Kamis, 07 Agustus 2008

KEMERDEKAAN DAN KEMISKINAN

Mengapa wacana “nasionalisme” begitu marak lagi muncul ke permukaan beberapa tahun belakangan ini, baik dalam wacana global, regional, maupun lokal ? dan mengapa cukup menarik dan actual untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam ? Dalam artikel ini tidak dimaksudkan untuk menjawab secara tuntas dan menyeluruh kedua pertanyaan di atas, sebab fenomena “nasionalisme” cakupannya begitu luas sehingga tidak memungkinkan untuk mengcover penjelasan dalam artikel yang singkat ini.

Terlebih lagi, maksud artikel ini bukanlah untuk menjawab kedua pertanyaan di atas, akan tetapi justru berusaha menelusuri dan menjelaskan bagaimana nasionalisme muncul dan berproses dalam konteks ruang dan waktu tertentu.

Tepatnya, nasionalisme di sini akan saya jelaskan bagaiman proses keberlangsungan atau kontinuitas nasionalisme dalam perspektif global dan local. Terutama fenomena perkembangan dan perubahan nasionalisme di Indonesia. Saya sendiri merasa tertarik dan menganggap penting untuk mencermati lebih jauh fenomena “nasionalisme”, dengan asumsi bahwa, beberapa tahun belakangan ini muncul berbagai fenomena disintegrasi di berbagai negara di belahan bumi ini, terutama di Indonesia.

Dimana fenomena disintegrasi tersebut sangat terkait dengan konsep “nasionalisme” yang juga sangat terkait dengan berbagai fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara. Tepatnya, nasionalisme menjadi suatu fenomena sosial-budaya, politik, ekonomi yang mengancam keutuhan suatu bangsa atau negara, atau sebaliknya juga menguatkan solidaritas warga negara suatu bangsa itu sendiri. Oleh sebab itu, penjelasan dan uraian lebih lanjut tentang konsep “nasionalisme”, terlebih dahulu sangat penting menguraikan pengertian dan sejarah nasionalisme itu sendiri.

Kita merasakan, dalam delapan tahun terakhir ini, di tengah-tengah gerakan reformasi dan demokratisasi yang berlangsung di negeri kita, terkadang kita kurang berani, kita menahan diri, untuk mengucapkan kata-kata semacam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Wawasan Kebangsaan, Stabilitas, Pembangunan, Kemajemukan dan lain-lain. Karena bisa-bisa dianggap tidak sejalan dengan gerakan reformasi dan demokratisasi. Bisa-bisa dianggap tidak reformis,

Wawasan kebangsaan menjadi penting karena Indonesia memiliki begitu keragaman budaya, suku, dan luas negara yang cukup luas. Dengan begitu, rasa kebersamaan untuk saling menghargai, menghormati untuk saling berbeda, menjadi penting. Budaya lokal yang tumbuh di setiap daerah, harus menjadi identitas nasional. Bahkan dapat menjadi benteng pertahanan untuk mempertahankan serbuan budaya asing.

Mari kita lakukan kajian yang sehat terhadap pembangunan yang kita lakukan sekarang ini, baik kebijakannya maupun strateginya. Ingat, ekonomi bukan tujuan tetapi alat bagi pembangunan. Tujuannya adalah kesejahteraan rakyat sehingga terpenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, rasa aman dan tenteram yang kesemuanya mencakup kebutuhan dasar. Peningkatan kualitas manusia merupakan faktor kunci dalam pencapaian kesejahteraan.

Memasuki milenium ketiga ini, Indonesia harus berhadapan dengan kenyataan pahit yakni kehilangan proses pembangunan ekonomi yang mulus menuju kehidupan dan kesejahteraan yang diidamkan dan harus bergelut dengan krisis yang berkepanjangan dan akut. Krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi dan politik pada gilirannya telah meluluhlantakkan prestasi pembangunan dan perekonomian Indonesia.

Dampak dari krisis ekonomi ini secara empiris telah membawa konsekuensi kepada meningkatnya jumlah penduduk miskin sekaligus jumlah penganggur yang sangat besar. Berbagai program penanggulangan kemiskinan telah dilakukan untuk menurunkan angka kemiskinan di Indoneisa.

Kemiskinan Bertambah

Baru-baru ini Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa angka atau jumlah penduduk miskin kita bertambah. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2006 sebanyak 39,05 juta atau 17,75 persen dari total 222 juta penduduk. Itu artinya penduduk miskin bertambah empat juta orang dibanding yang tercatat pada Februari 2005. Tanpa Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak, jumlahnya mencapai 50,8 juta.

Sebelumnya, Susenas Februari 2005 menunjukkan jumlah penduduk miskin sebesar 35,10 juta atau 15,97 persen dari total penduduk. Angka inilah yang dipakai pemerintah dalam pidato kenegaraan Presiden, yang kemudian memicu kontroversi di kalangan pengamat ekonomi.

Melihat kondisi kemiskinaan saat ini kiranya diperlukan sebuah model penanggulangan kemiskinan yang tepat agar angka-angka kemiskinan tidak terus bertambah tiap tahunnya dan tekad kita untuk mengurangi kemiskinan setengahnya pada 2009 akan tercapai, begitu deklarasi Milleniun Development Goal’s yang kita tandatangai bersama dengan 188 negara lainnya.

Untuk mencapai itu semua, banyak program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah di 19 departemen dan non-departemen. Dari 19 departemen dan non-departemen yang melaksanakan program kemiskinan tersebut tentunya tidak semuanya sukses atau tidak semuanya gagal dalam menanggulangai kemiskinan. Namun yang lebih penting adalah usaha yang sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab dalam penanggulangan kemiskinan.

Dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, baru-baru ini pemerintah meluncurkan program baru. Strategi yang digunakan adalah menggabungkan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang digawangi oleh Depdagri dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) oleg Dep. Pekerjaan Umum menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat atau PNPM.

Tujuan PNPM adalah mengembangkan infrastruktur dasar yang paling dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan adanya proyek infrastruktur, pemerintah mengharapkan ada pertumbuhan lapangan pekerjaan di pedesaan yang akhirnya akan menjadi awal proses pengentasan kemiskinan. Prinsip PNPM sendiri adalah memberikan kebebasan kepada kelompok masyarakat di pedesaan untuk menentukan sendiri alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dari pemerintah. Pemerintah hanya memberikan dananya disertai pendampingan. Pendampingan diperlukan agar administrasi anggarannya tertib. Dengan prinsip itu diharapkan kemandiri masyarakat tetap terjaga.

Dengan usaha yang sungguh-sungguh dalam upaya penanggulangan kemiskinan diharapkan percepatan penanggulangan kemiskinan akan sesuai dengan yang kita harapkan bersama. Sebab pengentasan kemiskinan bukan hanya menjadi tanggung jawab Negara, tapi seluruh komponen bangsa. Itulah yang kita namakan kemitraan strategis antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat madani lainnya.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi September 2006

Tidak ada komentar: