Selasa, 05 Agustus 2008

Konsepsi Islam Melawan Kemiskinan

Penanggulangan kemiskinan selalu menjadi isu yang menarik. Masalah kemiskinan bukan saja menjadi masalah nasional tapi telah menjadi permasalahan global. Di Indonesia angka kemiskinan saat ini cukup besar. Merujuk data BPS 2006 angka kemiskinan di Indonesia saat ini sekitar 39,05 juta atau 17,75% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 222 juta.

Masih besarnya angka kemiskinan di Indonesia, maka pemerintah memandang bahwa penanggulangan kemiskinan merupakan prioritas utama dalam pembangunan nasional. Dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah (RPNJPM) 2005-2009 pemerintah menargetkan pengurangan kemiskinan hingga 8,2%. Lebih besar daripada yang ditetapkan Millenium Developmen Goals (MDGs) yaitu berkurangannya angka kemiskinan setengahnya pada 2015. Jelas bahwa kemiskinan merupakan persoalan yang harus diselesaikan. Lalu bagaimana Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia dalam memandang dan menanggulangi kemiskinan?

Dalam konsep Islam, kemiskinan dianggap mendekati kekufuran. Islam juga memandang bahwa kemiskinan dan kebodohan merupakan penyakit kronis umat Islam yang harus dilawan. Oleh Karena itu, Islam telah memaklumatkan perang terhadap kemiskinan. Dan penanggulangannya harus terfokus, sistematis dan terapis (berkelanjutan).

Dalam kacamata Islam, kemiskinan timbul karena berbagai sebab struktural. Pertama, kemiskinan timbul karena kejahatan manusia terhadap alam sehingga manusia itu sendiri yang kemudian merasakan dampak-nya Kedua, kemiskinan timbul karena ketidakpedulian dan kebakhilan kelompok kaya sehingga si miskin tidak mampu keluar dari lingkaran kemiskinan. Ketiga, kemiskinan timbul karena sebagian manusia bersikap dzalim, eksploitatif, dan menindas sebagian manusia yang lain, seperti memakan harta orang lain dengan jalan yang salah, memakan harta anak yatim, dan memakan harta riba.

Karena itu, Islam memandang bahwa kemiskinan sepenuhnya adalah masalah struktural karena Allah telah menjamin rizki setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakannya. Di saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi kemiskinan kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi setiap individu. Setiap makhluk memiliki rizki masing-masing dan mereka tidak akan kelaparan.

Dengan memahami akar masalah, akan lebih mudah bagi kita untuk memahami fenomena kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan yang semakin berada di sekeliling kita.
Strategi Penanggulangan

Islam sebagai way of life memiliki berbagai prinsip terkait kebijakan publik yang dapat dijadikan panduan bagi program pengentasan kemiskinan dan sekaligus penciptaan lapangan kerja.
Pertama, Islam mendorong pertumbuhan ekonomi yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor growth).

Kedua, Islam mendorong penciptaan anggaran negara yang memihak pada kepentingan rakyat banyak (pro-poor budgeting). Dalam sejarah Islam, terdapat tiga prinsip utama dalam mencapai pro-poor budgeting yaitu: disiplin fiskal yang ketat, tata kelola pemerintahan yang baik, dan penggunaan anggaran negara sepenuhnya untuk kepentingan publik.

Ketiga, Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor infrastructure). Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak eksternalitas positif dalam rangka meningkatkan kapasitas dan efisiensi perekonomian. Nabi Muhammad SAW membagikan tanah di Madinah kepada masyarakat untuk membangun perumahan, mendirikan pemandian umum di sudut kota, membangun pasar, memperluas jaringan jalan, dan memperhatikan jasa pos.

Keempat, Islam mendorong penyediaan pelayanan publik dasar yang berpihak pada masyarakat luas (pro-poor public services). Terdapat tiga bidang pelayanan publik yang mendapat perhatian Islam secara serius: birokrasi, pendidikan, dan kesehatan.

Kelima, Islam mendorong kebijakan pemerataan dan distribusi pendapatan yang memihak rakyat miskin. Terdapat tiga instrument utama dalam Islam terkait distribusi pendapatan yaitu aturan kepemilikan tanah, penerapan zakat, serta menganjurkan qardul hasan, infak, dan wakaf.
Filantropi Islam

Berkiatan dengan strategi kelima yaitu kebijakan pemerataan dan distribusi pendapatan yang memihak rakyat miskin, sebenarnya di Indonesi memiliki potensi yang amat besar. Dilingkup perusahaan saja melalui program CSRnya, potensi dana social yang terkumpul dapat mencapai Rp 10 trilyun. Apalagi kalau potensi CSR digabungkan dengan potesni pengumpulan dana melalui instrument sosial umat Islam atau lebih dikenal filantropi Islam.

Menurut yurisprudensi Islam filantropi dalam Islam sering diterjemahkan dalam bentuk zakat, infak, sedekah sunah dan wakaf atau yang lebih dikenal ZISW. Indonesia dengan mayoritas muslim terbesar di dunia mempunyai potensi yang besar dalam mengupulkan dana tersebut.

Berdasarkan survei yang dilakukan Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) tahun 2004 potensi zakat saja mencapai Rp 6,132 triliun pertahun, belum lagi potensi yang diperoleh dari sedekah, infak dan wakaf.

Penelitian Pusat Bahasa dan Budaya (PBB) UIN Jakarta bersama Ford Foundation 2005 lalu juga mencatatkan potensi dana sosial Muslim Indonesia mencapai Rp 19,3 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari Rp 5,1 triliun dalam bentuk barang dan Rp 14,2 triliun tunai.

Secara terperinci, zakat fitrah mengkomposisi sebesar 33 persen dari total dana sosial per tahun, yakni sekitar Rp 6,2 triliun. Sementara, sisanya berasal dari zakat harta yang dihimpun sepanjang tahun. Penelitian tersebut juga mengungkapkan sekitar 61 persen zakat fitrah dan 93 persen zakat maal diberikan langsung kepada penerima.

Berbeda dengan temuan Pirac dan PBB UIN, Badan Zakat Amal Nasional (BAZNAS), BAZNAS memprediksi bahwa potensi zakat di Indonesia per tahun tercatat Rp17,5 triliun. Akan tetapi, realisasi penghimpunan dana zakat baru sekitar 10 persen.

Berbedanya penghitungan potensi zakat, infak, sedekah dan wakaf oleh UIN Syarif Hidayatullah, Pirac, dan lembaga riset lainnya tidak perlu dipermasalahkan. Namun demikian, terdapat kesamaan dalam sejumlah informasi tersebut. yaitu penemuan atas besarnya potensi pengumpulan dana yang bersala dari kedermawanan umat Islam yang dilandasi oleh ajaran agamanya.

Besarnya potensi itu tentunya harus digali secara maksimal dan efektif. Mungkin kita boleh sedikit bergembira karena untuk dilingkup perusahaan kita telah mengawalinya dengan deselenggarakannya Corporate Social Responsibility Indonesia konferensi dan expo yaitu ajang sosialisasi mengenai pentingnya persuhaan menyisihkan sebagian keuntungannya untuk masyarakt miskin. Lalu bagaimana mengoptimalkan pengumpulan dana melalui filantropi Islam?

Karena filontropi Islam berkaitan dengan semangat dalam menjalankan ajaran agama maka hal pokok yang perlu ditekankan adalah bagaimana meluruskan pemahaman umat yang selama ini menjadi “virus” yang menggrogoti pemahaman dan pemaknaan terhadap beberapa aspek ajaran Islam, teruatam pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi. Dengan begitu kegiatan filontropi Isalm bukan saja kewajiban orang yang kaya tetapi menjadi bagian kehidupan sehari-hari umat Islam baik yang kaya maupun yang tidak punya.

Tidak ada komentar: