Selasa, 12 Agustus 2008

Peringatan Hari Air Dunia dan MDGs

International Year of Sanitation, itulah tema yang diusung pada Hari Air Dunia tahun ini. Setiap tanggal 22 Maret, masyarakat dunia diajak memusatkan perhatian terhadap pentingnya isu mengenai air. Melalui tema ini, masyarakat kembali diingatkan akan bahaya pencemaran air sebagai sumber kehidupan manusia. Sekaligus menegaskan kembali pentingnya tindak nyata semua pemangku kepentingan untuk meningkatkan kualitas air.

Hari Air Dunia yang jatuh pada tanggal 22 Maret ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sejak Sidang Umum PBB ke 47 tanggal 22 Desember 1992 melalui Resolusi Nomor 147/1993. Hari Air Sedunia pun mulai diperingati sejak tahun 1993 oleh negara-negara anggota PBB.

Permasalahan air yang dialami dunia telah mendorong dan meningkatkan kesadaran, kepedulian serta kerja nyata sebagai upaya bersama dari seluruh komponen bangsa dan bahkan dunia agar secara kebersamaan memanfaatkan dan melestarikan sumberdaya air secara berkelanjutan.

Momentum 2008 yang menjadi Tahun Sanitasi Internasional harus kita sikapi dan manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Persoalan sanitasi bagi Indonesia menjadi permasalahan yang penting karena sarana yang tidak layak dan buruknya perilaku higienis akan berdampak pada kematian bayi, angka kesakitan, dan malnutrisi pada anak yang menjadi ancaman besar bagi potensi sumber daya manusia Indonesia serta berdampak pada produktifitas perekonomian.

Sanitasi dapat diartikan bagaimana masyarakat tidak membuang air besar atau air kecil (limbah manusia) atau limbah lain secara sembarangan. Di samping itu, sanitasi juga berarti cara mengelola, memanfaatkan, dan mendaur ulang limbah-limbah tersebut sehingga tidak membahayakan kehidupan.

Begitu pentingnya sanitasi sehingga menjadi salah satu target dalam tujuan pembangunan milenium (MDGs) Indoneisa. Cakupan sanitasi juga menjadi salah satu indikator perkembangan di suatu negara.

Lalu bagaimana kondisi cakupan sanitasi di Indonesia. Dalam laporan perkembangan pencapaian MDGs Indonesia 2007, Indonesia dinilai mendapatkan hasil yang memuaskan dalam pencapaian target menurunkan proporsi penduduk tanpa akses terhadap fasilitas sanitasi dasar. Secara umum prestasi yang diraih sebagai hasil dari adanya berbagai kebijakan, program, dan proyek agar mampu berdampak pada perbaikan kualitas sanitasi telah melebih angka target.

Kita bisa melihat hal itu pada proporsi rumah tangga di perdesaan dan perkotaan dengan akses pada fasiltas sanitasi yang layak mengalami perkembangan yang senantiasa meningkat. Pada tahun 2002 proporsi rumah tangga di perdesaan dan perkotaan sebesar 30,9 persen meningkat drastis pada tahun 2006 menjadi 69,3 persen. Kondisi ini menunjukkan target penurunan proporsi penduduk tanpa akses fasilitas sanitasi dasar sebesar separuhnya pada tahun 2015 telah tercapai pada tahun 2006 karena target tentatifnya pada tahun 2015 adalah 65,5 persen.

Khusus untuk proporsi rumah tangga di perdesaan, akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak juga menunjukkan hasil perkembangan yang sangat baik. Pada tahun 2006, rumah tangga dengan akses sanitasi layak telah mencapai 60,0 persen. Hal itu menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan karena pada tahun 1992 proporsi ini hanya mencapai 19,1 persen sedangkan pada tahun 2000 sebesar 52,3 persen. Pencapaian tahun 2006 untuk kawasan perdesaan tersebut dinilai telah berhasil melapau target MGDs.

Pencapaian yang sama juga dialami rumah tanggga di perkotaan. Proporsi rumah tanggga di perkotaan dengan akses pada fasiltas sanitasi yang layak terus meningkat antara tahun 1992 sampai tahun 2004, yaitu 57,5 % pada tahun 1992 menjadi 80,5 % pada tahun 2004. bahkan, hasil yang lebih memuaskan dialami pada tahun 2006, di mana proporsi rumah tangga di perkotaan dengan akses pada fasilitas sanitasi yang layak telah mencapai 81,8 persen.

Keberhasilan ini tidak terlepas dari hasil berbagai program pembangunan fasilitas pembanguann prasarana dasar seperti Program Pembanguanan Prasarana Desa Tertinggal (1994-1998), Program Pembangunan Air Bersih dan Sanitasi Dasar bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (1996-2002), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan berbagai program yang bertujuan meningkatkan kualitas prasarana dasar yang terkait dengan pencapauian target MDGs serta berbagai program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah.

Akan tetapi, meskipun pada 2007 Indonesia dinyatakan berhasil mencapai target tahunan peningkatan akses sanitasi dasar dan air bersih MDGs akan tetapi dinilai masih termasuk negara yang pencapaiannya lambat. Jumlah penduduk Indonesia yang masih bersanitasi buruk dan tidak memiliki akses sanitasi yang layak masih cukup besar.

Ada beberapa faktor yang menjadi kendala sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas sanitasi dasar. Faktor tersebut antara lain cakupan pembangunan yang sangat besar ditambah sebaran penduduk yang tidak merata dan beragamnya wilayah Indonesia serta keterbatasan sumber pendanaan.

Jika dilihat dari aspek pendanaan, pemerintah selama ini belum menempatkan perbaikan fasilitas sanitasi sebagai prioritas dalam pembangunan. Sanitasi masih dianggap sebagai bagian kecil pembangunan infrastruktur. Hal itu antara lain dapat dilihat dari investasi dana pemerintah untuk peningkatan akses sanitasi saat ini yang hanya 27 juta dolar AS per tahun.

Padahal, pengelolaan sanitasi dan air bersih merupakan faktor kunci dalam upaya pemeliharaan kesehatan akan tetapi belum menjadi prioritas pembangunan nasional. Apalagi, sedikitnya 72,5 juta atau 30,7 persen masyarakat Indonesia masih bersanitasi buruk dan tidak memiliki akses sanitasi yang layak.

Faktor lain yang menjadi kendala adalah selain masih rendahnya kesadaran penduduk terhadap lingkungan dan rendahnya kualitas bangunan septic tank. Kondisi ini diperparah dengan masih buruknya sistem pembuangan limbah yang ada.

Oleh karenanya, berbagai langkah-langkah dalam rangka mempercepat pencapaian target Millenium Development Goal (MDGs) untuk mengurangi hingga separoh data penduduk tanpa akses sanitasi memadai tersebut hingga tahun 2015 harus tetap digalakkan.

Berbagai masalah yang masih ada seharusnya dihadapi dengan pendekatan holistik dan terpadu. Koordinasi yang baik antarpemangku kepentingan sangatlah diperlukan dalam upaya penyelenggaraan prasarana dan sarana sanitasi agar lebih sinergis dan saling mendukung serta saling melengkapi dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Semua pemangku kepentingan harus terus berkoordinasi dan bekerja bersama untuk melakukan pemetaan kembali, mengurai permasalahan menurut wilayah dan mencari solusinya sehingga menghasilkan kebijakan komprehensif dan bersifat lintas sektoral.

Dan, hal yang tak kalah penting, adalah memberikan pemahaman mengenai masalah sanitasi dan air bersih bagi seluruh masyarakat. Jika ingin sasaran RPJMN 2005-2009 yang menyatakan bahwa pada akhir 2009, kita sudah bebas dari buang air besar di sembarang tempat (sungai atau ladang) dapat tercapai.

Di muat di Majalah KOMITE Edisi I April 2008

Tidak ada komentar: