap Peluang Di saat Krisis

Akhir-akhir ini, perbincangan tentang pemutusan hubungan tenaga kerja atau PHK menjadi buah bibir di masyarakat. Fenomena tersebut disebabkan banyaknya usaha di sektor formal yang goyah akibat resesi global dan krisis keuangan di Amerika Serikat. Krisis tersebut mengakibatkan terjadinya perlambatan ekonomi secara global yang mengakibatkan daya beli masyarakat menurun dan berdampak pada performa industri.

Kekhawatiran yang dialami masyarakat merupakan sesuatu yang harus dimaklumi. Kondisi semacam ini juga menjadi semacam refleksi trauma dan ketakutan yang masih membayangi sebagian besar masyarakat di Indonesia atas kejadian krisis pada tahun 1997. Terlebih lagi, sejumlah industri akhir-akhir ini telah menggambil kebijakan melakukan pemutusan hubungan kerja pada sebagian karyawannya.

Berdasarkan data Depnakertrans pada bulan Nopember 2008 pemutusan hubungan kerja telah dialami lebih dari 26 ribu pekerja dan diperkirakan memasuki 2009 angka tersebut masih akan bertambah.

Krisis yang melanda di satu sisi merupakan kondisi yang menghawatirkan namun di sisi lain dapat menjadi peluang bagi tumbuhnya jiwa enterpreneurship. Jika kita kembali belajar pada kondisi krisis sepuluh tahun yang lalu, maka apa yang terjadi saat ini dapat dijadikan peluang yang baik bagi tumbuhnya ekonomi produktif maupun ekonomi kreatif dari masyarakat terutama di sektor informal dan unit usaha kecil dan menengah.

Berdasarkan pengalaman, pada saat krisis 1997 lalu banyak timbul pemutusan hubungan kerja (PHK) dan berbagai macam persoalan. Hal ini justru membuat orang lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Pada waktu itu, ketika gelombang PHK banyak dialami pekerja di sektor formal, banyak orang yang kemudian melirik sektor informal sebagai lahan usaha untuk tetap bertahan hidup di masa sulit. Jiwa-jiwa enterpreneurship atau berwirausaha mewabah secara positif di masyarakat. Sektor informal kemudian menjelma menjadi lahan subur yang menjadi incaran karena mampu menampung perekonomian orang yang ekonominya tersendat gara-gara krisis ekonomi.

Krisis ekonomi ternyata mampu menciptakan lahirnya para enterpreneur (wirausahawan) baru. Orang-orang yang jeli melihat peluang dan tidak gamang menghadapi kesulitan-kesulitan akan tetap mengerahkan segenap daya dan upaya untuk menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Walaupun di sekelilingnya banyak yang meratapi nasibnya yang malang akibat terkena PHK.

Bagi mereka jalan untuk meraih sukses, kekayaan maupun kebahagiaan bukanlah dengan menjadi kuli, melainkan menjadi bos bagi diri sendiri dan orang lain. Mereka juga menyadari bahwa bahwa rezeki itu sebagian besar ada di tangan pengusaha, bukan di tangan pekerja.
Akibatnya, fenomena baru pun muncul. Pembukaan warung-warung tenda di pinggir jalan menjadi marak. Para pengelolanya berasal dari kelas menengah seperti sekumpulan mahasiswa yang berpatungan modal atau mantan pekerja kelas menengah.

Kondisi krisis ekonomi saat itu seakan memberikan kekuatan dan pelajaran kepada masyarakat bahwa menggantungkan harapan kepada orang lain atau bekerja pada orang lain sudah bukan lagi pilihan utama.

Informal Dan UKM

Melihat gejala melambatnya perekonomian global yang berimbas pada kondisi riil di masyarakat membuat pemerintah menyiapkan langkah-langkah konkrit guna membantu masyarakat lapisan bawah dalam menghadapi ancaman krisis tahun 2009. Berbagai program yang akan dilaksanakan merupakan jaring pengaman sosial (JPS) di level grass root.

Program-program pemerintah terkait JPS pada 2009 di antaranya Progran Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), program proyek infrastruktur, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan perluasan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Khusus untuk program PNPM, pemerintah akan menyalurkan dana kepada sekitar 5.000 kecamatan dengan alokasi Rp3 miliar untuk satu kecamatan.

Adanya berbagai program tersebut diharapkan akan mampu memberdayakan masyarakat secara umum dan khususnya bagi korban PHK. Pemberian dana bantuan langsung masyarakat tersebut diharapkan akan mendongkrak tumbuhnya unit ekonomi produktif dan kreatif. Masyarakat diharapkan akan semakin kreatif menciptakan peluang usaha baik di sektor informal maupun membuat UKM.

Kemungkinan tersebut semakin besar dengan adanya jaminan kemudahan memperoleh kredit setelah adanya program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah diprogramkan pemerintah. Dengan adanya penjaminan dari pemerintah tentunya memberi peluang penyaluaran kredit bagi masyarakat kecil dapat berkembang secara signifikan.

Dengan demikian, keberadaan sektor informal dan UKM yang telah terbukti tangguh dalam menghadapi krisis akan dapat berperan sebagai industri subsider yang mampu menyerap tenaga kerja yang tidak mampu diserap industri di sektor formal. Seperti yang pernah terjadi pada sepuluh tahun yang lalu manakala banyak industri besar terpaksa tutup, sektor informal justru mengalami pertubuhan yang cukup pesat.

Sektor informal dan UKM terbukti mampu hadir sebagai katup pengaman perekonomian di kala krisis mendera. Walaupun terkadang eksistensinya di perkotaan menjadi delematis. Para pegiat sektor informal, seperti pedagang kaki lima, kerap kali dianggap sebagai penyebab kesemrawutan lalu-lintas dan ketertiban di berbagai kota.

Akibanya, banyak pelaku sektor informal yang terpaksa mengalami penertiban dan penggusuran. Namun banyak pula yang membutikkan bahwa mereka dapat ditata tanpa pengusiran dan penggusuran.

Untuk itu, jalan pintas pembersihan terhadap mereka sebaiknya dihindari. Penanganan sektor informal secara langsung harus dilakukan dengan hati- hati melalui pengaturan dan pemberian alokasi ruang publik di perkotaan untuk lapisan pelaku informal itu.

Penutup

Lahirnya wirausaha baru memang bukan fenomena sederhana karena membutuhkan persiapan baik dari segi pendidikan, regulasi, sumber daya manusia serta pembiayaan yang selalu menjadi masalah. Telebih lagi di tengah kondisi ekonomi yang kurang baik serta psikologi masyarakat yang tertekan. Karenanya perlu ada penanganan terpadu sehingga menghasilkan wirausaha yang berkualitas dan jumlahnya signifikan.

Keberadaan program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan pemerintah saat ini, seperti PNPM Mandiri serta program pembangunan infrastuktur akan mampu menciptakan program padat karya yang mampu menampung tenaga kerja.

Di samping itu adanya kebijakan program penyaluran dana bantuan langsung masyarakat untuk ekonomi bergulir maupun penjaminan kredit melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat menjadi salah satu pintu untuk menciptakan unit ekonomi produktif di masyarakat yang mampu menciptakan peluang kerja untuk dirinya sendiri dan orang lain.

Dengan demikian, momentum terjadinya resesi ekonomi dan krisis keuangan global seharusnya mampu menjadi motivasi lebih untuk memulai mengaktualisasikan jiwa kewirausahan yang ada baik di sektor informal maupun UKM. Selain itu, juga dapat dimaknai sebagai momentum untuk mengubah mentalitas, pola pikir dan perubahan sosial budaya menuju hidup yang lebih sejahtera dan mandiri.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi 2 Desember 2008

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Saya setuju dengan artikel Bapak. Pengalaman pada krisis ekonomi 1997, justru sektor UKM yang dapat menembus pasar dibandingkan perusahaan manufaktur besar.

Salah satu strategi untuk mengurangi PHK, mungkin perlu untuk melakukan kolaborasi atau merger. Dengan melakukan kolaborasi/merger, diharapkan dapat saling melengkapi kekuatan dan kelemahan masing-masing perusahaan sehingga berkembang menjadi sebuah kekuatan yang lebih kompetitif.

fadhli,
www.telurceplok.com