Senin, 27 Oktober 2008

“Lebar-an” dan Kemiskinan

Kalaulah kemiskinan itu berbentuk manusia sungguh aku akan membunuhnya” (Ali Bin Abi Thalib)

Perayaan Lebaran selalu menjadi proses budaya yang menarik di Indonesia. beragam tradisi unik yang berkembang di masyarakat selalu menjadi bumbu orkestrasi dalam menyambut datangnya lebaran atau Hari Raya. Rutinitas Lebaran yang digelar setiap tahun selalu dipenuhi dengan romantika tradisi mudik, saling bermaafan, ataupun nyekar (ziarah).

Secara bahasa, banyak orang yang belum mengerti arti kata tersebut. Memang tidak ada referensi yang kuat mengenai kata lebaran. Ada yang menyatakan bahwa Lebaran berasal dari bahasa Jawa, “lebar” yang berarti pungkasan, atau habis. Lebaran identik dengan kemenangan, karena sebagaimana kita ketahui bahwa sebulan penuh umat Islam berpuasa, melawan segala bentuk nafsu.

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, lebaran diartikan sebagai hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama sebulan.

Kata “lebar-an” jika dihubungkan dengan penanggulangan kemiskinan dalam konteks arti di atas tentu memiliki relevansi karena tujuan dari program tersebut adalah lebaran (habisnya) orang miskin. Dalam artian semua orang miskin dapat dientaskan sehingga dapat lebih luas lagi menjalani kehidupanya.

Namun untuk saat ini tujuan tersebut tentu belum sepenuhnya berhasil diraih. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta (16,58 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta.

Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode Maret 2007-Maret 2008, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,42 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,79 juta orang.

Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan juga tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2007, sebagian besar (63,52 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret 2008 persentase ini hampir sama yaitu 63,47 persen.

Belum Sempurna

Jika dilihat dari jumlah penduduk yang mayoritas memeluk agama Islam tentu kondisi kemiskinan di negeri ini sangat ironis dan menampilkan kejanggalan ketika masih banyak orang yang berada dalan kondisi miskin.

Padahal banyak seruan dalam Qur’an dan Hadits yang menyatakan pembelaan terhadap kaum miskin (advocation to poor). Salah satunya adalah konsep umum zakat yang bisa diturunkan pada praktik-praktik yang lebih khusus. Asumsi dasarnya adalah bahwa dalam harta si kaya terdapat hak si miskin yang bisa ditagih atas nama Tuhan.

Di Indonesia sendiri, potensi zakat nasional yang yang dapat digali nilainya diperkirakan Rp19,3 triliun per tahun. Akan tetapi jumlah yang besar tersebut belum sepenuhnya terrhimpun dan terkelola dengan baik. Dana yang terhimpun dari semua badan amil zakat baru sekitar Rp900 miliar. Jumlah tersebut jika dibandingkan dengan seluruh potensi zakat yang ada, yang dihitung dengan asumsi jumlah pembayar zakat sebanyak 40 juta orang di seluruh Indonesia dapat dibilang baru sebagian kecilnya saja.

Hal ini menunjukkan bahwa kesempurnaan konsep ternyata belum dapat diwujudkan secara sempurna pula dalam perwujudannya. Tengok saja, peristiwa tragis dengan merenggut nyawa orang miskin justru terjadi saat realisasi keingginan mulia membagikan zakat pada pertengahan bulan ini. Kejadian tragis dalam pemberian kepada kaum miskin dari kaum mampu tentu dapat dihindari apabila program pelaksanaanya dikelola dengan baik.

Banyak kalangan yang menilai bahwa insiden pembagian zakat di Pasuruan yang menewaskan 21 orang dinilai sebagai sebuah potret kemiskinan yang melanda bangsa Indonesia. Bahkan tidak sedikit yang menganggap sebagai indikasi peningkatan angka kemiskinan di Tanah Air.

Anggapan tersebut tentu tidaklah sepenuhnya benar. Peristiwa tersebut bukan berarti membantah penurunan angka kemiskinan yang telah berhasil dicapai oleh pemerintah. Tahun 2008 merupakan capaian jumlah lah angka kemiskinan yang terendah selama sepuluh tahun terakhir. Tingkat kemiskinan juga mengalami penurunan dari 17,7 persen pada 2006 menjadi 15,4 persen pada Maret 2008. Selain itu, anggaran untuk program-program pengurangan kemiskinan meningkat sekitar tiga kali lipat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Lalu apa sebenarnya pokok persoalannya? Menurut almarhum Nurcholis Majid, persoalan sebenarnya terletak pada kemampuan umat mendayagunakan Islam untuk mengurai benang kusut kemiskinan di negeri ini. Bahkan, Cak Nur berulang kali mengingatkan agar Islam bisa menjadi agama yang bernilai guna tidak hanya secara ukhrawi (akhirat), namun juga duniawi. Karena suatu agama tidak akan mendatangkan arti sepanjang tak mampu memberi manfaat konkret bagi kehidupan nyata.

Sejak awal kehadirannya, Islam dengan tegas membela hak-hak kaum budak dan buruh agar mencapai derajat manusia yang bermartabat. Islam menghendaki tatanan masyarakat tanpa kelas ekonomi dan kesenjangan sosial. Tidak mengherankan jika penerapan zakat sangat ”keras” pada zaman khulafaurrasyidin.

Pada zaman Umar Bin Khatthab diserukan bahwa penerima zakat tahun ini harus mampu menjadi pemberi zakat tahun depan. Tujuan adalah sebagai upaya untuk memfungsikan zakat sebagai alat pengentasan kemiskinan yang permanen. Logikanya, semakin banyak orang mampu berzakat maka kesenjangan sosial itu akan semakin dapat dipersempit.

Penutup

Perayaan lebaran tentunya bukan sekedar rutinitas tahunan yang digelar dengan berbagai tradisi “pesta”. Perayaaan lebaran juga sebagai wujud solidaristas sosial dan kesamaan derajat sebagai mahluk Tuhan.

Perayaan lebaran jangan sekedar dimaknai telah selesainya kewajiban sebulan puasa Ramadhan namun juga patut diperkaya dalam makna dan tindakan antara lain: Pertama, Lebaran merupakan peringatan hari raya, sehingga persoalan kepedulian sosial dan kedermawanan sosial pada kaum miskin tetap harus dijaga bahkan semakin diperluas (diper-lebar) di hari selanjutnya.

Kedua, Perayaan lebaran semestinya semakin merekatkan jalinan antar sesama manusia dalam berbagama berbangsa dan bernegara. Kebersamaan dan persatuan sesama warga negara tentu akan menjadi modal yang besar dalam mewujudkan tujuan pembangunan. Sehingga lebaran merupakan momentum yang sangat berharga untuk meretas jalan pengentasan kemiskinan di negeri ini. Semoga.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi 1 Oktober 2008

Selamat Idul Fitri 1429 H

Minal Aidin Walfaidzin Mohon Maaf Lahir dan Bathin

Semoga Ibadah Puasa Kita Diterima Allah SWT


Sujana Royat & Keluarga


Tidak ada komentar: