Senin, 27 Oktober 2008

Kepekaan Sosial

Tingkatkan rasa kesetiakawanan sosial. Itulah pesan himbauan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada seluruh rakyat Indonesia menyambut ibadah puasa 1429H.

Semua orang Islam baik tua atau muda, laki-laki maupun perempuan di wajibkan menjalankan puasa di saat bulan Ramadhan. Status sosial dan kekayaan tak bisa menjadi pembeda kewajiban antara yang satu dengan yang lain. Betapapun kaya dan tinggi status sosial seseorang, pada bulan Ramadhan ia tetap memiliki kewajiban yang sama untuk berpuasa.

Puasa memberikan pengalaman menderita karena lapar, haus, dan tidak terpenuhinya berbagai kebutuhan yang biasa dapat terpenuhi tatkala tidak berpuasa. Dengan menjalankannya, semestinya, kita menyadari bahwa kondisi yang demikian itu kerapkali dialami kalangan fakir miskin.

Dengan puasa, kita dididik untuk mengembangkan sense of awareness terhadap derita rakyat miskin dan diharapkan dapat menumbuhkan sikap empati dan simpati kepada mereka.

Di Indonesia, kemiskinan masih menimpa sekitar 34,96 juta orang atau 15,42 persen dari total penduduknya menjadi tantangan yang harus diatasi dengan partisipasi dan keberpihakan semua pihak. Mereka yang belum tercukupi hak-hak dasarnya tersebut sebenarnya ingin membebaskan diri dengan kekuatan sendiri. Namun pada kenyataannya masih banyak yang tidak berdaya sehingga membutuhkan uluran dan bantuan baik dari masyarakat maupun pemerintah.

Kemiskinan dan ketertinggalan memang seyogyanya dihapuskan dari kehidupan semua orang. Untuk itu dalam penanggulangan kemiskinan ada hal penting yang harus diperhatikan yaitu karakteristik preferensi yang terkait dengan “ketidakberdayaan” kaum miskin.

Sebagai anggota komponen masyarakat, selanjutnya kita dapat lebih lanjut memberikan bukti aktualisasi diri melalui aneka kegiatan sosial di masyarakat dalam rangka mememarangi kemiskinan dalam pengertian yang holistik. Dengan demikian kita semua memiliki peran yang strategis dalam membangun bangsa dan negara.

Orang-orang yang berpuasa baik dalam artian transendetal maupun sosial diharapkan mampu merefleksikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, mereka diharapkan mampu menjadi motivator dalam memerangi dam menanggulangi kemiskinan.

Hal itu akan tercipta sebagai konsekuensi dari pembentukan pribadi yang mengerti akan arti haus dan lapar. Sehingga timbul keinginan yang kuat untuk menghapuskan kemiskinan dari kehidupan sesamanya.

Di sinilah fungsi puasa dapat menjelma dalam tataran aksi sosial dan menjadi energi yang menggerakkan kita untuk berlomba-lomba menjadi makhluk yang senantiasa memerangi kemiskinan. Bagi saudara kita yang miskin akibat konstruksi sosial harus dibantu untuk bangkit dari kepasrahan menerima kondisi.

Oleh karena itu, ibadah puasa yang dijalankan selam sebulan penuh ini hendaknya dapat diimplementasikan dalam ranah sosial. Seorang yang menunaikan puasa hendaknya dapat menjadi inspirator menebarkan empati dan kesetiakawanan.

Pembinaan pribadi yang ditempuh melalui puasa tersebut menjadikan lebih peka terhadap masalah-masalah sosial. Tingkat rasa empati yang semakin kuat setelah menjalankan puasa harus mampu menggerakkan kita untuk aktif berpartisipasi dan berpihak terhadap orang yang hidup dalam kemiskinan.

Hindari Konsumerisme

Pada hakekatnya bulan Ramadhan selalu diharapkan akan membawa perbaikan. Ramadhan berfungsi sebagai wahana dalam mensucikan jiwa dan menjalankan berbagai ibadah.

Akan tetapi, bulan Ramadhan yang juga ikut berproses dengan berbagai fenomena global dan lokal mengakibatkan sebagian orang meninggalkan esensi nilai-nilai yang ada di bulan tersebut.

Walter Armburst, seorang Sosiolog dari University of Oxford pernah menyimpulkan bahwa Ramadhan selanjutnya menjadi peristiwa yang dapat dipergunakan untuk tujuan yang multiguna. Ramadhan dapat dijadikan sarana dalam mewujudkan berbagai tujuan semisal target penjualan produk, merangsang konsumsi, hingga mempromosikan sikap politik.

Pada bulan ini, masyarakat seakan selalu disibukkan dengan pemenuhan konsumsi saat buka puasa atau sahur. Pusat-pusat belanja baik tradisonal ataupun moderen pun selalu ramai pengunjung. Padahal selama seharian dalam sebulan umat Islam tidak makan dan minum tetapi ajaibnya konsumsi makanan justru meningkat. Ini membuktikan tingkat konsumerisme meningkat drastis pada bulan ini. Tak heran jika para pelaku bisnis menjadikan kedatangan Ramadhan sebagai salah satu the most important business period.

Penutup

Nilai dan semangat yang terkandung dalam puasa sebagai ibadah penyadaran tentang ketidakberdayaan sosial harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ibadah puasa diharapkan mampu diimplementasian tindakan penyejahteraan sosial. Adanya kesadaran yang memberikan sikap tidak akan tinggal diam ketika melihat kemiskinan dengan selalu memberikan upaya transformatif manakala realitas sosial tidak berpihak pada orang miskin.

Jika setiap individu memiliki pemahaman yang sama akan ‘pelajaran’ sosial dari ibadah puasa maka rasa empati dan solidaritas sosial dapat membuat kemiskinan dan berbagai eksesnya dapat tertanggulangi. Di samping tentu dengan adanya berbagai kebijakan dari pemerintah yang tepat dan sungguh-sungguh berpihak pada kaum miskin.

Apabila kedua aspek tersebut bisa diwujudkan maka pada gilirannya bangsa ini akan segera menggapai kemakmuran, kemandirian, dan kejayaan serta bangsa yang berbakti sosial.

Dimuat di Majalah KOMITE Edisi 2 September 2008

Tidak ada komentar: