Selasa, 27 Oktober 2009

Zakat yang Memberdayakan


"Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." ( At Taubah ayat 103)


Kemiskinan terkadang membuat seseorang tidak berdaya sehingga memilih jalan yang kurang bermartabat guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kemiskinan pula yang dijadikan alasan bagi orang untuk menjalani aktivitas sebagai pengemis. Walaupun tak jarang pula yang menjadikan kegiatan memohon belas kasihan dari orang lain itu sebagai profesi.

Akibatnya, semakin banyak kita saksikan para pengemis dari usia anak-anak hingga lanjut usia, cacat hingga sehat dan bugar, memenuhi setiap sudut keramaian di kota-kota besar. Kondisi yang demikian seakan mencerminkan semakin tidak berdayanya kaum miskin dalam ikhtiar melepaskan diri dari belenggu kemiskinan.

Dengan menegadakan tangan dan memohon rasa kasihan pada orang lain justru semakin meninabobokan mereka. Spirit untuk berusaha mandiri dengan sendirinya akan mati karena terbiasa dan terlena dengan belas kasihan dari orang lain.

Alasan itu pulalah yang menjadi salah satu dasar bagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumenep mengeluarkan fatwa haram mengemis. Fatwa tersebut juga didukung oleh MUI Pusat serta MUI daerah lainnya.

Selain itu, tindakan nyata juga dilakukan Pemprov DKI dengan mengefektifkan implementasi Peraturan Daerah No. 8 tahun 2007 tentang ketertiban umum yang intinya larangan bersedekah dan beli asongan di jalan raya. Ancamannya cukup berat bagi pemberi sedekah yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Perda ini dapat dikenakan denda maksimal Rp 20 juta atau hukuman pidana penjara 60 hari.

Mengeluarkan fatwa larangan mengemis atau menangkap para pengemis maupun pemberi sedekah tentu belum bisa menyelesaikan masalah banyaknya pengemis yang berkeliaran di jalan karena sesunggunya mereka adalah produk dari kemiskinan. Mereka mengemis karena belum menemukan jalan keluar dari kemiskinan sementara kebutuhan hidup harus terpenuhi.

Kemiskinan memang sangat sulit dihilangkan dalam kehidupan manusia namun tentu dapat diminimalisir. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia) pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42 persen) yang berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.

Angka tersebut menunjukkan bahwa masih cukup banyak masyarakat kita yang hidup dalam kondisi miskin. Untuk mengurangi jumlah tersebut, pemerintah terus berupaya mengatasinya melalaui pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Program ini dikelompokkan tiga kluster program penanggulangan kemiskinan yaitu kluster satu, bantuan dan perlindungan sosial, dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH), beras untuk masyarakat miskin (raskin), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), bantuan sosial untuk pengungsi/korban bencana, bantuan untuk penyandang cacat, bantuan untuk kelompok lansia, dan lain sebagainya.

Kluster dua, adalah pemberdayaan masyarakat atau yang sering disebut PNPM Mandiri. Sedangkan kluster ke tiga, penguatan usaha mikro dan kecil melalui program kredit usaha rakyat (KUR).

Optimalkan Zakat

Meski pemerintah telah menjalankan beragam program dalam menanggulangi kemiskinan namun bukan berarti masyarakat tidak memiliki kewajiban dalam membantu mereka yang kekurangan. Tanggung jawab dalam menanggulangi kemiskinan tetap menjadi tanggungjawab semua pemangku kepentingan, baik pemerintah, masyarakat maupun orang miskin itu sendiri. Untuk itu, semua pemangku kemangku kepentingan harus bahu-membahu berjihad melawan kemiskinan.

Salah satu cara yang bisa kita lakukan sebagai warga masyarakat dalam mengurangi angka kemiskinan dengan melakukan kewajiban membayar zakat. Sebagaimana diatur dalam dalam UU Nomor 38/1999, pengelolahan zakat bertujuan membantu golongan fakir dan miskin. Zakat juga diyakini memiliki peran penting dalam perkembangan sosial dan ekonomi jika digunakan secara benar. Bahkan Alquran banyak memuat ayat yang menerangkan pentingnya berzakat.

Zakat sesungguhnya merupakan potensi ekonomi yang amat besar bagi bangsa Indonesia. Jika kita menengok jumlah muslim yang mayoritas di negara kita maka seharusnya zakat bisa menjadi solusi bagi pemecahan masalah kemiskinan di Indonesia. Meski demikian, upaya menggali potensi dan optimalsasi peran zakat di Indonesia belum sepenuhnya tergarap dengan maksimal. Sejauh ini zakat sebagai instrumen pemberantasan kemiskinan masih sporadis dan belum efektif secara permanen.

Mengapa demikian, ada beberapa kemungkinan yang membuat peran dan fungsi zakat menjadi tidak efektif antara lain: pertama, jumlah orang miskin masih terlalu banyak. Kedua, dana zakat yang terhimpun masih sangat kecil sehingga tidak signifikan, baik karena kemampuan maupun kerana kemauan umat Islam yang belum memadai. Ketiga, golongan penerima zakat bukan hanya fakir dan miskin melainkan ada enam golongan lagi yang berhak menerima zakat. Keempat, manajemen penyalurannya belum klop dengan substansi masalah atau akar kemiskinan.

Keberadaan zakat juga sangat tergantung terhadap keberadaan lembaga zakat yang mengelolanya. Secara yuridis formal keberadaan zakat diatur dalam UU No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat. Lembaga pengelola zakat saat ini tidak hanya dimonopoli oleh BAZIS yang dikelola oleh negara tetapi dikelola secara swadaya oleh masyarakat.

Namun yang patut menjadi perhatian bagi lembaga pengelola amil zakat tersebut adalah bagaimana zakat tersebut dapat diberdayagunakan untuk menanggulangi dan mengatasi kemiskinan umat Islam pada khususnya dan warga negara Indonesia pada umumnya. Pengelolaan ini penting agar zakat tidak hanya sekadar menjadi langkah penghimpunan dana dan sasaran penyalurannya tidak jelas.

Oleh karena itu, sebagai upaya meningkatkan daya guna zakat dalam rangka mengentaskan kemiskinan ada berberapa hal yang perlu dilakukan oleh lembaga pengelola zakat terutama pengelolahan zakat secara profesional dan akuntable sehingga memberikan rasa kepercayaan bagi para wajib zakat bahwa dana yang telah mereka keluarkan dapat dikelolah sebagaimana mestinya. Dengan begitu, maka dapat mendorong kesadaran bagi mereka untuk menunaikan kewajibannya.

Di samping itu, penyaluran dana zakat sebisa mungkin dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat semisal kemampuan berwirausaha sehingga mereka tidak menjadikan zakat sebagai gantungan hidup. Sehingga apabila simpul-simpul pemberdayaan tersebut dapat berkembang tentu akan mampu menciptakan lapangan kerja sehingga dapat memberikan manfaat nyata dalam mengurangi kemiskinan di daerah sekitarnya.

Penutup

Potensi zakat dalam memerangi kemiskinan memang sangat besar karena sesunggunya dalam setiap kekayaan orang kaya terdapat bagian hak milik orang-orang miskin. Meski demikian kita semua tentu menyadari bahwa besarnya potensi zakat sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk mengentaskan kemiskinan. Ditambah lagi masing rendahnya kesadaran masyarakat dalam menunaikan kewajiban membayar zakat.

Kondisi yang demikianlah yang menimbulkan kenyataan bahwa kita belum mampu mengangkat hidup orang fakir dan miskin dengan zakat. Jika zakat dijadikan salah satu upaya mengatasi kemiskinan maka dalam penyalurannya seharusnya lebih mengedapankan aspek pemberdayaan. Dana zakat itu bisa saja digunakan untuk biaya pendidikan (beasiswa), modal usaha dan sebagainya. Namun bagi mereka yang memang sudah sulit dikembangkan untuk berusaha sendiri kebutuhan awal yang sifatnya konsumtif tetap harus dipenuhi.

Dengan demikian maka kaum fakir miskin tersebut akan mampu berusaha keluar dari jerat kemiskinan melalui kerja keras yang dilakukannya. Sehingga mereka tidak akan menjadikan kemiskinan sebagai alasan menggantungkan hidup dari belas kasihan orang lain. (dimuat di Majalah KOMITE 15-30 September 2009)

Tidak ada komentar: