Kamis, 07 Agustus 2008

Kontrak Sosial Baru Berwawasan Kebangsaan

Pembangunan manusia merupakan amanat konstitusi yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dalam kerangka konstitusi maka manusia adalah tujuan pembangunan bukan sebagai obyek pembangunan. Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi amanah Konstitusi, kita semua baik pemerintah, kalangan legislatif, kalangan dunia usaha dan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat wajib untuk memberikan perhatian yang luas pada pembangunan manusia.

Dimensi-dimensi pembangunan manusia sangatlah luas. Tujuan Pembangunan manusia tidak hanya mencakup upaya untuk memenuhi hak-hak dasar bagi masyarakat akan tetapi juga mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi terbangunnya kemampuan sumberdaya manusia bagi kemajuan dan masa depan bangsa sehingga terwujud kesejahteraan, kemajuan dan kemandirian bangsa.

Pembangunan yang sekarang ini diselenggarakan oleh semua pihak perlu mengetengahkan kembali dimensi-dimensi pembangunan manusia. Paradigma pembangunan perlu disempurnakan dengan paradigma pembangunan manusia. Ukuran keberhasilan pembangunan nasional bukan hanya terletak pada ukuran-ukuran pertumbuhan ekonomi saja akan tetapi juga sampai sejauh mana pembangunan mampu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas.

Pengeluaran bagi pembangunan manusia tidak lagi dipandang sekedar ongkos yang menjadi beban pembangunan akan tetapi harus dipandang sebagai suatu investasi bagi masa depan bangsa. Dalam cara pandang itulah maka pembangunan manusia akan mendapat perhatian yang layak.

Dalam kajian terhadap negara-negara yang meningkatkan perhatian pada pembangunan manusia melalui peningkatan pada pembelanjaan sosialnya yaitu untuk memenuhi hak atas ketersediaan pangan, pendidikan, kesehatan dan rasa aman, maka pembangunan ekonomi akan tumbuh dengan baik dan kestabilan politik serta sosial budaya akan semakin kuat pula.

Dalam kerangka pembangunan manusia, maka berbagai agenda pembangunan dapat difokuskan pada tujuan-tujuan pembangunan manusia, dengan demikian sumber-sumber daya yang digunakan baik oleh kalangan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat akan lebih efisien dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia tahun 2004 Indonesia sesungguhnya mampu meningkatkan perhatian pada pembangunan manusia. Sehingga dapat mencapai tingkat yang sejajar dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya yang mempunyai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi. IPM Indonesia pada tahun 2005 adalah 0.697 dan memperoleh ranking negara ke-110 dari 177 negara. Secara regional, peringkat Indonesia jauh berada di bawah peringkat negara-negara ASEAN lainnya.

Pembelanjaan sosial di Indonesia untuk pemenuhan hak atas pangan, pendidikan, kesehatan dan rasa aman (human security) pada Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2004 menunjukkan sekitar 3 % dari Produk Domestik Bruto atau sekitar Rp 53,7 triliun.

Untuk meningkatkan pembangunan manusia di Indonesia agar setara dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, maka kebutuhan pembelanjaan sosialnya harus mencapai sekitar 5,8 % dari PDB per tahun atau terdapat penambahan sekitar Rp50 triliun dari yang ada, sehingga totalnya menjadi Rp103,7 triliun minimal per tahun.

Persoalan kemiskinan merupakan isu utama dalam pembangunan. Penanggulangan dan pengurangan kemiskinan merupakan prioritas dalam upaya pembangunan manusia. Upaya ini terutama difokuskan untuk memberikan akses terhadap pelayanan dasar, permodalan (khususnya mikrodana) dan pada upaya pemberdayaan atau peningkatan kemampuan pada masyarakat miskin. Dalam rangka penanggulangan dan pengurangan kemiskinan, perhatian yang lebih besar perlu diberikan pada upaya untuk mengurangi kesenjangan pertumbuhan daerah. Pembangunan daerah tertinggal, kawasan terpencil, kawasan perbatasan antar negara perlu mendapatkan perhatian yang lebih untuk mengejar berbagai ketertinggalannya dengan daerah atau kawasan yang lebih maju.

Selain itu, penanggulangan kemiskinan perlu pula memprioritaskan untuk mengentaskan kemiskinan pada kelompok-kelompok masyarakat yang paling miskin (the poorest among the poor) yang antara lain terdiri dari kelompok perempuan, anak-anak yatim piatu, penyandang cacat, golongan lansia, masyarakat terasing, masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, penderita penyakit, dan lains sebagainya. Diperkirakan kelompok masyarakat yang paling miskin ini sekitar 11 juta jiwa.

Bila pemerintah, kalangan dunia usaha dan masyarakat luas lebih memberikan perhatian untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok yang paling miskin dari yang miskin, maka berbagai kesenjangan sosial dan ekonomi akan segera teratasi.

Mewujudkan Amanah UUD 45

Dalam era reformasi ini ada dua perubahan besar yang mempengaruhi perilaku pembangunan daan menuntut juga paradigma pembangunan yang lebih sesuai. Pertama, adanya perubahan dari era otokratis menjadi demokratis. Dengan perubahan ke arah demokratis maka pemerintah juga dituntut untuk berubah dari yang sifatnya ”provider” ke arah ”enabler” yaitu pemerintah yang lebih memberdayakan masyarakatnya.

Kedua, adanya perubahan cara memerintah yang sebelumnya sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi adalah alat pembangunan, untuk mempercepat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan dalam wadah NKRI, dan untuk mendekatkan pelayanan dasar kepada masyarakat. Bilamana desentralisasi ini dirasakan menghambat bagi pencapaian tujuan-tujuan pembangunan, pemerintah wajib menata kembali dan meluruskannya sehingga desentralisasi akan menjadi alat yang efektif dalam percepatan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan.

Mengingat berbagai perubahan besar tersebut, dan semangat baru yang diilhami olehnya, kita perlu membuat suatu kontrak sosial baru. Kontrak sosial ini akan memuat kesepakatan-kesepakatan bukan hanya di antara sektor-sektor pemerintah dan diantara Pemerintah Pusat dan Daerah tapi lebih luas lagi, diantara semua unsur bangsa Indonesia, termasuk Pemerintah Pusat dan Daerah, masyarakat madani dan dunia usaha. Kontrak sosial yang dibangun adalah Kontrak Sosial diantara para pemangku kepentingan untuk pembangunan manusia.

Bilamana Sumpah Pemuda yang dideklarasikan 28 Oktober 1928 sebagai suatu Kontrak Sosial diantara para pemangku kepentingan untuk mewujudkan negara dan bangsa Indonesia dalam satu kesatuan, dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan wujud dari suatu Kontrak Sosial untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Maka kita memerlukan suatu Kontrak Sosial baru untuk pembangunan manusia Indonesia dalam rangka mengisi dan mewujudkan amanah UUD 1945.

Kontrak sosial baru untuk pembangunan manusia Indonesia, khususnya dilihat dari wawasan kebangsaan, menjadi penting. Kesepakatan-kesepakatan dalam kontrak sosial merupakan upaya kita bersama untuk mencegah berkembangnya kesenjangan ekonomi dan sosial diantara warga dan daerah yang kaya dan yang miskin, yang berpotensi untuk menimbulkan instabilitas politik, perpecahan bangsa dan separatisme, serta radikalisme dan terorisme. Karena itu, wawasan kebangsaan sangat kita butuhkan, sehingga dalam melihat pembangunan manusia, kita akan lebih menitikberatkan pada kepentingan bangsa, bukan kepentingan sempit kedaerahan, golongan maupun sektoral. Maka dukungan dari berbagai pihak sangat berarti untuk terlaksananya pembangunan manusia Indonesia yang lebih baik lagi.

Dengan menjadikan pembangunan manusia sebagai tema sentral pembangunan, maka kita harus lebih tepat lagi mendudukkan upaya kita untuk mengembangkan aset dan sumber daya yang paling berharga yaitu sumber daya manusia.

Pengalaman sekitar 112 negara yang meningkatkan anggaran dan perhatiannya pada pembangunan manusia menunjukkan bahwasanya negara-negara tersebut mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, kestabilan makro yang lebih mapan dan menjadi tumpuan bagi mengalirnya investasi dunia usaha. Jadi, tidak salah bahwa pembangunan manusia merupakan kunci bagi keberhasilan pembangunan ekonomi dan kestabilan politik.



Dimuat di Majalah KOMITE Edisi April 2006

Tidak ada komentar: