Kamis, 14 Agustus 2008

Mewujudkan Kemandirian Masyarakat

“Pengalaman mengajarkan kepada kita bahwa yang harus menjadi aktor utama untuk mengeluarkan masyarakat miskin dari lingkaran kemiskinan adalah masyarakat miskin itu sendiri, bukan pemerintah ataupun pihak lain,” (Menkokesra, Aburizal Bakrie).

Prioritas utama pembangunan yang dijalankan pemerintah Indonesia adalah penanggulangan kemiskinan, pengurangan pengangguran, keterbelakangan dan ketertinggalan. Kebijakan semacam ini telah dijalankan sejak pemerintah terdahulu hingga sekarang meskipun dengan pola kebijakan yang berbeda sesuai dengan tantangan yang dihadapi pada masanya.

Sejarah pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan memberikan pengalaman berharga bahwa upaya penanggulangan kemiskinan memerlukan strategi yang komperhensif, terpadu dan berkelanjutan dengan partisipasi seluruh unsur masyarakat.

Kenyataan dilapangan juga menggambarkan bahwa program penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada pendekatan pemberdayaan masyarakat lebih banyak memberikan hasil yang lebih efektif dan memiliki tingkat keberlanjutan yang lebih baik.

Selain itu, pengalaman lain yang tidak kalah pentingnya adalah jika masyarakat miskin diberikan peluang yang sebesar-besarnya dalam menentukan arah yang mereka sukai untuk keluar dari lingkaran kemiskinan maka partisipasinya sangat besar dalam memberikan berbagai kontribusi. Rasa kepemilikan terhadap program juga semakin kuat dan timbulnya perasaan bahwa mereka lebih dihargai.

Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan, pemerintah telah melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melaui PNPM Mandiri telah dirumuskan mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi.

Pelaksanaan program PNPM Mandiri juga didasari pada kenyataan bahwa berbagai program pembangunan berbasis masyarakat (Community Driven Development – CDD) dan aktivitas padat karya (Labor Intensive Activities – LIA) yang sebelumnya dijalankan pemerintah melalui departemen sektoral belum mencapai hasil yang maksimal dalam meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran, dan kemandirian masyarakat.

Program PNPM Mandiri diharapkan mampu meningkatkan proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan tumbuhnya kemandirian masyarakat, sehingga mampu menjadi subyek dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Pendanaan

Komitmen kuat pemerintah dalan program penanggulangan kemiskinan tercermin dari semakin meningkatnya anggaran yang disediakan. Pada 2004, total anggaran untuk mengurangi kemiskinan mencapai Rp 19 triliun. Tahun 2005, dinaikkan menjadi Rp 24 triliun. Tahun 2006, ditingkatkan lagi menjadi Rp 41 triliun. Kemudian, tahun 2007 meningkat lagi menjadi Rp 51 triliun dan di tahun ini juga meningkat menjadi Rp 58 triliun.

Dari segi cakupan wilayah program PNPM Mandiri juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 mencakup 2.993 kecamatan (28.000 desa) dengan alokasi dana tiap kecamatan Rp 750 juta – Rp 1,5 miliar. Pada 2008, mencakup 3.999 kecamatan (36.417 desa) dengan alokasi dana per kecamatan Rp 1,5 miliar – Rp 3 miliar. Pemerintah di tahun 2009 merencakan seluruh kecamatan di Indonesia dapat ditangani melalui PNPM Mandiri dengan anggaran kurang lebih tiga miliar untuk tiap pertahun.

Pengalokasian anggaran bagi Program PNPM Mandiri tersebut tentunya tidak harus terus menerus dilakukan. Pada suatu saat pola pendanaan semacam itu harus diubah. Masyarakat didukung oleh Pemerintah Daerah diharapkan dapat secara mandiri melanjutkan dan mengembangkannya. Karenanya, target mandiri dengan tidak menggantungkan anggaran dari pemerintah harus menjadi komitmen bersama.

Pemerintah sangat sadar bahwa sumber dana PNPM Mandiri adalah APBN yang jumlahnya sangat terbatas. Untuk itu, ke depannya sumber pendanaan tidak lagi bergantung pada anggaran yang disediakan pemerintah. Pendanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan bisa digali dari sumber pendanaan lainnya semisal pengembangan dana bergulir (BLM) yang sudah ada di masyarakat, dana Trust Fund, maupun dana CSR.

Untuk itu sebagai modal awal, desa atau masyarakat harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan serta memiliki skema pendanaan yang efektif. Semisal dengan dikembangkan skema pengembangan Lembaga pengemban Dana Amanah/LPDAM (Community Trust Fund). LPDA dibentuk sebagai model penyaluran dana dalam mendukung skema pendanaan yang berkelanjutan bagi program penanggulangan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja berdasar pada kebutuhan masyarakat/kelompok pemanfaat.

Pelaksanaan lembaga dana amanah masyarakat sebenarnya sudah banyak dijalankan di berbagai daerah. Di Kota Palu misalnya, masyarakat di sana sangat antusias mengembangkan program ini dan menjalankannya dengan baik. LPDA yang ada tersebut pada awalnya dimulai dengan memberikan dana stimulan dari Pemerintah Pusat sebesar 50 juta rupiah dan mampu menghimpun dana dari Pemerintah Daerah dan masyarakat hingga mencapai 600 juta rupiah.

Selain yang bersumber dari dana trust fund, pendanaan yang bersumber dari program Corporate Social Responsibility (CSR) juga diharapkan dapat memperkuat pelaksanaan PNPM Mandiri di daerah. Untuk itu, perusahaan-perusahaan baik nasional, swasta maupun multinasional seharusnya berperan dalam mendukung program-program PNPM Mandiri melalui dana CSR.

Sumber lain yang sangat penting untuk dikembangkan adalah dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang telah disalurkan ke Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Pada prinsipnya BLM adalah dana stimulan bagi pemberdayaan masyarakat. Karenya dana tersebut harus lebih diarahkan untuk dana bergulir bagi ekonomi produktif masyarakat. Sehingga fungsinya dapat terus berkesinambungan bagi pemberdayaan masyarakat di daerah.

Penutup

Permasalahan kemiskinan yang kompleks memang membutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Penanggulangan kemiskinan dan pengangguran harus dilaksanakan secara sistimatis dan berkesinabungan serta mendorong masyarakat miskin menjadi produktif dan bermartabat bukan berdasarkan rasa belas kasihan.

Oleh karena itu upaya pemberdayaan masyarakat yang dijalankan harus mampu mendongkrak kemampuan masyarakat sehingga menjadi modal sosial (social capital), mapu mengembangkan kewirausahaan sosial (social entrepreneurships) serta dapat meningkatkan akses terhadap modal ekonomi.

Dengan terciptanya tiga aspek tersebut masyarakat akan semakin mandiri dalam mengelolah program pemberdayaan tanpa harus bergantung pada program yang bersifat Charity. Dengan demikian diharapkan akan tercipta masyarakat Indonesia yang mampu mengatasi masalah kemiskinan secara swadaya dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi 1 agustus 2008

Tidak ada komentar: