Selasa, 12 Agustus 2008

Memberikan Ikan dan Kail

Filosofi penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat diibaratkan seperti analogi ikan dan kail. Banyak yang bilang bahwa dengan memberikan ikan kepada orang miskin tidak akan menyelesaikan masalah tapi justru membuat ia akan bergantung. Pilihan yang dinilai tepat adalah memberi kail pada mereka.

Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan tentu tidak selesai begitu saja dengan pilihan seperti analogi di atas. Secara lebih lanjut analogi tersebut sangat perlu diperluas. Pilihan memberi kail saja ternyata tidak cukup karena walaupun orang punya kail jika tidak memiliki cara mengail tentunya tidak akan memperoleh ikan. Di sinilah pentingnya pemberian ketrampilan bagi proses pemberdayaan masyarakat.

Untuk itu, upaya pemerintah dalam mengurangi pengangguraan dan kemiskinan ditempuh melalui tiga langkah, yaitu pertama, dengan menyediakan "ikan" atau bantuan langsung bagi masyarakat yang benar-benar sudah tidakberdaya. Kedua, menyediakan "kail" bagi masyarakat agar mereka bisa memberdayakan diri sendiri dan ketiga, pemberian Kredit Untuk Rakyat (KUR).

Dalam acara silahturahmi peserta Temunas PNPM Mandiri dengan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, di Istana Negara pada 30 April yang lalu, presiden mengungkapkan bahwa program memberi ikan juga masih dibutuhkan bagi sebagian masyarakat.

Hal ini menginggat masih ada sebagian masyarakat yang kondisinya memang sangat memprihatinkan, sangat miskin, the poorest of the poor walaupun jumlahnya sedikit. Kelompok ini memang masih memerlukan ikan karena belum mampu untuk menangkap ikan meskipun dikasih kailnya.

Untuk itu, dalam implementasi program yang memberikan ikan ini dilakukan dalam berbagai bentuk program seperti pengobatan gratis atau Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), pemberian beras untuk mereka yang sungguh miskin (Raskin), menggratiskan pendidikan melalui Program BOS dan program-program yang lain seperti Program Keluarga Harapan (PKH). Selain itu kebijakan bantuan sosial juga diberikan kepada para korban bencana, kelompok sosial yang rentan, golongan lanjut usia, dan lain-lain.

Di sisi lain, untuk sebagian masyarakat yang sudah mampu diberdayakan, implementasi program yang dilaksanakan berwujud pemberdayaan masyarakat melalui wadah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Realisasi PNPM Mandiri yang dicanangkan sejak sejak setahun yang lalu itu pada tahun 2008 telah menjangkau 36.000 desa dengan rincian 20.000 merupakan desa tertinggal dan 16.000 bukan desa tertinggal. Cakupan program ini ditargetkan meningkat hingga menjangkau 73.000 desa pada tahun 2009 dengan peningkatan dana Rp30 triliun. Sehingga, jika pendanaan untuk PNPM di satu kecamatan yang saat ini mencapai Rp1,5 miliar per tahun, diharapkan pada 2009 jumlahnya meningkat menjadi Rp3 miliar per kecamatan per tahun.

Pemberdayaan masyarakat selain melalui PNPM Mandiri, masih ada satu kail yang yaitu program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tujuan program ini memberikan kemudahan kepada para pengusaha kecil memperoleh tambahan modal usaha sehingga mampu tumbuh dan berkembang dengan baik.

Kebijakan dan program ini memberikan solusi bagi usaha kecil yang merasa kesulitan mendapatkan modal dari perbankkan karena agunannya atau persyaratannya yang banyak dan tidak bisa dipenuhi masyarakat miskin. Dalam program ini permasalahan agunan dapat teratasi karena pemerintah telah memberikan agunannya. Berbagai kemudahan tersebut diharapkan menjadi tumpuan bagi kebangkitan UMKM. Alhasil, dari sejak diresmikan bulan November tahun lalu jumlah kredit telah mencapai Rp 3,5 triliun. Kondisi ini tentunya akan memberikan efek positif bagi pengurangan kemiskinan dan pengangguran.

Peran Pemda

Sejak 2004 dana yang dialokasikan untuk pengurangan kemiskinan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat terus bertambah. Pada tahun 2004 dana yang dialokasikan sejumlah Rp19 triliun, kemudian pada 2005 menjadi Rp24 triliun, pada 2006 sebesar Rp 41 triliun, 2007 sebesar Rp 51 triliun dan pada 2008 sebesar Rp58 triliun. Alokasi dana yang cukup besar bagi pemberdayaan masyarakat miskin tentunya harus mampu dikelolah secara optimal dan tepat sasaran.

Di sinilah, peran pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan sangat strategis dalam identifikasi dan memahami permasalahan, dan menemukan alternatif pemecahan masalah sesuai dengan ciri-ciri dan karakteristik sosial budaya yang berkembang di masyarakat. Sesuai dengan yang dikemukan Hans H. Munker dan Izzedin Bakhit dalam Attacking The Roots of Poverty, bahwa pembangunan berkarakter pemberdayaan rakyat harus bisa memobilisasi dan bertumpu pada potensi-potensi lokal.

Pemerintah daerah juga bertanggungjawab dalam mengawal kesuksesan setiap program yang dilaksanakan. Untuk itu, pemimpin di daerah harus turun langsung ke masyarakat agar benar-benar mengetahui permasalahan. Sehingga program pemberdayaan masyarakat tidak hanya bersifat top down namun juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Penutup

Pelaksanaan penanggulangan kemiskinan melalui PNPM Mandiri ini dilakukan dengan cara yang berbeda antara desa tertinggal dan desa bukan tertinggal. Untuk desa tertinggal Pemerintah Pusat akan membantu untuk perencanaan, sedangkan desa bukan tertinggal perencanaan dilakukan secara mandiri mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan.

Oleh karena itu, komitmen yang kuat dari para pemangku kepentingan (stakeholders) baik dari kalangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dunia usaha, lembaga masyarakat sipil, dan masyarakat sendiri sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan PNPM Mandiri sesuai harapan rakyat Indonesia.

Salah satu langkah yang ditempuh adalah memberikan pembinaan, pelatihan, dan berbagai fasilitasi dalam upaya pengurangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Di samping itu juga memberikan motivasi, fasilitasi, dan advokasi terhadap masyarakat penerima program untuk menjalankan PNPM Mandiri dengan sungguh-sungguh sehingga masyarakat dapat bangkit dari kemiskinan dan menjadi mandiri.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi II Mei 2008

Tidak ada komentar: