Selasa, 05 Agustus 2008

Perubahan Iklim, Kenaikan Harga Minyak Dunia dan Penanggulangan Kemiskinan

Di mananapun masyarakt miskin adalah penerima beban terberat dan paling rentan tehadap dampak perubahan baik yang datang dari dalam maupun yang datangnya dari luar, entah itu perubahan iklim ataupun perubahan ekonomi global yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia.

Berdasarkan laporan ke-4 (Assesment Report 4) Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 2007, kegiatan manusia diyakini memberikan andil yang besar dalam percepatan terjadinya perubahan iklim. Dampak yang timbul akibat fenomena ini beragam dan dirasakan oleh manusia di seluruh dunia; mulai dari kenaikan permukaan air laut, kekeringan, hingga gangguan terhadap ketahanan pangan.

Korban utama yang mengalami dampak ini adalah masyarakat miskin, terutama di negara-negara yang bukan negara maju. Mereka rentan terhadap dampak perubahan iklim karena kehidupan mereka sangat bergantung pada sektor-sektor yang dipengaruhi oleh iklim (seperti pertanian dan perikanan) serta ketidakmampuan mereka (terutama secara ekonomi) untuk menanggulangi dampak perubahan iklim.

Indonesia yang merupakan salah satu negara di dunia yang paling sering kena bencana, kini menghadapi pengaruh kemarau, banjir, dan badai yang mengiringi gangguan dalam produksi pertanian. Penghidupan petani dan nelayan berada dalam pertaruhan. Di beberapa wilayah penyakit yang terbawa nyamuk seperti demam berdarah dan malaria sudah banyak menyebar dan kekurangan gizi anak-anak meningkat sebagai akibat dampak perubahan iklim pada hampir 40 juta orang Indonesia yang hidup dalam kemiskinan.

Upaya penanggulangan dampak perubahan iklim terutama di negara miskin dan negara berkembang menimbulkan dilema: mendahulukan perkembangan ekonomi untuk menanggulangi kemiskinan, atau menanggulangi dampak perubahan iklim? Kemiskinan merupakan satu isu yang jelas dan berada di depan mata; di pihak lain, dampak dari perubahan iklim akan memperparah kemiskinan yang sekarang sudah ada.

Pada umumnya, negara-negara berkerbang dan miskin memerlukan energi dari bahan bakar fosil sebagai komponen pendukung dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Selain mudah diperoleh, bahan bakar fosil tergolong murah harganya. Namun, pembakaran sumber energi fosil menghasilkan emisi gas rumah kaca yang tinggi. Apabila dibiarkan berlangsung terus-menerus, fenomena pemanasan global akan semakin parah. Lalu, bagaimana caranya agar negara-negara miskin dan berkembang bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi mereka dan mengentaskan kemiskinan sambil berkontribusi menanggulangi dampak perubahan iklim global?

Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim memang tidak secara langsung memberikan jalan keluar untuk menanggulangi masalah kemiskinan, akan tetapi konvensi dengan jelas menyatakan bahwa penanggulangan masalah kemiskinan merupakan isu yang sangat penting dan harus menjadi prioritas negara-negara berkembang.

Untuk itulah setiap aktivitas yang dilakukan untuk menanggulangi perubahan iklim harus memberikan manfaat konkret kepada masyarakat miskin. Bantuan kepada negara yang belum memiliki akses pada beberapa bidang tertentu belum cukup apabila bantuan tersebut tidak bisa menyentuh kehidupan masyarakat miskin, karena masyarakat miskinlah yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Oleh karena itu, harus dipastikan bahwa kerjasama negara maju dengan negara berkembang di bidang perubahan iklim benar-benar berdampak positif terhadap masyarakat miskin yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Yang tidak kalah pentingnya adalah good will pemerintah negara berkembang, baik pemerintah pusat maupun daerah menjadikan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama dengan membuat program kerja penanganan dampak perubahan iklim bagi masyarakat miskin.

Harga Minyak Dunia

Akan halnya perubahan iklim, penurunan ekonomi global yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang hampir mencapai US$ 100 per barrel dan semakin merosotnya perekonomian Amerika Serikat menyababkannya kenaikan harga pangan yang semakin tinggi. Dan sekali lagi masyarakt miskinlah yang menerima beban terberat dan paling rentan terhadap perubahan.

World Economic Outlook Oktober 2007 menurunkan proyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 4,8 % dari 5,4 % untuk tahun 2008. Penurunan ekonomi dunia tersebut berbuntut meningkatnya inflasi dunia dan dapat mendorong inflasi domestik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan beban keluarga miskin.

Dalam menghadapi situasi tersebut Menko Kesra, selaku ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan menggelar jumpa pers dan menginformasikan bahwa pemerintah telah mempunyai skenario-skenario untuk menjaga momentum proses penanggulangan kemiskinan yang sudah berjalan dengan baik. Skenario tersebut diyakini mampu menjaga proses penanggulangan kemiskinan dari ancama situasi perekonomian global yang semakin menurun.

Skenario yang dijalankan pemerintah tentunya berpedoman pada prinsi-prinsip yang ada. Prinsip yang digunakan adalah mengusahakan pengurangan biaya hidup kelompok masyarakat miskin, mengusahakan peningkatan pendapatan kelompok masyarakat miskin, dan mengusahakan stabilitas ekonomi.

Dengan berpedoman pada prisip tersebut ada 4 stretegi atau skenario yang dijalankan pemerintah untuk menjaga momentum keberhasilan proses penanggulangan kemiskinan. Pertama, stabilisasi harga kebutuhan pokok. Kedua, mendorong perkembangan sektor riil, khusunya UMKM dan pertanian. Ketiga, program khusus (targeted program) penanggulangan kemiskinan. Keempat, diversifikasi energi.

Di sini saya hanya menyoroti program khusus penanggulangan kemiskinan (targeted program), menurut Pak Menko Kesra, Presiden telah memerintahkan agar alokasi dana untuk penanggulangan kemiskinan tahun 2008 tidak dikurangi. Bahkan anggaran Pemerintah Pusat untuk penanggulangan kemiskinan dan pencapaian MDGs terus meningkat dari waktu ke waktu, yaitu Rp 21,7 pada 2005 menjadi Rp 51,7 pada 2007 dan Rp 80 trilyun pada 2008. Ini bukti bahwa pemerintah serius dalam proses pengurangan rakyat miskin dinegeri ini.

Saat ini program penanggulangan kemiskinan sendiri dikelompokkan dalam tiga kelompok (kluster) program, yaitu; pertama, Bantuan dan Perlindungan Sosial berupa 8 program dengan sasaran 3,9 juta Rumah Tangga Sangat Miskin. Untuk kluster pertama ini adalah upaya pemerintah untuk membantu menopang hidup penduduk miskin agar lebih berdaya. Contoh program kluster ini adalah program Raskin, dan Jamkesmas,

Kedua, Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri) dengan sasaran 60-70 juta penduduk miskin. Ketika masyarakat dinilai sudah berdaya, maka pemerintah menyodorkan PNPM. PNPM merupakan wadah bagi program-program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh berbagai lembaga pemerintah baik yang departemen maupun LPND dan tentunya program-program tersebut berbasis pemberdayaan masyarakat. Contoh program yang terintregrasi dengan PNPM adalah PPK, P2KP, P2DTK dan sebagainya.

Ketiga, Penguatan Kemandirian Masyarakat (Pengembangan UMKM), berupa pemberian kredit UMKM dengan sasaran kelompok masyarakat yangg layak, sudah diberdayakan oleh PNPM (100.000 pokmas) dan hampir miskin (6,9 juta RT) serta nasabah UMKM (70 juta nasabah). Dan diupayakan dari tahun ke tahun penduduk miskin yang tercakup dalam PNPM-Mandiri akan terus ditingkatkan. Contoh program kluster ketiga ini adalah pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijalankan oleh BNI, BRI, Bank Mandiri, Mandir Syariah, Bukopin dan BTN

Dengan dijaganya momentum proses penanggulangan kemiskinan khusus (targeted program) pemerintah melihat peluang penurunan jumlah penganggur dari 10,55 juta jiwa pada tahun 2007 menjadi 6,49 juta jiwa tahun depan. Kondisi itu dimungkinkan karena ada dua program penanggulangan kemiskinan yang sekaligus diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru untuk 70 juta tenaga kerja, terutama di pedesaan. Bahkan Bank Dunia memprediksikan akan terjadi angka penurunan kemiskinan sebanyak 4,6 juta orang. Bank Dunia dengan menggunakan ukuran US$ 2 PPP/kap/hari (purchasing power parity) mencatat pada 2007 jumlah penduduk miskin diproyeksikan sebanyak 105,3 juta atau 45,2 persen dari jumlah penduduk, menjadi 100,7 juta orang atau 42,6 persen pada 2008.
Dimuat di Majalah KOMITE Edisi Desember 2007

Tidak ada komentar: