Selasa, 12 Agustus 2008

CSR, Dan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Penanggulangan kemiskinan telah menjadi prioritas utama pembangunan nasional. Masalah utama yang dihadapi dalam penanggulangan kemiskinan adalah masih besarnya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Selain kemiskinan yang didasarkan pada ukuran pendapatan (poverty of money), kemiskinan dilihat pula dari kemampuan masyarakat untuk memperoleh akses kepada pelayanan dasar, seperti ; pendidikan, kesehatan, air minum, pendanaan, kelembagaan (poverty of access), dan kesempatan/kemampuan masyarakat miskin yang rendah untuk ikut dalam pengambilan keputusan terkait dengan tingkat kesejahteraan mereka (poverty of power).

Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2006 angka kemiskinan mencapai 39,05 juta jiwa atau sekitar 17,75 % (BPS, Maret 2006). Angka tersebut mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya (2005) sebesar 35,10 juta (15,97%), atau terdapat kenaikan sebesar 3,9 juta. Tentunya hal ini bertolak belakang dengan tujuan pembangunan nasional dan pencapain MDGs, yaitu pengurangan kemiskinan.

Pengurangan kemiskinan menurut versi pencapaian MDGs pada tahun 2015 adalah 7,5 persen, sedangkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009 adalah 8,2 persen. Untuk mencapai target tersebut langkah-langkah kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah mencakup pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin atas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar, perlindungan sosial dan peningkatan kesempatan berusaha serta program yang sifatnya percepatan penanggulangan kemiskinan.

Percepatan penanggulangan kemiskinan harus terus dilakukan tanpa lelah dan berhenti bahkan harus lebih baik di masa-masa mendatang.Namun, upaya besar untuk percepatan menanggulangi kemiskinan hanya mungkin berhasil secara berkelanjutan jika tercipta partisipasi aktif dan usaha sungguh-sungguh dari tiga unsur, yaitu pemerintah, dunia usaha dan masyarakat madani lainnya. Tiga unsur ini yang sebenarnya akan menentukan seberapa jauh kita mampu mencapai tujuan-tujuan kita. Dan kita tidak akan pernah mencapai secara optimal penanggulangan kemiskinan, jika masing-masing pemangku kepentingan berjalan sendiri-sendiri

Dalam dunia usaha, salah satu konsep yang memungkinkan untuk proses percepatan penanggulangan kemiskinan adalah apa yang kita sebut Corporate Social Responsibility (CSR). Konsep ini patut didukung dan disosialisasikan dengan luas.

CSR Indonesia

Bank Dunia mendefinisikan, Tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari beberapa komponen utama, seperti; perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak azasi manusia, interaksi dan keteribatan perusahaan dengan masyarakat, standar usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan, serta bantuan bencana kemanusiaan.

Namun, apabila filosofi bisnis yang dimiliki korporasi masih menggunakan paradigma lama, yaitu mengejar keuntungan yang setinggi-tingginya tanpa mempedulikan kondisi masyarakat sekitar. Hal ini akan memicu ketidakpuasan (kecemburuan sosial) dari masyarakat sekitar. Selain itu, perusahaan tidak dapat menggali potensi masyarakat lokal yang seharusnya dijadikan modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang.

CSR sangat penting tidak hanya bagi masyarakat, melainkan juga perusahaan itu sendiri. CSR dapat mencegah dampak sosial lebih buruk, baik langsung atau tidak langsung, atas kelangsungan usaha, karena gesekan dengan komunitas sekitar. CSR perlu dilaksanakan secara sadar sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal yang perlu disadari, CSR juga merupakan bagian dari pembagunan citra perusahaan (Corporate Image Building).

Pemahaman CSR yang pemerintah harapkan adalah bagaimana membantu orang miskin menjadi core bisnisnya, atau melayani orang miskin menjadi lahan bisnisnya. Konsep tersebut sejalan dengan pemahaman seorang cendikiawan dari India C.K. Prahalad yang mengulas tentang the fortune of the bottom of the pyramid. Di India konsep the fortune of the bottom of the pyramid berkembang dengan pesat, ada perusahaan yang menciptakan laptop serta handphone yang bisa dibeli oleh orang miskin dan ternyata itu juga menguntungkan bagi perusahaan.

Potensi CSR di Indonesia luar biasa besar, dunia usaha bukan saja BUMN tapi juga ada perusahaan swasta besar, menengah, dan kecil. Kira-kira untuk perusahaan swasta saja baik Yang besar, sedang dan kecil yang tercatat yang ada sekitar 70 juta, belum yang tidak tercatat. Sedangkan BUMN saja ada sekitar 60-an.

Alternatif lain yang dapat memaksimalkan implementasi CSR adalah dengan mendorong dan mengaktifkan mekanisme Poverty Reduction Trustfund (dana perwalian penanggulangan kemiskinan). Nantinya dana korporasi yang dialokasikan buat CSR akan dititipkan melalui lemabaga dana perwalian itu dan dari lembaga dana perwalian inilah dana yang sudah dikelurakan oleh persusahaan didistribusikan ke masyarakat miskin.

Posisi Pemerintah


Selama ini CSR memang bersifat sukarela (voluntarily), wajar jika penerapannya pun bebas tafsir berdasarkan kepentingan masing-masing. Di sinilah letak pentingnya posisi pemerintah dalam hal ini kantor Menko Kesra untuk memberikan pemahaman yang jelas tentang CSR kepada masyarakat, mendorong perusahaan-perusahaan untuk menerapkan CSR, serta mensinergiskan CSR di Indonesia, agar memiliki jangkauan yang lebih luas terhadap proses percepatan penanggulangan kemiskinan.

Peran pemerintah menjadi semakin signifikan ketika ada pemahaman yang keliru terhadap CSR. Saat ini banyak perusahaan dan masyarakat yang menganggap bahwa yang dimaksud CSR adalah segala kagiatan perusahaan yang sifatnya charity atau memberi cuma-cuma, padahal yang dimaksud CSR adalah bagaimana sebuah perusahaan membangun core bisnisnya yang pro poor. Misalnya, bagaimana kita mendorong sebuah perusahaan agar membuat produk yang harganya terjangkau oleh orang miskin, sehingga baik perusahaan maupun masyarakat sama-sama mendapat keuntungan.

Perah pemerintah yang lainnya, dalam CSR ini adalah memberikan informasi dan berbagai data kemiskinan yang diperlukan oleh perusahaan, mengadakan berbagai pelatihan atau capacity building bagi masyarakat. Peran yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan investasi pemerintah atau complementary investmen bagi perusahaan. Misalnya ada perusahaan di Sumatera Selatan yang akan menerapkan CSR di daerah namun tidak ada akses jalan yang mendukungnya maka peran pemerintah adalah menyediakan infrastrukturnya.


Kalau disimpulkan posisi atau keterlibatan pemerintah tidak hanya mengkoordinasi lembaga pemerintahan tetapi juga mendorong hormonisasi antara pemerintah dengan pemangku kepentingan lainnya. Jadi, tanggungjawab Kementerian Kesra adalah mensinergikan antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat madani lainnya dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi April 2007

Tidak ada komentar: