Kamis, 07 Agustus 2008

Arah dan Strategi Baru Penanggulangan Kemiskinan

SEJAK awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia bulan Maret 2006 sangat tinggi, sebesar 39,05 juta (17,75 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Februari 2005 yang berjumlah 35,10 juta (15,97 persen), berarti jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta. Dan usut punya usut naiknya angka kemiskinan 2006 disebabkan salah satunya oleh naiknya harga beras, sungguh ironis.

Perhatian pemerintah terhadap penanggulangan kemiskinan pada era reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. hal itu terbukti dengan semakin meningkatnya anggaran penanggulangan kemiskinan dari tahun ke tahun. Tahun 2004 dana untuk program penanggulangan kemiskinan sebesar Rp 18 triliun, pada 2005 mencapai Rp 23 triliun, lalu meningkat lagi menjadi Rp 42 triliun pada 2006 dan bertambah signifikan yaitu sebesar Rp 51 triliun pada 2007. Namun demikian dana yang tersebut tersebar di 19 lembaga departemen dan non departemen.

Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2006 masih tetap tinggi. Program-program yang digulirkanpun beragam, mulai dari program shock therapy (SLT) hingga program pemberdayaan, namun tetap saja angka kemiskinan masih tinggi.

Berdasarkan kajian, ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kurang efektifnya program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin.Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin dan terakhir SLT yang sangat kontroversial. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan.

Faktor kedua yang dapat mengakibatkan kurang efektifnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal. Kalau memakai istilah Bpaka Menko Kesra “kita belum mengenali profil kemiskinan di negeri kita.” Itulah mengapa kemiskinan di Indonesia sulit dihadapi. Tanpa pemahaman yang baik, tanpa data-data yang akurat dan tanpa analisi yang tepat, upaya penanggulangan kemiskinan akan lebih banyak salah arah dan berakhir dengan kegagalan.

Kedepan, arah penangugulangan kemiskinan akan lebih difokuskan pada program-program yang sifatnya pemberdayaan masyarakat, namun sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengarusutamaan pendanaan dalam penanggulangan kemiskinan.

Strategi ke Depan

Ada beberapa langkah strategis yang laksanakan pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan, antara lain; Pertama, pemetrintah secara bertahap melakukan pengarustamaan anggaran pemerintah untuk program kemiskinan. Bukan rahasia lagi banyak sekali program pemerintah puasat dan daerah yang mengatasnamakan program penanggulangan kemiskinan tetapi banyak yang tidak efektif. Oleh karena itu, bersama dengan penyusunan RKP 2008, perencanaan hingga pelaksanaan program dan anggaran untuk kemiskinan akan diperbaiki.

Kedua, peluncuran program nasional yang komprehensif yang menggabungkan 2 program kemiskinan, yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Pengurangan Kemiskinan di wilayah Perkotaan (P2KP) kedalam satu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Mengingat program ini bersifat open menu, jenis kegiatanya akan ditentukan sendiri oleh masyarakat desa/kelurahan sehingga akan menjawab kebutuhan yang spesifik dalam penaggulangan kemiskinan. Program ini rencananya mencakup 5.263 kecamatan dan 7.123 kelurahan di sekuruh Indonesia.

Ketiga, pemerintah akan mengaitkan program pengembangan energi alternative dan program penanggulangan kemiskinan. Mengingat sebagian besar kegiatan program ini berkaitan dengan sector pertanian dan dilakukan di daerah pedesaaan. Program ini dimulai dengan pengembangan desa energi mandiri, pembukakan lahan untuk kelapa sawit, tebu dan jarak sebagai sumber energi alternative. Tujuan utamanya adalah peningkatan kapasitas keluarga miskin Indonesia dengan meningkatkan asset (kepemilikan lahan) dan pencipta lapangan kerja baru dan sekaligus akses terhadap energi alternative di luar BBM. Untuk menunjang program tersebut sejumlah intesntif telah dipersiapkan seperti penyediaan subsidi kredit program dalam APBN 2007 sebesar Rp 1 Trilyun, pemberian insentif fiscal dalam bentuk investment credit depresiasi dipercepat dan sebagainya.

Keempat, yang paling penting adalah penempatan pembangunan manusia sebagai inti (core) dari pembangunan nasional Indonesia dan program penanggulangan kemiskinan. Seperti kita ketahuai, pemerintah telah melipatgandakan pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan. Menurut laporan study terbaru public expenditure review, jika digabungkan anggaran pemerintah pusat dan daerah, pengeluaran pemerintah untuk pendidikan telah mencapai 4,5% dari PDB pada tahun 2006 meningkat dari 2 % dari PDB dalam 2004. Tentu dana pendidikan tersebut masih belum cukup terutama untuk mengatasi kekurangan investasi di masa lalu. Namun dalam jangka pendek proritas akan diutamakan untuk mengefektifkan dan mengefesiensikan penggunaan dana yang ada.

Kelima, pemerintahan akan memberikan intensif tambahan berupa bantuan tunai untuk keluarga miskin dalam rangka menjamin kesehatan ibu hamil dan balita sebagai bagian dari pilot proyek BLT bersyarat. Bantuan ini akan ditentukan oleh paramedis dan mencapai target berat dan tinggi sesuai standar. BLB juga akan di kondisikan dengan program pendidikan, artinya keluarga miskin akan mendapatkan BTB kalau anak-anak mereka yang usia sekolah tingkat kehadirannya mencapai 85%. Langkah ini diharapkan meningkatkan net enrollment ratio baik pada usia sekolah dasar maupun SLTP. Jika pilot projek ini berhasil maka ekspansi program ini akan dilakukan secara bertahap mulai tahun 2008.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi Desember 2006

Tidak ada komentar: