Kamis, 07 Agustus 2008

PNPM dan Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Penganugerahan Hadiah Nobel Perdamaian 2006 baru-baru ini kepada Muhammad Yunus dengan Grameen Banknya merupakan berita mengejutkan dan disambut gembira oleh dunia. Berita ini juga dapat dijadikan sebagai momentum bagi upaya percepatan penanggulangan kemiskiana di Indonesia. Sebab, pada hakikatnya, penghargaan Nobel Perdamaian tahun ini bukan hanya penghargaan bagi Yunus dan Grameen Bank, tetapi juga bagi upaya pemberantasan kemiskinan melalui program pembangunan yang berkeadilan serta berkelanjutan (sustainable) di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Analisis lebih lanjut mengenai trend kemiskinan 2005-2006 di Indonesia menunjukkan bahwa, kenaikan tingkat kemiskinan hanya sementara, karena mengingat masih dominannya kelompok yang “moving in-out” (30-40% dari penduduk Indonesia). Namun, dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga selama semeter II, kelompok ini biasanya akan keluar dari perangkap kemiskinan.

Sementara, penyebab kemiskinan di Indonesia dikarenakan Pertama, harga beras (kenaikannya 33% atau 16,5% diatas kenaikan harga makanan lain): memberikan kontribusi sekitar 3,1 juta orang miskin dari 3,95 juta. Kedua, Kenaikan harga BBM –tetapi sudah terkompensasi dengan program BLT-. Ketiga, terkait dengan masalah kelemahan metodologi yang selama ini digunakan BPS. Adapun gambaran statistik, keluarga miskin dan nyaris miskin masih dominan dan masih perlu perhatian pemerintah.

Persoalan kemiskinan di Indonesia telah menjadi isu penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Untuk itu upaya pengarusutamaan penanggulangan kemiskinan terus dilakukan pemerintah. Beberapa kebijakan telah ditelorkan pemerintah sebagai landasan bagi penanggulangan kemiskinan.

Dalam dokument Millenium Development Goal’s (MDGs) atau tujuan pembangunan millenium, penanggulangan dan pengurangan kemiskinan merupakan target pertama dari delapan target yang ditetapkan dan Indonesia ikut menandatangi dokument tersebut.

Kemudian, dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005 – 2009 menyebutkan bahwa, Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai; Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat telah menjadi landasan kebijakan dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Upaya lain dalam hal regulasi dalam percepatan penanggulangan kemiskinan adalah dengan disusunnya dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) yang menjadi pedoman bagi percepatan penanggulanagn kemiskinan secara nasional dan diikuti pula oleh penyusunan dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) bagi daerah-daerah. Lalu kebijakan tersebut dipertajam dengan ditelorkannya 9 prioritas program kerja pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2007.

Program Percepatan

Sesuai dengan isi dari dokumen MDGs bahwa Indonesia harus mengurangi angka kemiskinan setengahnya pada 2015 dan dalam sasaran document RPJMN 2004-2009 penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan menjadi 8,2 persen pada tahun 2009. untuk itu perlu percepatan dalam proses penanggulangan kemiskinan.

Berdasarkan data tersebut ada beberapa program yang dijalankan pemerintah untuk mempercepat penanggulanagn kemiskinan seperti; Pertama, Menaikkan anggaran untuk program-program yang berkaitan dengan langsung maupun tidak langsung dengan kemiskinan, akan tetapi tetap mempertahankan program lama seperti Raskin, BOS, Asuransi Miskin dan sebagainya dan mainstreaming pengeluaran kemiskinan dengan memastikan setiap Rupiah pengeluaran jatuh kepada Rumah Tangga Miskin.

Kedua, akselerasi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga. Untuk itu penyerapan anggaran perlu ditingkatkan baik pusat dan daerah, perbaikan iklim investasi yang kondusif. Dan untuk mencapai itu semua perlu kerjasama yang harmonis antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Sedangkan mengenai stabilitas harga lebih ditekankan persoalan harga beras dan penyediaannya.

Ketiga, memperkenalkan beberapa program baru mulai tahun 2007, seperti ekspansi dan Integrasi Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Wilayah Perkotaan (P2KP) menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), serta mengubah Program BLT menjadi BLT Bersyarat terkait dengan Pendidikan dan Kesehatan serta Program Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN).

Model Nasional

Khusus program PNPM akan menjadi program model nasional bagi percepatan penanggulangan kemiskinan. PNPM juga merupakan perluasan dan penyempurnaan dari program yang sudah berjalan yaitu PPK dan P2KP. Program ini telah teruji dan telah dijadikan model oleh 30 negara berkembang lainnya. Secara langsung maupun tidak langsung PNPM dapat memberikan manfaat yang besar, seperti; Pertama, Income generating atau penciptaan lapangan kerja. Kedua, meningkatkan kuantitas infrastruktur desa dan kota. Ketiga, Social Capital atau berkaitan dengan partisipasi masyarakat yang semakin meningkat dan dapat mengurangi konflik.

Mengenai pendanaan PNPM tahun 2007 akan diupayakan dari realokasi anggaran program-program penanggulangan kemiskinan yang ada di departemen dan LPND dengan tidak mengganggu program-program lainnya. PNPM juga diarahkan untuk mengintegrasikan secara bertahap semua program penanggulangan kemiskinan yang tersebar di berbagai departemen dan LPND.

Sementara, pengendalian PNPM dilaksanakan oleh Tim Pengendali PNPM yang beranggotakan instansi terkait. Tim Pengendali PNPM berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Kesra / Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK).

Dengan menganut prinsip Partisipatif/Inklusif, diharapkan PNPM melibatkan semua penduduk desa dalam membuat semua keputusan atau kebijakan. Prinsip Transparansi/Akuntabilitas dapat menekan kebocoran dan menekan ketidaktepatan sasaran. PNPM juga menganut prinsip Open Menu. Artinya penduduk bisa menentukan sendiri aktivitas pembangunan kecuali yang tercantum dalam negative list.

Prisip lain yang dipegang PNPM adalah Kompetitif, artinya Desa-desa dalam kecamatan harus berkompetisi untuk memperbaiki kualitas kegiatan dan cost effectiveness. Prinsip Decentralize. Prinsip ini merupakan paradigma baru dalam era reformasi yang mengharuskan manajemen dan pengembalian keputusan ada pada tingkat lokal serta merupakan kunci sukses dalam implementasi program. Prinsip lainnya adalah Sederhana atau tidak ada prosedur yang kompleks.

Mengingat setiap kecamatan dan kelurahan selalu ada kantong-kantong kemiskinan maka cakupan PNPM sampai dengan tahun 2009 mencapai seluruh kecamatan (5.263 kecamatan) dan kelurahan di seluruh Indonesia (7.123 kelurahan) dan akan dijangkau oleh PNPM secara bertahap. Pada tahun 2007 PNPM akan dilaksanakan pada 2.816 kecamatan kota dan desa yang terdiri atas 1.972 kecamatan dan 844 kelurahan kota

Pada Tahun 2008, PNPM akan mencakup seluruh program-program penanggulangan kemiskinan yang sekarang ini tersebar di berbagai kementerian dan lembaga di tingkat pusat. Dengan demikian, PNPM meluncurnya ke masyarakat hanya ada 2(dua) pola pemberdayaan masyarakat, yaitu yang mengacu pada pola PPK untuk kecamatan di perdesaan dan pola P2KP yang diterapkan di kelurahan kota. Hal ini bukan berarti program-program penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja yang telah dijalankan oleh masing-masing kementerian dan lembaga itu diambil alih. Tetap program tersebut berada di instansi masing-masing, hanya dikoordinasikan secara nasional dalam kebijakan operasionalnya dengan menggunakan pola pemberdayaan masyarakat (community driven development) dan kegiatan padat karya; memprioritaskan pemberdayaan masyarakat yang paling miskin ( the poorest amongst the poor) dan kelompok rentan serta pada kantong-kantong kemiskinan, desa miskin, tertinggal, terpencil dan rawan pangan serta rawan bencana.

PNPM adalah instrumen utama dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Sebagai program nasional, maka acuannya adalah secara nasional dan bukan secara sektoral. Melalui PNPM ini maka pencapaian target/sasaran RPJMN pada tahun 2009, yaitu pengurangan penduduk miskin dari 17,7 % di tahun 2006 menjadi 8,2 % di tahun 2009 dan pengurangan angka pengangguran dari 10,24 % di tahun 2006 menjadi 5,1 % di tahun 2009, akan dapat dicapai.

Pendanaan PNPM adalah dengan mengacu pada hasil Sidang Kabinet tanggal 7 September 2009 yaitu, secara bertahap akan bersumber pada APBN/ rupiah murni dan porsi pinjaman akan dikurangi secara bertahap. Sumber APBN/rupiah murni ini diambilkan dari APBN murni dalam program-program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh berbagai kementerian dan lembaga.

Mengenai persiapan PNPM, pemerintah telah mengusulkan alokasi dalam APBN(P) 2006 untuk persiapan pelaksanaan program yaitu Pembentukan Tim Koordinasi Pengendalian PNPM, Sosialisasi, Evaluasi, Program Training dan Capacity Building. Penyiapan organisasi di tingkat pusat untuk mengkoordinasikan perumusan perencanaan, pelaksanaan dan integrasi program tahun 2007 serta memasukannya dalam RKP 2008 dan DIPA tahun 2008.

Namun tetap saja keberhasilan program ini sangat tergantung pada partisipasi masyarakat dan juga perhatian dari pihak Pemerintah daerah. Pelaksana program PNPm adalah kelompok masyarakat, namun dilatih dan difasilitasi oleh pemerintah. Pemerintah daerah juga dapat menyiapkan pendanaan bersama ( co-sharing) sehingga kecamatan dan kelurahan miskin yang dapat dicakup dalam PNPM ini semakin bertambah Bahkan di beberapa kabupaten telah menggunakan model dalam PPK dengan sistem perencanaan yang berbasis partisipatif sehingga program ini perlu dikembangkan lebih lanjut. Secara bertahap program ini dibiayai bersama oleh setiap tingkat pemerintah, baik Pusat, Provinsi, dan Kabupaten Kota. Program menjadi milik bersama, sehingga keberlanjutan program akan terjamin.

Pada tataran masyarakat, dikembangkan pula skema pendanaan untuk membiayai pemberdayaan masyarakat. Skema pendanaan tersebut diwujudkan melalui pembentukan Dana Perwalian /Dana Amanah bagi Penanggulangan Kemiskinan (Community Trust Fund on Poverty Reduction). Sumber pendanaan ini dapat berasal dari “off-budget, yaitu sumber-sumber pendanaan yang berasal dari non-pemerintah misalnya dari pihak dunia usaha, LSM, organisasi kemasyarakatan dan dari organisasi masyarakat madani lainnya. Dapat juga dari pemerintah misalnya untuk menyalurkan berbagai subsidi bagi masyarakat miskin.

Dengan demikian, terdapat sumber pendanaan pembangunan di tingkat komunitas/masyarakat yang dapat sewaktu-waktu diakses kapan saja oleh masyarakat untuk mendanai kegiatan penanggulangan kemiskinan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan manusia dan lain sebagainya. Tidak harus sumber pendanaan itu harus melalui proyek-proyek pemerintah dan atau melalui bank-bank, karena untuk mengaksesnya juga tidak mudah, membutuhkan agunan dan penjaminan. Pada dana perwalian, agunan dan penjaminan tidak ada, yang ada hanya “trust” atau kepercayaan dari kelompok masyarakat kepada peminjam. Ini hampir sama dengan pola Grameen Bank yang dikembangkan oleh Moh. Yunus, peraih Nobel Perdamaian tahun 2006 baru-baru ini, namun ini agunannya hanya bersifat kepercayaan saja.

Selain PNPM tampaknya harus ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar percepatan penanggulangan kemiskinan berjalan sesuai harapan, seperti; Pertama, membentuk dan memfungsikan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah/ TKPKD sesuai Perpres Nomor 54 Tahun 2005 dan Keputusan Mendagri Tentang Pembentukan TKPKD berdasarkan SE Mendagri No.412.6/3186/SJ. Kedua, Menyusun dokumen “ Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah/ SPKD”. Ketiga, Penganggaran APBD yang pro-poor yaitu peningkatan alokasi anggaran untuk penanggulangan kemiskinan. Untuk mewujudkan dokumen SPKD, memfungsikan TKPKD dan menyusun APBD yang “pro-poor”, TKPK pusat bersama dengan departemen terkait dapat membantu daerah melalui supervise, pendampingan/fasilitasi, dan berbagai bantuan pendukung lainnya.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi November 2006

Tidak ada komentar: